Sakramen perjamuan kudus (Pengajaran Dasar GBI)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari

Pengakuan Iman Gereja Bethel Indonesia menyebutkan bahwa: Perjamuan kudus dilakukan setiap kali untuk meneguhkan persekutuan kita dengan Tuhan dan satu dengan yang lain.

A. Pendahuluan

Pelaksanaan perjamuan kudus tidak bisa terlepas dari keberadaan umat Allah dalam ibadahnya kepada Tuhan. Dalam kenyataannya, banyak anggota jemaat dan pejabat gereja yang belum memahami dan mengenal konsep yang benar tentang Perjamuan Kudus. Untuk itu perlu kita pahami konsep perjamuan kudus ini secara menyeluruh. Berikut ini kita paparkan konsep perjamuan kudus dalam sejarah dogmatika, dasar alkitabiah dan makna teologisnya bagi kita.

B. Konsep sakramen perjamuan kudus dalam sejarah dogmatika

Sakramen berasal dari kata Latin sakramentum, dipakai pertama kali oleh Tertulianus untuk memperkenalkan konsep sakramen dalam gereja. Kata sakramentum itu sendiri dipinjam dari kata Yunani "mysterion" yang berarti misteri atau rahasia. Atau di artikan sebagai "hal yang tersembunyi atau yang dirahasiakan dan dikuduskan." Gereja Roma Katolik mengenal ada tujuh sakramen yang mereka percayai berdasarkan konsili Trente yaitu; baptis, eucharistia, vormsel (pengakuan percaya yang dilakukan pada waktu anak berumur 12 tahun), biecht (mengakui kesalahan), tahbisan imam, perkawinan dan urapan terakhir. Gereja-gereja reformasi pada abad 16 mendefinisikan sakramen sebagai berikut: "Sakramen adalah tanda dan meterai yang kelihatan dan suci yang ditentukan oleh Tuhan untuk menjelaskan segala sesuatu yang dijanjikan-Nya." Pendapat tersebut didukung oleh Van Niftrik "sakramen", semuanya datang dari pihak Allah, bukan dari pihak orang -orang beriman. Berdasarkan definisi tersebut maka gereja-gereja reformasi menetapkan hanya dua sakramen yaitu baptisan air dan perjamuan kudus sebagai sakramen yang dilakukan dan dipercayai Gereja. Alasannya jelas yaitu hanya dua sakramen yang dapat dialaskan pada kesaksian Alkitab yaitu baptisan air (Mat 28:18) dan perjamuan kudus (1 Kor 11:23). Dan hanya dua sakramen inilah yang ditentukan oleh Tuhan sendiri. Melalui dua sakramen inilah kita bisa melihat realitas karya keslamatan Allah bagi manusia seutuhnya. Penulis hanya membahas sakramen perjamuan kudus dalam tulisan ini.

Konsep-konsep tentang sakramen perjamuan kudus pun mengalami perkembangan dari abad ke abad. Konsep pertama diperkenalkan oleh Irenius yang hidup di pertengahan abad kedua, dia tidak berpikir bahwa Kristus sendiri dikorbankan sebagai kurban; ia berpendapat sebagai akibat atau hasil dari kata-kata institusi, maka roti dan anggur dipandang sebagai tubuh dan darah Kristus. Konsep transmutasi pertama kali diperkenalkan oleh Ambrosius, tulisannya berisikan: Pernyataan-pernyataan mengenai transmutasi (perubahan) dari "elemen-elemen" roti dan air anggur yang mengikuti ucapan-ucapan tertentu dari teologi Yunani. Konsep ini kelak di kemudian hari dikenal dengan konsep "transubstansiasi." Menurut Ambrosius, roti dan anggur diubah oleh kata-kata konsekrasi (Consecration) menjadi daging (tubuh) dan darah Kristus.

Agustinus berusaha menjelaskan konsep perjamuan kudus dengan benar, meskipun dalam perkembangan selanjutnya konsep ini diberikan makna lain yang mengarah pada konsep "transubstansiasi" (perubahan substansi) yang dipercayai oleh umat Katolik setiap kali mereka melakukan Misa Perjamuan Kudus. Ajaran ini kemudian dikembangkan oleh Thomas Aquino (1274). Alasan kuat mereka memegang konsep transubstansiasi adalah karena konsep ex opera operato = jika imam atau pastor sudah melayani sakramen, anugerah Allah itu dengan sendirinya datang seperti halnya lampu listrik yang segera menyala apabila saklarnya dipencet. Dan sekaligus akan memagiskan roti dan anggur dalam sakramen itu. Mereka juga percaya konsep inkarnasi Kristus masih terus berkelanjutan sampai saat ini, termasuk saat sakramen perjamuan kudus dilaksanakan.

Luther dan gereja Lutheran menolak konsep transubstansiasi gereja Roma Katolik. Kristus dipandang sebagai sungguh-sungguh hadir secara badani di dalam perjamuan kudus. Kristus hadir di dalam, bersama-sama dan di bawah tanda-tanda roti dan anggur (konsubstansiasi) hal ini disebabkan karena tubuh Kristus yang telah dimuliakan itu sekarang bukan hanya berada di sorga, melainkan juga berada di mana-mana, sehingga tubuh itu juga berada di dalam roti dan anggur dari perjamuan kudus, itulah sebabnya maka Tuhan Yesus berkata: "Inilah tubuh-Ku" dan "Inilah darah-Ku".

Calvin juga mengajarkan, bahwa Kristus sungguh hadir pada perjamuan kudus itu, Kristus sendiri Tuhan yang hidup. Penolakan Luther dan juga Calvin terhadap konsep transubstansiasi membawa era baru terhadap pengenalan ajaran transubstansiasi yang sudah sekian lama diyakini oleh orang-orang Katolik Roma. Sekaligus konsep konsubstansiasi semakin dipahami dan menjadi pegangan bagi orang-orang Protestan.

Zwingli tidak mau mengakui bahwa Kristuslah yang sungguh berfirman dan bertindak dalam berlangsungnya sakramen; ia menganggap sakramen hanya selaku suatu perbuatan yang bersifat lambang, yang dilakukan oleh orang beriman.

Dengan demikian kita bisa menyimpulkan bahwa: ada empat macam konsep tentang sakramen perjamuan kudus sehubungan dengan kehadiran Yesus dalam perjamuan kudus yaitu:

  1. Pandangan tradisional Katolik (transubstansiasi): substansi roti dan anggur secara nyata berubah menjadi tubuh dan darah Yesus dalam perjamuan kudus.
  2. Pandangan Marthin Luther, kelompok Lutheran (konsubstansiasi): tidak ada perubahan molekul menjadi daging dan darah, tetapi tubuh dan darah Yesus "di dalam, bersama-sama dan di bawah tanda" roti dan anggur.
  3. Pandangan Calvin, kelompok Reform: Yesus hadir dalam sakramen perjamuan kudus, tetapi tidak secara fisik/daging, namun secara rohani atau dinamis.
  4. Pandangan Ulrich Zwingly, kelompok Zwinglian: perjamuan kudus mengingatkan kita akan kematian Yesus.

C. Dasar alkitabiah sakramen perjamuan kudus

Sakramen selalu berkaitan dengan "tanda" dan "meterai" perjanjian Allah. Dengan mengadakan sebuah tanda, Allah memberikan jaminan tentang rahmat-Nya. Dalam Alkitab Perjanjian Lama banyak tanda-tanda yang diberikan Allah kepada umatnya sebagai bukti kasih dan rahmat Allah. Pelangi adalah tanda perjanjian antara Allah dengan Nuh (Kej 9:13). Sunat sebagai tanda perjanjian antara Allah dengan Abraham dan keturunannya (Kej 17:11). Darah yang dioleskan di ambang pintu sebagai tanda perlindungan Allah bagi umat Israel, sehingga mereka terhindar dari tulah di Mesir (Kel 12:13). "Pesakh" memberikan tanda perjanjian yang diadakan Allah dengan Israel dalam melepaskan bangsa ini dari perbudakan di tanah Mesir (Ul 16:1).

Ada beberapa kata Yunani yang dipakai dalam Perjanjian Baru untuk perjamuan kudus:

  1. Deipnon Kurianon (the Lord's supper = perjamuan Tuhan, 1 Kor 11:20).
  2. Trapeza Kuriou (the table of the Lord = meja perjamuan Tuhan, 1 Kor 11:21).
  3. Klasis Tou Artou (memecah-mecahkan roti, Kis 20:7 menunjuk kepada suatu peristiwa perjamuan kasih, namun peristiwa ini juga mengarah kepada kegiatan memecah-mecahkan roti sebagaimana diperintahkan Yesus).
  4. Eucharistia (ucapan syukur dan berkat, Mat 26:26-27, Luk 22:14 dan 1 Kor 10:21).

Sakramen perjamuan kudus yang kita lakukan saat ini mengacu pada perjamuan yang diadakan Tuhan Yesus beserta murid-murid-Nya pada malam sebelum Ia disalibkan (Mat 26:26-29, Mrk 14:22-26, Luk 22:19 dan 1 Kor 11:23-26). Penjabaran dari ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Matius 26:26-28

“Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata, Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku. Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: Minumlah, kamu semua, dari cawan ini: Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.”

Dalam ayat di atas diceritakan kejadian ini pada malam Paskah di mana Yesus merayakannya bersama dengan murid-muridnya sebelum Ia disalibkan. Jelas sekali bahwa perjamuan kudus yang Yesus lakukan sangat erat hubungannya dengan kematian Yesus yang melepaskan kita dari belenggu dosa.

Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya. Semua Injil Sinoptik dan tulisan Paulus dalam Korintus menyebutkan urutan yang sama dalam perjamuan kudus. Dilanjutkan dengan perkataan "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku", di sini roti sebagai gambaran dari Tubuh Kristus yang dipecah-pecahkan bagi banyak orang. Jadi bukannya seperti konsep transubstansiasi di mana roti itu setelah didoakan benar-benar berubah menjadi tubuh Kristus. Digunakan kata arton=bread, di sini digunakan roti biasa, roti yang digunakan untuk setiap perayaan Paskah yaitu roti tidak beragi. Roti itu sama sekali tidak ada kekuatan apa-apanya. Jika banyak orang yang salah artikan bahwa roti perjamuan kudus harus disimpan rapat-rapat karena berkhasiat, itu adalah salah.

Untuk kata estio=makan dan ephion=minumlah, ephion jenis katanya aorist dari kata phino, to drink, mengandung pengertian yang dalam saat makanan atau minuman itu menyatu dengan tubuh kita. Ini gambaran yang sempurna dari sakramen perjamuan kudus, di mana saat roti dan anggur itu masuk dalam mulut kita kita menyatu dengan kematian dan karya keselamatan Yesus Kristus.

"Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa."

Banyak teolog setuju bahwa inilah "The New Covenant", di mana perjanjian yang lama antara Allah dengan nenek moyang Israel sewaktu mereka keluar dari Mesir telah mereka ingkari. Dan perjanjian baru ini diberikan kepada semua orang yang percaya akan korban Kristus di kayu salib sebagai jaminan atas pengampunan dosa kita. Cawan lambang murka Allah seharusnya kita terima, tetapi Kristus telah menggantikan dan menanggung seluruh murka Allah atas umat manusia yang percaya kepada-Nya.

2. Markus 14:22-26

Hampir sama bentuk kalimat dan susunan kata yang dipergunakan di Matius, Markus maupun Lukas. Namun penulis tertarik dalam Markus 14:22 digunakan kalimat touto estin soma mou. Perkataan ini mengingatkan kita tentang apa yang dikatakan-Nya pada perjamuan di Betania enam hari sebelumnya, dan mungkin saat Ia mengajar di Kapernaum sebelum perayaan Paskah. Roti yang diberikan (touto) mengidentifikasikan (estin) tubuh-Nya; memakannya berarti mengambil bagian dalam korban yang agung. Jelas sekali bahwa di sini tidak terjadi perubahan substansi dari roti menjadi tubuh jasmaniah. Kata kerja penghubung (esstin) "inilah" mengandung arti "menandakan"; yang menghilangkan gagasan penyamaan. Roti tidak bisa disamakan dan diartikan berubah menjadi tubuh lahiriah. Memakan roti itu berarti kita mengambil bagian dalam korban Kristus di kayu salib. Sekaligus ini menggambarkan kita menyatu dengan karya keselamatan Allah lewat persekutuan dengan Jemaat Allah atau Gereja-Nya. Orang Kristen harus menyatukan dirinya dengan Gereja Tuhan. Melalui sakramen perjamuan kudus arti penyatuan diri itu semakin jelas, karena kita menghayati dan masuk dalam karya keselamatan Allah lewat korban Kristus di kayu salib.

3. Lukas 22:19

"Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya, ‘Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku".

Dari kitab Injil Sinoptik yang lain, hanya Injil Lukas saja yang menulis "do this as rememberance of Me” = perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku. Di sini yang perlu diingat adalah, Yesus memberikan perintah itu supaya kita selalu melakukan sakramen itu sebagai peringatan akan korban Kristus di kayu salib. Orang-orang Israel selalu merayakan Paskah sebagai peringatan akan kelepasan mereka dari tanah perbudakan Mesir. Yesus memberikan pengertian baru, bahwa yang mereka lakukan (perjamuan) adalah sebagai peringatan dan saat untuk merenungkan kembali karya pembebasan Allah atas dosa manusia.

Di sini kita tidak bisa kita mengartikan roti dan anggur secara terpisah. Roti dan anggur jika kita artikan sebagai ‘tanda’ dan lambang dari tubuh dan darah Yesus, maka bolehlah dikatakan bahwa "tubuh dan darah" merupakan satu keseluruhan, yaitu untuk menyatakan Pribadi yang satu itu, yaitu Yesus sendiri, yang mengorbankan diri-Nya (= menyerahkan hidup-Nya sendiri) untuk kepentingan kemanusiaan. Dengan perkataan lain baiklah kita jangan membeda-bedakan antara "tubuh yang dipecah-pecahkan dengan darah yang dicurahkan" karena kedua ungkapan itu merupakan satu kesatuan dan menyatakan kematian Yesus bagi manusia.

Kalau kita simak tulisan Lukas lainnya dalam Kisah Rasul 2:22-36, Lukas selalu mengaitkan kematian Yesus dengan peristiwa kebangkitan-Nya dan pemuliaan-Nya sebagai satu kesatuan pengharapan orang percaya. Dengan demikian saat orang percaya melakukan sakramen perjamuan kudus mereka diberi pengharapan tentang masa depan.

4. 1 Korintus 11:23-26

"Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku! Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku! Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang."

Perkataan "aku terima dari Tuhan" (ayat 23) tidak mengindikasikan Paulus menerima pesan itu langsung dari Tuhan. Informasi ini mungkin ia dapat dari orang lain yang mendengar langsung dari Yesus. Bahkan Donald Guthrie berpendapat, "Ia telah menerima tradisi-tradisi itu dari orang-orang lain, tetapi ia mengakuinya sebagai pernyataan-pernyataan yang otentik tentang apa yang telah diadakan oleh Tuhan Yesus sendiri". Dan yang ditegaskan oleh Paulus, "aku teruskan kepadamu", ia akan meneruskannya kepada mereka. Mengapa hal itu harus diteruskan kepada mereka? Yang dimaksud Paulus adalah ia ingin mengoreksi kebiasaan-kebiasaan yang salah yang dilakukan jemaat Korintus dalam melakukan perjamuan kudus (ayat 21), oleh karena itu tradisi yang benar dari Yesus harus diteruskan kepada mereka.

D. Makna teologis dari sakramen perjamuan kudus

1. Konsep persekutuan dengan Allah dan sesama

Gagasan persekutuan memegang peranan penting dalam tulisan Paulus kepada jemaat Korintus. Paulus menuliskan dalam 1 Kor 10:16 tentang konsep ini sehubungan dengan sakramen perjamuan kudus "Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus?”

Dengan demikian, setiap orang yang mengambil perjamuan kudus berarti menyatukan mereka dengan kematian Yesus Kristus. Kita yang mengambil bagian dalam perjamuan kudus harus mau menjalankan misi keselamatan yang Yesus kerjakan bagi manusia. Melalui pelaksanaan sakramen perjamuan kudus kita dipersatukan dengan Karya Allah melalui korban Yesus di kayu salib.

Kematian Yesus Kristus di kayu salib membawa pembebasan dari setiap belenggu dosa. Iman kepada Yesus melalui karya keselamatan-Nya di kayu salib membawa dampak yang nyata bagi kita. Korban Kristus di kayu salib mampu membebaskan kita dari keterkaitan kita dengan sakit penyakit dan kelemahan tubuh.

Menyatukan iman kita kepada Yesus akan dibuktikan dengan mengaplikasikan kasih Allah kepada jemaat lain di dalam gereja Tuhan. Kasih Allah yang telah kita terima lewat korban Kristus di kayu salib hendaknya kita teruskan kepada orang lain dalam jemaat Tuhan. Dasar kita mengasihi orang lain adalah, karena Allah telah terlebih dahulu mengasihi kita.

2. Konsep peringatan

Dalam 1 Korintus 11:24-25, makan dan minum perjamuan kudus sebagai peringatan akan kematian Yesus. Sama halnya orang-orang Israel selalu merayakan paskah sebagai peringatan atas karya Allah melepaskan mereka dari perbudakan, demikian juga sakramen perjamuan kudus adalah sarana peringatan kita atas karya Allah lewat Yesus Kristus yang telah membebaskan kita dari dosa.

3. Konsep pemberitaan

Sakramen perjamuan kudus merupakan sarana kita memberitakan kematian Kristus kepada banyak orang. Dan pemberitaan itu tidak hanya berhenti sampai sekarang, tetapi kita memberitakan karya Allah sampai Ia datang kembali. Pemberitaan bukan hanya mengarah pada kematian-Nya saja, tetapi juga terhadap pemuliaan-Nya.

4. Konsep pengucapan syukur

Dalam sakramen perjamuan kudus sikap mengucap syukur akan karya Allah menjadi bagian yang harus kita lakukan. Kita mengucap syukur atas perbuatan-perbuatan-Nya.

5. Konsep pengajaran tentang sikap yang benar bagi jemaat dalam menerima perjamuan kudus

Jemaat di Korintus memiliki kebiasaan dan sikap yang salah dalam mengikuti perjamuan kudus. Disini Paulus sedikit keras menegur mereka dengan menekankan pada sikap jemaat agar menghormati karya Allah lewat sakramen perjamuan kudus. Paulus lebih menekankan arti rohani dari perjamuan kudus dengan menganjurkan untuk menghormati jemaat Allah dan menyuruh orang yang lapar agar makan terlebih dahulu di rumah.

6. Penafsiran yang salah dari konteks Yohanes 6:54-56

"Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam Dia."

Ayat ini diucapkan Yesus untuk orang yang belum percaya. Dalam ayat sebelumnya dikisahkan: "Orang banyak, yang masih tinggal di seberang, ...berangkat ke Kapernaum untuk mencari Yesus" (Yoh 6:22-24). Mereka menyusul Yesus dan mendapatkan-Nya di Kapernaum. Jadi ayat di atas kalau kita kaitkan dengan sakramen perjamuan kudus, kurang tepat.

Kalau kita melihat konteks ayat itu, maka kita dapat simpulkan bahwa ayat-ayat tersebut berbicara tentang Yesus yang dikiaskan sebagai Roti Hidup. Ayat-ayat itu tidak bicara tentang perjamuan kudus seperti ayat-ayat lainnya yang sudah dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya. Jadi kalau kita ingin bicara tentang perjamuan kudus dengan menggunakan ayat tersebut maka hal itu tidak tepat. Dalam ayat tersebut Yesus ingin tegaskan bahwa Ia adalah Roti Hidup. Barangsiapa yang percaya kepada-Nya akan memperoleh kehidupan kekal. Bahkan Yesus memberikan gambaran tentang nenek moyang mereka yang telah makan manna di padang gurun. Bukan Musa yang memberikan, tetapi Allah yang menyediakan dan memberi kehidupan selama mereka di padang gurun. Yesuslah sebenarnya manna atau Roti Hidup itu, sehingga setiap orang yang percaya kepada-Nya akan memperoleh kehidupan kekal.

E. Kesimpulan

Kita menolak konsep Transubstansiasi (perubahan substansi roti dan anggur) karena tidak alkitabiah. Konsep ini akan mengarahkan pemahaman jemaat menjadi keliru, di mana mereka akan memagiskan roti dan anggur. Akan terjadi kemungkinan bahwa jemaat berbondong-bondong datang mengikuti perjamuan kudus dengan motivasi yang keliru, yaitu mereka hanya ingin mendapatkan roti dan anggur yang berkhasiat. Hal ini sangat bertentangan dengan isi Alkitab.

Konsep Zwingli tentang perjamuan kudus yang merupakan lambang peringatan, perlu diperjelas dan diperdalam lagi pengertiannya; karena kita meyakini bahwa Yesus mampu hadir saat ini (omnipresent). Kalau sakramen perjamuan kudus hanya sekadar peringatan biasa, maka orang yang menghadirinya akan cenderung meremehkan nilai dari perjamuan kudus itu. Konsep persekutuan dengan Allah dan sesama harus ditonjolkan lagi, sehingga kita akan lebih menghormati nilai dari perjamuan kudus.

Kita menerima konsep Konsubstansiasi dan konsep Calvin dalam arti Kristus hadir secara rohani dalam perjamuan kudus itu, kehadiran-Nya bersama-sama dan di bawah tanda roti dan anggur yang kita terima.

Memahami makna dari sakramen perjamuan kudus akan membawa kita kepada sikap yang benar dalam mengikuti sakramen perjamuan kudus. Perjamuan Kudus mengandung konsep persekutuan kita dengan Allah dan sesama. Dalam perjamuan kudus kita memperingati karya penebusan Yesus bagi setiap orang percaya; perjamuan kudus merupakan sarana pemberitaan karya Yesus bagi banyak orang; perjamuan kudus mengajarkan kita untuk selalu mengucap syukur akan karya keselamatan Allah; perjamuan kudus hendaknya dilakukan dengan sikap yang benar; dan sakramen perjamuan kudus memberikan tanggung jawab kepada setiap anak Tuhan untuk memiliki gaya hidup yang benar dan tetap menjaga kesucian.

Kesembuhan bisa terjadi sewaktu orang mengambil bagian dalam perjamuan kudus, tetapi bukan roti dan anggur yang menyembuhkan, melainkan iman orang tersebut kepada Yesus lewat kematian-Nya di kayu salib. Allah mampu menyembuhkan orang sakit dengan berbagai macam cara. Kita dapat melihat dari apa yang Yesus lakukan dalam pelayanan-Nya. Suatu kali Yesus menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dengan mengoleskan tanah ke matanya, Yesus dalam suatu pelayanan berhasil menyembuhkan orang yang lumpuh dengan menumpangkan tangan kepadanya. Seorang wanita yang pendarahan selama 12 tahun sembuh dengan menjamah jubah Yesus, tetapi terkadang Yesus hanya berfirman (mengucapkan kata) maka sembuhlah orang yang sakit itu. Allah sangat kaya cara (metode) dalam menyembuhkan anak-anak-Nya. Allah pun mampu menyembuhkan kita lewat suatu sakramen perjamuan kudus, tetapi janganlah kita beranggapan bahwa hanya lewat perjamuan kuduslah penyakit kita dapat disembuhkan.

Sakramen perjamuan kudus sebagai salah satu alat anugerah Allah bagi kita. Dengan perjamuan kudus maka anugerah dan karya Allah lewat korban Yesus di kayu salib akan lebih kita kenang dan hayati, sehingga pengaktualisasian iman kita kepada Allah akan lebih berarti.

Kita tidak boleh menyepelekan sakramen perjamuan kudus karena Perjamuan Kudus adalah suatu kegiatan yang sakral (suci), tetapi kita juga jangan memagiskan roti dan anggur karena benda-benda itu hanyalah sebagai lambang dari sebuah sakramen.

Lihat pula