Allah (Pengajaran Dasar GBI)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari

Allah yang Maha Esa itulah Allah Tritunggal yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus, tiga pribadi di dalam Satu.

A. Keberadaan Allah

Jika membicarakan tentang Allah, maka pertanyaan pertama yang muncul adalah apakah Allah itu ada? Ada golongan yang menyangkal bahwa Allah itu ada, yakni golongan atheis. Golongan ateis sebenarnya terbagi dua: ateisme teoritis dan ateisme praktis.

Ateisme teoritis: menyangkal adanya Allah berdasarkan argumentasi-argumentasi rasional.

Ateisme praktis: menyangkal adanya Allah di dalam praktek perbuatan hidup mereka. Mereka hidup seolah-olah Allah tidak ada (hidup tanpa Allah, Maz 10:4, 14:1, Ef 2:12).

Guna menangkis serangan dari pihak ateisme tadi maka di pihak lain ada pula orang-orang yang berusaha membuktikan adanya Allah dengan menggunakan argumentasi-argumentasi rasional.

1. Argumentasi kosmologis (sebab-akibat)

Segala sesuatu yang ada di dunia ini pasti ada sebab-sebabnya atau ada asal mulanya. Tuhan dianggap sebagai sebab yang pertama. Kelemahan pandangan ini: bila segala sesuatu ada sebabnya tentu Tuhan juga ada sebabnya.

2. Argumentasi teologis

Oleh karena di dalam alam semesta ini ada suatu keteraturan (planet-planet tidak bertabrakan dsb.), maka sudah pasti ada yang mengaturnya, yakni Tuhan. Kelemahan pandangan ini:

  • Masih belum dapat dibuktikan bahwa Tuhan-lah yang mengaturnya.
  • Bagaimana dengan adanya kejahatan di dunia ini yang menyebabkan dunia menjadi kacau?

3. Argumentasi ontologis

Di dalam diri tiap orang terdapat kesadaran tentang Allah, karena Allah pasti ada.

Kelemahannya: apa yang dipikirkan oleh manusia belum tentu ada. Contoh: tokoh "Semar" dalam dunia pewayangan yang sebenarnya tidak pernah ada (walaupun banyak orang mempunyai pikiran/gambaran tentang Semar).

4. Argumentasi moral

Di dalam diri tiap manusia terdapat kesadaran moral (tahu membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik). Dari mana datangnya kesadaran itu? Tentu dari Tuhan.

Kelemahannya: anggapan tentang norma-norma yang baik dan buruk tidak selalu sama untuk setiap masyarakat bangsa.

Bagaimana pandangan Alkitab sendiri tentang keberadaan Allah tadi? Alkitab sebenarnya tidak pernah berusaha untuk membuktikan bahwa Allah itu ada. Alkitab bertitik tolak penuh dari suatu keyakinan bahwa Allah itu benar-benar ada (Kej 1:1, Ibr 11:6). Alkitab bukan buku filsafat yang hendak mencoba membuktikan adanya Allah dengan argumentasi-argumentasi rasional. Keyakinan bahwa Allah itu benar-benar ada didasarkan atas perbuatan-perbuatan-Nya yang dinyatakan dalam sejarah; ini yang kemudian disambut dengan iman.

B. Sifat-sifat Allah

Adalah penting sekali untuk kita mempelajari tentang sifat-sifat Allah, sebab hal itu akan mempengaruhi pandangan/sikap hidup kita terhadap-Nya. Contoh: bangsa Israel tidak mau bergerak maju ke Kanaan karena mereka rupanya mempunyai suatu pandangan yang keliru tentang Allah (Ul 1:26-27). Karena itulah maka dibutuhkan pengenalan tentang sifat-sifat-Nya.

Sifat-sifat Allah ini bukanlah sesuatu hal yang bersifat spekulatif (Alkitab tidak pernah berspekulasi tentang Allah), melainkan benar-benar merupakan suatu hal yang konkrit (karena merupakan pengalaman nyata yang dirasakan oleh umat sendiri).

Tegasnya, sifat-sifat Allah bukanlah hasil proyeksi pemikiran kita tentang Allah. Sifat-sifat Allah tersebut dapat kita bagi dalam 2 golongan. Pertama, sifat-sifat Allah di dalam kebesaran-Nya (attributes of greatness); dan kedua, sifat-sifat Allah di dalam kebaikan-Nya (attributes of goodness).

1. Sifat-Sifat Allah di dalam kebesaran-Nya

  1. Allah sebagai roh
  2. Allah bukanlah sesuatu yang bersifat fisik (Yoh 4:24, 1 Tim 1:17, 6:15-16). Karena Allah adalah roh maka la tidak terikat pada tempat (Yoh 4:21, Kis 17:24). Gambaran-gambaran dalam Alkitab bahwa Allah sepertinya mempunyai tangan, mata, dsb. adalah merupakan ungkapan bahasa antropomorphisme. Demikian pula bila dalam PL Allah menampakkan diri sebagai manusia, maka itu adalah merupakan bentuk theophani (penampakan diri Allah yang bersifat sementara, Luk 24:39). Doktrin Alkitab tentang Allah sebagai roh sekaligus merupakan sanggahan terhadap praktek- praktek pemujaan berhala/alam. Sebagai roh, maka Allah tidak dapat digambarkan dengan obyek-obyek yang dapat dilihat secara fisik.

  3. Allah sebagai pribadi
  4. Sebagai pribadi maka Allah mempunyai perasaan, kehendak, kesadaran, dapat memilih ataupun berhubungan dengan pribadi yang lain (=manusia). Bahwa Allah merupakan pribadi ditegaskan dalam Alkitab melalui beberapa hal: Allah mempunyai nama (misalnya Yahwe, Elohim). Nama Allah tersebut bukanlah sekadar menunjukkan identitas diri tetapi juga sebagai alamat untuk pemujaan/penyembahan (Kej 4:26, 12:8). Dan nama itu harus pula dihormati (Kej 20:7). Allah dapat mengenal/berhubungan dengan manusia (Kej 3).

    Sebagai pribadi maka Allah bukanlah mesin/komputer yang dengan otomatis akan menuruti segala apa yang kita minta/butuhkan. Allah harus kita dekati sebagai pribadi dan bukan sebagai obyek. la bukanlah sesuatu yang dapat kita peralat atau sesuatu yang dapat kita manipulasi.

    Allah merupakan tujuan yang berakhir di dalam diri-Nya, dan bukan alat untuk mencapai tujuan. Allah juga mempunyai arti yang sangat besar dalam hidup kita, bukan semata-mata atas apa yang telah la buat terhadap kita, melainkan atas apa yang sesungguhnya la sendiri ada di dalam diri-Nya.

  5. Allah sebagai Allah yang hidup
  6. Allah mempunyai hidup bukan dari luar diri-Nya melainkan dari dalam diri-Nya sendiri (Yoh 5:26). Bandingkan pula dengan Kej 1:1 (sebelum segala sesuatu ada, la sudah ada). Semua yang hidup di dalam alam semesta ini memerlukan faktor-faktor yang dapat menunjang untuk hidup (udara, air, ozon, dll.). Tetapi Allah sebagai Allah yang hidup sama sekali tidak membutuhkan faktor-faktor penunjang apapun (baca Kis 17:24-25).

    Walaupun Allah yang hidup itu adalah Allah yang independen namun tidak berarti la bersikap masa bodoh. Allah justru mau berhubungan dengan manusia, bukan karena la membutuhkan manusia melainkan karena la mengasihi manusia. Tanpa manusia Allah sama sekali tidak terganggu atau terpengaruh sedikitpun. Tetapi betapa malangnya manusia apabila ia hidup tanpa Allah!

    Manusia selalu hidup di dalam kebergantungan. Manusia hidup kalau (if) ada air, udara, makanan dan seterusnya namun tidak demikian halnya dengan Allah. Bagi Allah tidak berlaku kata "kalau" (if).

  7. Allah tidak terbatas
  8. Di dalam hidup ini ada hal-hal yang nampaknya terbatas, namun akhirnya diketahui terbatas juga (air, minyak bumi, dll.). Tidak demikian halnya dengan Allah.

    Ketidakterbatasan Allah dapat dilihat dari beberapa sudut: ruang/tempat, waktu, pengetahuan, kekuasaan:

    1. Allah tidak terbatas oleh ruang/tempat (omnipresent = Mahahadir).
    2. Tidak ada satu ruang/tempat pun yang di mana Allah tidak dapat dihampiri, atau manusia dapat menyembunyikan diri dari hadirat-Nya. Bandingkan sindiran Elia kepada nabi-nabi Baal (1 Raj 18:27). Lebih jauh lagi, hal ini berarti di tempat di mana kita tidak mengalami berkat Tuhan bukan berarti Tuhan tidak ada di sana.

    3. Allah tidak terbatas oleh waktu (Mahakekal).
    4. Allah sudah ada sebelum waktu ada dan akan tetap terus ada sekalipun waktu tidak ada lagi (Maz 90:1-2). Hal ini pulalah yang hendak diungkapkan dalam Yes 44:6, Why 1:8. Karena Allah tidak dapat dibatasi oleh waktu maka tidak ada perubahan atau perkembangan pada diri Allah sebagaimana layaknya manusia.

    5. Allah tidak terbatas pengetahuan-Nya (omniscience = Mahatahu).
    6. Lihat Mat 10:29-30, Ibr 4:13. Sebenarnya Allah bukan saja Mahatahu tetapi juga Maha Bijaksana (Maz 147:5). Allah bertindak bukan saja berdasarkan pengetahuan-Nya yang sempurna, tetapi juga berdasarkan nilai-nilai yang benar/baik (Rom 11:33, Maz 104:24). Ini berbeda sekali dengan manusia.

      Manusia bukan saja sering bertindak berdasarkan pengetahuannya yang terbatas, tetapi juga berdasarkan nilai-nilai yang tidak benar/tidak baik. Karena Allah itu Mahatahu dan Maha Bijaksana maka la tidak perlu mengoreksi/merevisi keputusan- keputusan-Nya.

    7. Allah tidak terbatas kekuasaan-Nya (omnipotent = Mahakuasa).
    8. Nama El-Shaddai hendak menunjukkan hal ini (Kej 17:1, 18:14). Kekuasaan Allah tersebut nyata atas alam (Mk 4:35-41), sejarah (Amos 9:7), hidup manusia; Allah mampu mengubah watak hidup manusia (Mat 19:26). Sekalipun Allah Mahakuasa, la tidak dapat melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kodrat keilahian- Nya, misalnya berdusta atau melupakan janji-janji-Nya.

    9. Allah tidak berubah (Maz 102:26-28, Maz 33:11, Yak 1:17).
    10. Allah tidak berubah baik secara kuantitas maupun kualitas. Tidak berubah secara kuantitas maksudnya tidak ada pertambahan atau pengurangan di dalam diri Allah (karena Allah sudah sempurna). Tidak berubah secara kualitas maksudnya tidak ada perubahan dalam kodrat keilahian-Nya (pikiran-Nya, sifat-sifat-Nya, janji- janji-Nya, Bil 23:19).

      Bagaimana dengan ayat-ayat yang mengatakan bahwa "Allah menyesal"? ( Kej 6:6, I Sam 15: 10).

      • Pertama-tama hal itu harus dilihat sebagai bahasa antropopathisme yang jelas tidak bisa diartikan secara harafiah. Ini terbukti dalam I Sam 15 di mana pada pasal yang sama pula dikatakan bahwa Allah tidak tahu menyesal (ayat 29).
      • Apa yang sepertinya merupakan perubahan tidak lain hanya merupakan tahap yang baru dari pelaksanaan rencana Allah. Misalnya pemberian keselamatan kepada bangsa kafir (yang pada mulanya diberikan kepada bangsa Israel).
      • Apa yang sepertinya merupakan perubahan tidak lain daripada perubahan orientasi Allah di dalam melaksanakan rencana-Nya (karena manusianya berubah). Misalnya dalam kasus Saul yang akhirnya tidak lagi taat kepada Tuhan.

2. Sifat-sifat Allah di dalam kebaikan-Nya

  1. Suci/Kudus
  2. Kata “kudus” berasal dari kata Ibrani 'quadash' dan kata Yunani 'hagiazo' yang artinya “memisahkan”. Kesucian Allah mengandung dua pengertian:

    1. Ada perbedaan yang mutlak dan tajam antara Allah dan ciptaan- Nya. Allah adalah Allah yang transenden, jauh mengatasi manusia (Band. Kel 15:11, I Sam 2:2).
    2. Allah adalah Allah yang terpisah dari segala dosa/kejahatan. Allah tidak dapat bersatu atau berkompromi dengan dosa (Band. Hab 1:13). Kesucian Allah ini membangkitkan kesadaran manusia akan dosa-dosanya (Yes 6:3-5), dan seharusnya mendorong kita untuk terus berusaha hidup di dalam kesucian guna menuju kepada kesempurnaan (lm 11:44-45, Mat 5:48).
  3. Adil
  4. Kesucian Allah berhubungan erat dengan keadilan-Nya. Karena Ia adalah Allah yang adil maka Ia harus menghukum dosa. Keadilan Allah ini sebenarnya nyata sekali di dalam kematian Kristus.

    Karena Allah adalah Allah yang adil, maka Ia tidak memandang muka/pilih kasih. Itu sebabnya Ia mengecam para hakim yang tidak adil (Amos 5:12). Perhatikan pula nasehat Yakobus dalam suratnya (Yak 2:1-13). Pertanyaan yang muncul adalah: kalau Allah itu adil mengapa di dalam dunia ini kita masih melihat adanya kejahatan atau orang benar yang kadang-kadang hidupnya menderita?

  5. Benar
  6. Artinya segala hukum-Nya/keputusan-Nya adalah sempurna (Maz-19:89). Dan Ia juga akan bertindak sesuai dengan hukum-hukum-Nya tersebut (Kej 18:25, Yer 9:24). Karena Allah itu benar maka tidak usah ada keraguan di dalam diri kita terhadap kehendak-Nya/keputusan-Nya.

  7. Kasih
  8. Ini merupakan sifat Allah yang sangat menonjol sekali. Menurut I Yoh 4:8 Allah itu sendiri adalah kasih. Kasih Allah tersebut adalah kasih agape, yakni kasih yang tidak mementingkan diri sendiri, kasih yang rela berkorban, kasih yang tidak menuntut balas jasa. Kasih Allah ini nyata bukan saja di dalam pemeliharaan-Nya terhadap dunia ini, tetapi juga khususnya di dalam karya penebusan-Nya sebagaimana yang kita lihat di dalam kematian Kristus (Yoh 3:16).

3. Allah di dalam karya-Nya sebagai Pencipta, Pemelihara, dan Pemimpin sejarah dunia.

  1. Sebagai Pencipta
  2. Alkitab diawali dengan suatu kisah tentang penciptaan alam semesta dan segala isinya (Kej 1-3). Berita yang hendak disampaikan adalah:

    1. Alam semesta dan segala isinya tidaklah terjadi dengan sendirinya (atau secara kebetulan saja), melainkan karena Tuhan yang telah menciptakannya. Juga hendak ditunjukkan bahwa alam semesta dengan segala isinya bukanlah merupakan hasil pertarungan para dewa seperti yang diajarkan dalam agama-agama kuno di sekitar Israel, melainkan buah karya Tuhan sendiri dengan Firman-Nya yang berkuasa (bdk. Rom 11:36a).
    2. Tuhan sajalah satu-satunya yang berkuasa (yang transenden), sedangkan manusia dan makhluk-makhluk lainnya hanyalah merupakan ciptaan-Nya belaka yang harus sujud menyembah Dia. Tegasnya, manusia dan alam ini bukanlah makhluk yang harus disembah. Ada garis pemisah yang tajam sekali antara Khalik dan makhluk (yang mana tidak nampak dalam agama-agama politeisme).
    3. Tuhan menciptakan dunia dan segala isinya ini baik adanya. Bila kemudian dunia ini menjadi tidak baik, maka hal itu disebabkan oleh karena dosa.

    4. Tujuan Tuhan menciptakan dunia adalah untuk kemuliaan nama-Nya (Maz 19:2, Rom 11:36b).
  3. Sebagai Pemelihara
  4. Setelah menciptakan dunia, Allah masih tetap terus memeliharanya sekalipun dosa sudah masuk ke dalam dunia. Tuhan bukan seperti pembuat arloji yang setelah selesai membuat arloji tersebut lantas membiarkannya jalan sendiri (Neh 9:6, Maz 36:7b dalam versi terjemahan KJV: Kaupelihara), Kis 17:28, Yoh 5:17, Mat 5:45).

    Pertanyaan yang muncul sekarang adalah: apakah dengan pemeliharaan Allah tersebut berarti orang-orang beriman akan terhindar dari kesusahan/penderitaan?

  5. Sebagai Pemimpin
  6. Allah tidak hanya memelihara tetapi juga sekaligus mengarahkan/memimpin sejarah dunia ini sesuai dengan rencana dan maksud-Nya yang agung dan mulia. Dengan jelas sekali PL menggambarkan jatuh bangunnya bangsa-bangsa terkait secara langsung ataupun tidak langsung dengan campur tangan Allah sendiri (Hak 3:1, Yes 10:5, 45:1, Ez 1). Tuhan menggunakan bangsa-bangsa lain untuk melaksanakan rencana-Nya terhadap Israel walaupun hal itu kadang-kadang sulit dimengerti seperti yang diungkapkan dalam Hab 1:12-13. Dalam PB kita melihat pula bagaimana Tuhan menggunakan kejahatan manusia terhadap Yesus sebagai cara untuk mewujudkan keselamatan bagi seluruh umat manusia.

C. Allah Tritunggal

Siapakah dan bagaimanakah Allah itu? Ini merupakan pertanyaan yang sulit, sebab manusia tidak mungkin dapat mengenal Allah. Manusia hanya dapat mengenal Allah apabila Allah sendiri yang menyatakan diri-Nya kepada manusia.

Dan Allah memang telah menyatakan diri-Nya kepada manusia sebagai Allah yang Tritunggal (tiga Pribadi, tetapi ketiganya itu adalah satu: Bapa, Anak, Roh). Fakta-fakta di dalam Alkitab: Kej 1:26, 1:2, 6:3, 3:16-17, Yoh 14:16-17, Mat 28:19, II Kor 13:13, Ef 2:18, 3:2-5, 6:4-6, I Pet 1:2, I Yoh 5:4-7, Yun 20:21.

Kepercayaan gereja Kristen terhadap Allah Tritunggal ini ternyata banyak sekali mendapat serangan dari Islam, Yahudi dan Saksi Yehovah . Agama Kristen dicap sebagai agama politeisme politeisme/triteisme. Bagaimanakah doktrin tersebut dapat kita pahami di dalam keterbatasan kita?

Pertama-tama Alkitab dengan jelas dan lugas menyatakan bahwa Allah itu Esa adanya (Ul 6:4, I Kor 8:4, Gal 3:20, Ef 4:6, I Tim 2:5). Tegasnya agama Kristen adalah agama monoteisme! Namun Allah yang Esa tadi telah menyatakan diri-Nya kepada manusia di dalam "3 cara berada" yaitu sebagai Bapa, Anak, dan Roh. Ketiganya adalah Allah juga, namun bukan berarti ada 3 Allah. Sebagai ilustrasi sederhana: Segitiga. Segitiga selalu terdiri dari 3 sudut, namun tidak berarti segitiganya ada tiga. Satu segitiga tetapi tiga sudut dan sebaliknya. Allah memang hanya dapat dikenal melalui ketiga cara berada tadi. Di luar itu kita sama sekali tidak dapat mengenal Allah sebagai Allah yang sejati/sesungguhnya.

Arti Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus

  • Allah Bapa: Adalah Allah yang bersemayam di atas kita. Allah yang dari pada-Nya bersumber segala sesuatu (I Kor 8:6). Tegasnya, Allah yang utamanya adalah sebagai Pencipta/Pemelihara (band Mat 6:25-27).
  • Allah Anak: Adalah Allah yang tinggal beserta kita (Immanuel, Mat 1:23). Allah tidak hanya bersemayam jauh di atas kita, tetapi juga mau tinggal dekat bersama manusia; dan itulah yang telah dilakukan-Nya melalui kedatangan Kristus ke dunia ini. Tujuannya adalah untuk menyelamatkan/mendamaikan manusia yang sudah jatuh dalam dosa. Jadi Allah Anak adalah Allah yang utamanya sebagai Penyelamat/Pendamai (II Kor 5:17-19).
  • Allah Roh Kudus: Adalah Allah yang diam di dalam kita dan bekerja di hati kita (I Kor 3:16). Allah tidak hanya tinggal bersama manusia jaman dahulu saja (di dalam diri Kristus yang terbatas hanya di Palestina), tetapi juga terus hadir di dalam Roh-Nya. Oleh Roh-Nya inilah manusia dimungkinkan untuk percaya/bertobat pada Kristus, sehingga ia dibebaskan dari belenggu dosanya. Maka Allah Roh Kudus adalah Allah yang utamanya sebagai Pembebas (Rom 8:1-2).

Ajaran tentang Allah Tritunggal ini memang sulit dipahami sedalam-dalamnya. Tetapi tujuannya bukanlah untuk memuaskan rasio kita melainkan untuk menyatakan, menegaskan, meneguhkan dan membuktikan bahwa keselamatan kita dari awal sampai akhir semata-mata adalah pekerjaan Allah Tritunggal saja. Marthin Luther tepat sekali ketika ia mengatakan bahwa, “Allah hanya dapat kita kenal melalui Kristus. Tanpa Kristus kita hanya mengenal Allah sebagai Allah yang jauh dan menakutkan. Tetapi tentang Yesus ini kita hanya dapat mengenalnya melalui Roh Kudus saja!”