LGBTI (Pastoral Care Handbook)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari

Gaya hidup LGBTI (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Intersex) pada era modern ini menjadi suatu fakta yang memerlukan perhatian khusus.

A. Introduksi

Gaya hidup LGBTI (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Intersex) pada era modern ini menjadi sesuatu yang harus diperhatikan oleh Gereja. Kekuatan jaringan informasi, entertainment dan internet membuat gaya hidup yang sebelumnya "minoritas" ini kini menjadi sesuatu tren yang kuat yang merebak di seluruh lapisan generasi. Fakta ini hendaknya menjadi perhatian yang khusus dari para Pelayan Jemaat karena ini adalah sesuatu yang tidak terhindari dan bisa berada di dalam Gereja.

Homoseksualitas (ketertarikan pada sesama jenis kelamin) berasal dari kata latin "homo" yang artinya sama atau manusia, dan "sexus" yang artinya seks atau jenis kelamin. Ketika kita berbicara mengenai homoseksualitas, maka ada dua jenis yaitu gay (pria) dan lesbian (wanita). Sekarang menjadi lebih kompleks lagi dengan munculnya bisexual (tertarik secara seksual baik kepada pria dan wanita), transgender (pria atau wanita tetapi gaya hidupnya seperti lawan jenisnya), dan intersex (tertarik secara seksual bukan hanya kepada manusia).

Sejarah mencatat bahwa gaya hidup seksualitas yang menyimpang sudah ada sejak zaman dahulu kala, bahkan beberapa diantaranya tidak dilarang oleh agama-agama pada zaman itu. Barulah ketika kekristenan merebak dan kedewasaan rohani ditingkatkan olehnya, LGBTI di mengerti sebagai sesuatu penyimpangan.

Beberapa kemungkinan penyebab orang-orang menjadi LGBTI:

  • Latar belakang keluarga; ayah yang dominan atau ibu yang dominan di dalam mendidik anak dalam keluarga.
  • Sexual abuse (pelecehan seksual) di masa kecil.
  • Pengaruh lingkungan pergaulan.
  • Trauma event di masa lalu.

B. Dasar Firman Tuhan

C. Tindakan pelayanan

Mengatasi LGBTI haruslah dengan paradigma Kasih Kristus, yaitu mengasihi semua orang yang berdosa dan mengoreksi/membimbing mereka agar hidup sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.

  1. Tetaplah tenang.
  2. Ketika seorang anggota keluarga kita mengakui bahwa kehidupan seksualnya (sudah dilakukan atau belum) adalah LGBTI, tetaplah tenang. Tidak usah panik atau menunjukkan emosional yang meledak, marah dan kekecewaan yang besar. Ingatlah bahwa ini bukan mengenai diri kita, melainkan mengenai dia dan TUHAN dalam kehidupan dia.

  3. Komunikasikan Kasih.
  4. Ingatlah, bahwa kita mengasihi orangnya dan bukan gaya hidup/dosanya. Jangan menolak orangnya atau sampai memberikan kata-kata yang memaki/terlalu keras sehingga malah kita bisa kehilangan dia. Dengan kasih dan doa, nyatakan kasih Saudara kepada dia. Doa menjadi penting. Doakan juga untuk pemutusan atas roh LGBTI.

  5. Nyatakan Kasih Kristus.
  6. Kebanyakan orang akan segera berkonfrontasi dengan mereka yang terbuka dengan LGBTI. Kemarahan menutupi kasih yang seharusnya lebih dinyatakan. Kasih Kristus bukanlah membenarkan dosa, tetapi menebus dosa dan membawa pembaharuan dalam hidup setiap orang yang menerima- Nya. LGBTI adalah dosa dan karenanya harus ditebus dengan Kasih Kristus. Ketika seseorang bertobat kepada Yesus dan berbalik dari jalannya yang jahat, TUHAN pasti akan memberi kekuatan dan memperbaharui hidupnya. Lakukanlah pelayanan "lahir baru" kepada dia.

  7. Berikan pengharapan untuk perubahan.
  8. Seseorang yang telah menyerahkan dirinya kepada Kristus, tidak lepas dari godaan untuk kembali ke jalan hidupnya yang lama. Hal yang sama dengan mereka yang LGBTI. Kuncinya adalah berjalan di dalam kebenaran Firman Tuhan, hidup dalam Kasih-Nya dan berada di tengah- tengah keluarga Allah. Tuhan pasti akan mengubahkan hidup, namun bagian dia juga adalah menjauhkan diri dari hal-hal yang bisa menariknya kembali ke dalam dosa LGBTI itu lagi. Teruslah mendorong dia untuk berdoa secara jujur kepada Tuhan, meminta-Nya untuk mengubahkan hidup dan keteguhan hati untuk menjalankan proses pemulihan ini.

  9. Jika menolak perubahan dan malah pencari pembenaran,
  10. maka, janganlah kita berhenti berdoa untuk orang tersebut. Bagian kita adalah menyatakan kasih dan kebenaran Kristus. Bagian dia adalah memberikan repons yang tepat dan jika menolak, itu menjadi konsekuensi dia sendiri terhadap kebenara. Kita harus reliquish (melepaskan) bila dia benar-benar tidak mau lagi mendengarkan/menerima kita lagi.

  11. Tidak mendukung gaya hidup LGBTI.
  12. Tunjukkan ketegasan sebagai anak Tuhan bahwa LGBTI, sekalipun untuk "lucu-lucuan", adalah sesuatu yang buruk dan tidak sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.

Beberapa hal yang harus diingat:

  1. Jangan berasumsi bahwa saat dia mengakui dirinya LGBTI artinya dia tertarik kepada Saudara atau akan tertarik kepada Saudara.
  2. Jangan langsung berbicara mengenai suami/istri atau pacar-mu yang normal untuk menjelaskan bahwa dirimu adalah normal. Mereka sudah tahu akan hal itu dan itu bukanlah fokusnya.
  3. Jangan berasumsi bahwa dia pasti membenci wanita bagi yang gay, atau pasti membenci pria bagi yang lesbian.
  4. Jangan mencari-cari mengapa dia sampai demikian. Akarnya akan Saudara dapatkan dari pengakuannya secara pribadi maupun dalam percakapan dengannya.
    1. Tidak melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang memojokkan.
    2. Percakapan dimulai dengan persahabatan yang lambat-lain sejalan dengan waktu menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih dalam dengan maksud membimbing dia.
    3. Bangunlah suasana yang membuat dia dapat terbuka mengenai situasi/kondisi seksualitasnya. Ini membutuhkan waktu lebih.
  5. Jangan beranggapan bahwa gay artinya pria itu ingin diperlakukan sebagai wanita; atau lesbian artinya wanita itu ingin diperlakukan sebagai pria.
  6. Jangan beranggapan bahwa kehidupan seksualitas mereka bebas dari masalah (bagi mereka yang mencari pembenaran) atau kehidupan seksualitas mereka selalu bermasalah (bagi mereka yang mengakui tendensi LGBTI).
  7. Hormatilah mereka sebagai individu. Sekalipun mereka LGBTI, ingatlah mereka tetap individu; manuia yang dikasihi Allah, yang mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk berubah.

D. Tips

  • Jika sudah dikathui, maka ada baiknya pelayanan doa dilakukan oleh pelayan jemaat yang berbeda jenis kelamin dengan yang dilayani. Konteks pelayanan ini adalah untuk memulihkan image/gambar diri yang mungkin rusak dalam diri orang yang kita layani.
  • Jangan terjebak dengan pandangan beberapa gereja yang mungkin mengizinkan gaya hidup LGBTI, tetapi fokuslah kepada Firman Tuhan dan suara Roh Kudus.

Sumber