Orang yang miskin hatinya (KOM 210.1.1)

Dari GBI Danau Bogor Raya
< KOM‎ | KOM 200
Lompat ke: navigasi, cari

Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga."

Matius 5:3

Secara teologis, "8 ucapan berbahagia" dapat dianggap sebagai konstitusi baru dari Kerajaan Allah. Ketika Allah untuk pertama kalinya memperkenalkan kerajaan-Nya di Gunung Sinai, Dia memperkenalkan Hukum-hukum Kerajaan-Nya supaya kehidupan bangsa Israel berbeda dengan bangsa-bangsa lainnya. Ada keteraturan dan pengaturan yang spesifik bagi bangsa Israel. Kemudian kita masuk ke dalam Perjanjian Baru, di mana Tuhan Yesus memperkenalkan “satu lompatan paradigma”; yaitu Hukum-hukum Kerajaan Allah yang diperbaharui.

Khotbah di bukit adalah manifesto dari Kerajaan Allah bagi setiap orang yang dipenuhi oleh Roh-Nya.

  • Di dalam Perjanjian Lama, intinya Allah menetapkan; kalau Israel menaati seluruh Hukum-hukum Taurat maka mereka akan diberkati. Ketetapan itu meliputi ketaatan-ketaatan di dalam area ‘physical action’ yang ditimpali dengan berkat-berkat fisik pula.
  • Di dalam Perjanjian Baru, Yesus mengajarkan sikap-sikap hati yang kalau kita letakkan di dalam hidup kita maka kita akan menjadi orang yang berbahagia, diberkati dalam arti yang sesungguhnya.

Hal inilah yang dipahami oleh Rasul Paulus, seperti yang dinyatakan dalam 1 Korintus 15:46 di mana: “yang mula-mula datang adalah yang alamiah, kemudian barulah datang yang rohaniah.

Pada kenyataannya, semua dari kita pasti sepakat bahwa pengertian bahagia itu bukanlah karena kita memiliki “Delapan Kebahagiaan” dalam hidup kita. Kekristenan pada kenyataannya juga meliputi berkat-berkat yang merupakan janji Allah kalau kita menaati firman-Nya. Tetapi tentu kita harus dapat membedakan dan memisahkan antara berkat materi dengan berkat dalam arti kebahagiaan batiniah. Kata blessed arti literalnya adalah ‘diberkati’. Kata ‘diberkati di sini meliputi sesuatu yang lebih berharga/luhur daripada kata ’bahagia’. Karakter seorang Kristen dimulai dari sini. Ini adalah kunci kepada kebahagiaan sejati yang Yesus ajarkan.

Yang diberkati” - “makarios” secara sederhana berarti “bahagia”.

Tetapi para sarjana Yunani dapat menceritakan kepada kita bahwa “bahagia” adalah istilah yang terlalu halus untuk menyatakan suatu kekuatan yang ingin Yesus nyatakan, karena kata yang lebih tepat adalah “yang diberkati”.

Sebenarnya adalah tentang orang yang menerima perkenanan Tuhan pada sisi lahiriahnya, dan keselarasan jiwa di dalam hati, ketika mereka menyadari arti kebahagiaan yang sebenarnya. Ini bukanlah tentang apakah kita miskin atau kaya. Ada banyak orang kaya yang tidak bahagia dan sebaliknya ada orang lemah/miskin yang bahagia. Jika kita mencari kebahagiaan yang ditawarkan oleh dunia fana ini, kita akan dikecewakan.

Makna “miskin di hadapan Allah”

  1. Konsep tentang ‘miskin’ dan ‘diberkati’
    1. Pengertian yang salah:
      • Yang diberkati adalah mereka yang mempunyai ratusan miliar rupiah di dalam deposito jangka panjang.
      • Yang diberkati adalah mereka yang bisnisnya sedang meraih sukses.
      • Yang diberkati adalah mereka yang mendapat promosi jabatan.
      • Yang miskin ialah mereka yang tidak punya sesuatupun untuk dibanggakan.

    2. Pengertian yang benar:
      • Miskin di sini sama sekali bukanlah berarti tidak memiliki apa-apa, baik kekayaan atau kepemilikan material.
      • Diberkati adalah sebuah kondisi yang berakar dari alam sorgawi, di mana orang percaya mengalami penghiburan dari Tuhan, menerima kemurahan hati Tuhan, dan lain-lain. Bukanlah semata-mata kesejahteraan materi dan kebahagiaan emosional, yang menjadi fokus manusia modern.

  2. Tanpa Tuhan, secara spiritual kita miskin
    • Ketika mata rohani kita terbuka, kita menyadari kegelapan hati kita yang terpisah dari rahmat-Nya.
    • Menyadari betapa egoisnya diri kita karena satu-satunya orang yang benar-benar aku perhatikan adalah AKU! Sebab itu kita merendahkan hati dan diri kita di hadapan-Nya, dan mengakui keegoisan dan kesombongan kita.

  3. Kesadaran tentang siapa kita di hadapan Allah
    • Tidak terobsesi untuk membuktikan sesuatu
    • Tidak khawatir kehilangan sesuatu
    • Tidak perlu menyembunyikan sesuatu
    Kita sadar bahwa kita ada hanya oleh anugerah Allah.

Tiga level kemiskinan

  1. Seperti seorang pekerja harian
  2. Kata Yunani nya ‘miskin’ adalah: “pena”, digunakan menjelaskan tentang orang yang sedemikian miskinnya, sehingga harus bekerja setiap hari untuk kehidupan sehari itu.

  3. Seperti seorang pengemis
  4. Kata Yunani lainnya untuk ‘miskin’ adalah ‘ptochos’ yang digunakan untuk menjelaskan tentang orang yang sedemikian miskinnya sehingga harus meminta-minta.

  5. Seperti seorang yang bangkrut
  6. Kata miskin dihadapan Allah’ mengandung makna seperti orang yang bangkrut sehingga seumur hidupnya tidak mampu membayar hutangnya. Hal ini berbicara tentang pengorbanan Kristus di Kayu Salib yang membuat kita berhutang yang secara permanen tidak bisa kita lunasi.

Gaya hidup seorang yang miskin hati

  1. 1 Tes 5:16; 1 Tim 6:6 Mengucap syukur
  2. Bersyukur untuk segala hal yang Tuhan telah berikan dalam hidup kita dan tidak berkeluh kesah tentang apa yang belum Ia berikan. Bersyukur untuk setiap hal kecil yang dianugerahkan pada kita, dan tidak merasa iri kepada mereka yang kelihatannya lebih berhasil daripada kita.

  3. Flp 3:10; Kol 3:1-4 Hidup buat Tuhan
  4. Mengarahkan fokus hati kita kepada kekekalan yang akan kita alami kelak, yaitu kemuliaan yang Tuhan sediakan bagi kita yang percaya pada-Nya.

  5. 2 Kor 8:9; Yak 4:13-16 Kerendahan hati
  6. Berjalan dalam kerendahan hati dan hati yang hancur karena sesungguhnya kita sebenarnya tidak punya apa-apa, tetapi sekarang dalam Kristus, kita punya segalanya!

Refleksi

Pernahkah kita merenungkan tentang hal-hal apa saja yang bisa menyenangkan hati kita

“The more a humble a man is in himself, the more obedience toward God, the wiser will he be in all things, and the more shall his soul be at peace.”

— Thomas A. Kempis

Sumber

  • Abraham Lalamentik dan Tim (September 2022). "210.1.1 Orang yang miskin hatinya". Editor Robbyanto Tenggala. The Servant (edisi ke-3 (ebook)). Jakarta: GBI Jalan Gatot Subroto. ISBN 978-979-3571-17-1.