Tata Tertib GBI dan Penjelasan (Tata Gereja 2014)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari

Tata Gereja GBI (2014) sudah digantikan dengan Tata Gereja GBI edisi tahun 2021 yang disahkan dalam Majelis Pekerja Lengkap II GBI yang diadakan pada 24-26 Agustus 2021.

Tata Tertib Penjelasan

Bab I Jemaat

Pasal 1 Jemaat Lokal

  1. Jemaat lokal ialah persekutuan orang percaya yang terdiri dari sekurang-kurangnya 12 (dua belas) orang yang dibaptis secara selam dan digembalakan oleh pejabat Gereja Bethel Indonesia.
  2. Jemaat lokal dapat membuka cabang-cabang di berbagai wilayah Indonesia dan luar negeri.
  3. Jemaat lokal dalam kapasitas kerasulan yang melaksanakan misi lintas propinsi dan negara dapat mengayomi dan membina cabang-cabang jemaatnya; dalam hal gembala jemaat cabang tersebut dilantik sebagai pendeta maka jemaat tersebut hanya dapat menjadi jemaat induk atas persetujuan gembala jemaat induk.
  4. Jemaat lokal digembalakan secara otonom dalam pengelolaan kepemilikan, keuangan, program, kepengurusan dan pembinaan warga gereja kecuali dalam hal pengakuan iman Gereja Bethel Indonesia, ajaran, Tata Gereja Gereja Bethel Indonesia.
  5. Jemaat lokal yang berada di luar negeri tetap menjadi bagian dari Gereja Bethel Indonesia dan Tata Gereja GBI tetap berlaku bagi setiap pejabatnya yang disesuaikan dengan kondisi di negara yang bersangkutan.
  6. Jemaat lokal yang berada di luar negeri dikoordinir oleh badan misi dunia, disebut Bethel World Mission yang dibentuk oleh BPH.

Bab I Jemaat

Pasal 1 Jemaat lokal

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Yang dimaksud Jemaat Lokal dengan kapasitas kerasulan ialah Jemaat Lokal yang telah membuka/memiliki cabang minimal di tujuh (7) provinsi dan atau Negara

Ayat (4) Seluruh kegiatan yang menyangkut pengelolaan milik jemaat lokal, keuangan, program, kepengurusan dan pembinaan warga gereja secara penuh diserahkan kepada kebijakan pemimpin jemaat lokal (gembala jemaat); sedangkan yang menyangkut pengakuan iman GBI, ajaran GBI, penafsiran pelaksanaan Tata Gereja GBI tidak menjadi bagian yang diotonomikan kepada jemaat lokal.

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Pasal 2 Syarat jemaat lokal

  1. Memiliki anggota jemaat yang terdiri dari sekurang-kurangnya 12 (dua belas) orang yang dibaptis secara selam dan berbakti secara tetap di jemaat tersebut.
  2. Memiliki alamat yang jelas.
  3. Digembalakan oleh seorang pejabat Gereja Bethel Indonesia.
  4. Memiliki pengurus jemaat lokal.
  5. Telah dilaporkan dan didaftarkan kepada BPD dan BPH.

Pasal 2 Syarat jemaat lokal

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Alamat yang dimaksud adalah alamat tempat beribadah dan atau kantor sekretariat jemaat lokal yang merupakan tempat dilakukannya kegiatan administrasi sehari-hari dari jemaat lokal yang bersangkutan.

Ayat (3) Yang dimaksud pejabat GBI yang menjadi gembala jemaat lokal Pdt atau Pdm atau Pdp yang ditetapkan oleh Gereja Bethel Indonesia.

Ayat (4) Yang dimaksud dengan pengurus jemaat adalah seorang yang dipilih dan diangkat oleh gembala jemaat untuk membantu dirinya dalam melakukan tugas-tugas tertentu dalam penatalayanan jemaat yang dikukuhkan dengan surat pengangkatan.

Ayat (5) Pelaporan dan pendaftaran kepada BPD GBI dan BPH GBI, bersifat suatu keharusan. Dengan demikian maka siapapun juga tidak dibenarkan memakai papan nama GBI untuk jemaat lokal yang digembalakannya, tanpa terlebih dahulu melapor dan mendaftarkannya kepada BPD GBI setempat dan BPH GBI (lihat juga pasal 7 ayat 4).

Pasal 3 Pemimpin jemaat lokal

  1. Gembala jemaat adalah pemimpin jemaat lokal dan bertindak sebagai ketua dalam kepengurusan dalam jemaat lokal.
  2. Gembala jemaat membentuk pengurus jemaat lokal secara otonom yang susunannya dapat dikembangkan sesuai kebutuhan untuk menunjang pelayanan.
  3. Gembala jemaat berwenang mengangkat dan memberhentikan anggota pengurus jemaat lokal yang dipimpinnya, sedangkan masa bakti suatu kepengurusan jemaat lokal, ditentukan oleh gembala jemaat.
  4. Gembala jemaat berwenang untuk menentukan kebijakan-kebijakan pada jemaat lokal yang dipimpinnya, sepanjang tidak bertentangan dengan Firman Tuhan dan atau Tata Dasar GBI.
  5. Gembala jemaat bertugas melakukan penggembalaan terhadap jemaat yang dipimpinnya.

Pasal 3 Pemimpin jemaat lokal

Ayat (1) Yang dimaksud dengan pemimpin jemaat lokal dalam hal ini adalah gembala jemaat yang secara structural merupakan pemimpin tertinggi dalam jemaat lokal dan sekaligus menjadi ketua dalam kepengurusan jemaat lokal.

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Pasal 4 Klasifikasi jemaat lokal

Klasifikasi jemaat lokal didasarkan pada jenjang pejabat yang menggembalakan jemaat lokal atau pejabat yang membuka jemaat lokal tersebut, yaitu:

  1. Jemaat Induk ialah jemaat yang digembalakan oleh seorang pendeta dan bersifat otonom.
  2. Jemaat Cabang ialah jemaat yang dibuka dan dikembangkan oleh jemaat induk dan digembalakan oleh seorang pendeta muda yang ditetapkan oleh gembala jemaat induk.
  3. Jemaat Cabang Binaan adalah jemaat yang dibuka dan dikembangkan oleh seorang pejabat Gereja Bethel Indonesia yang digembalakan oleh pendeta muda dan dibina oleh seorang pendeta Pembina; dalam hal gembala jemaat cabang binaan dilantik sebagai pendeta maka jemaat tersebut dengan sendirinya menjadi jemaat induk.
  4. Jemaat Ranting ialah jemaat yang dibuka dan dikembangkan oleh jemaat induk atau jemaat cabang dan digembalakan oleh seorang pendeta pembantu yang ditetapkan oleh jemaat induk atau jemaat cabang.
  5. Jemaat Ranting Binaan adalah jemaat yang dibuka dan dikembangkan oleh seorang pejabat atau seorang pelayan jemaat Gereja Bethel Indonesia yang digembalakan oleh pendeta pembantu dan dibina oleh seorang pendeta pembina.

Pasal 4 Klasifikasi jemaat lokal

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Pasal 5 Jenis kebaktian jemaat lokal

Gereja Bethel Indonesia memiliki jenis kebaktian yaitu: Kebaktian Umum; Kebaktian Hari Raya Gerejawi; Kebaktian Kategorial: Kebaktian Anak, Kebaktian Remaja, Kebaktian Pemuda, Kebaktian Dewasa Muda, Kebaktian Wanita, Kebaktian Pria, Kebaktian Usia Lanjut; dan Kebaktian lain yang diadakan berdasarkan kebutuhan seperti: Kelompok Sel, Ucapan Syukur, Penghiburan.

Pasal 5 Jenis kebaktian jemaat lokal

Cukup Jelas

Pasal 6 Jemaat yang tidak mempunyai gembala

  1. Jemaat induk yang gembalanya berhalangan tetap, dicarikan gembala pengganti oleh pengurus jemaat lokal yang bersangkutan bersama dengan BPD.
  2. Jika dalam waktu paling lama tiga bulan BPD bersama dengan pengurus jemaat tidak berhasil mendapat seorang gembala, maka BPH akan menetapkannya.
  3. Jemaat induk tanpa cabang yang digembalakan oleh gembala pengganti seorang Pdm/Pdp, maka jemaat tersebut menjadi jemaat binaan.
  4. Jemaat induk yang memiliki cabang dan digembalakan oleh gembala pengganti seorang Pdm/Pdp, maka status jemaat tersebut tetap seperti semula, sedangkan status pejabatnya tetap dalam pembinaan seorang Pendeta pembina.

Pasal 6 Jemaat yang tidak mempunyai gembala

Ayat (1) Yang dimaksud dengan berhalangan ialah bila seorang gembala tidak dapat lagi menunaikan tugas-tugas penggembalaannya antara lain karena: pembebasan tugas secara tetap sebagai pejabat GBI; mengundurkan diri; cacat fisik dan mental; meninggal dunia.

Calon pengganti dari gembala yang berhalangan tetap, diusahakan dari pejabat struktural pada jemaat lokal tersebut.

Penetapan pengganti dari gembala yang berhalangan tetap diatur sebagai berikut:

  1. Jemaat induk yang gembala pendirinya meninggal dunia atau cacat fisik/mental sehingga tidak dapat menunaikan tugas pelayanan secara tetap, maka kekosongan jabatan gembala diisi oleh istri (suami) atau anak yang terpanggil dan memiliki potensi untuk melanjutkan penggembalaan. Apabila di antara mereka tidak ada yang terpanggil oleh Tuhan dan memiliki potensi untuk menggembalakan jemaat maka pengurus jemaat bersama dengan keluarga gembala menetapkan gembala pengganti selambat-lambatnya 3 bulan dan melaporkan kepada BPD.
  2. Jemaat induk yang gembala penerusnya atau pengganti meninggal dunia atau cacat fisik/ mental sehingga tidak dapat menunaikan tugas pelayanan secara tetap, maka pengurus jemaat bersama keluarga gembala menetapkan gembala pengganti yang berasal dari pengurus jemaat yang aktif terlibat dalam pelayanan penggembalaan sebelumnya dalam jemaat lokal yang bersangkutan dan melaporkan kepada BPD selambat-lambatnya 3 bulan
  3. Jemaat induk yang gembala pendirinya tidak menikah meninggal dunia atau cacat fisik/ mental sehingga tidak dapat menunaikan tugas pelayanan secara tetap, maka pengurus jemaat menetapkan gembala pengganti yang berasal dari pengurus jemaat yang aktif terlibat dalam pelayanan penggembalaan sebelumnya dalam jemaat lokal yang bersangkutan dan melaporkan kepada BPD selambat-lambatnya 3 bulan
  4. Jemaat induk yang Gembalanya menikah lagi karena istrinya meninggal dunia dan apabila gembala termaksud meninggal dunia atau cacat fisik/mental sehingga tidak dapat menunaikan tugas pelayanan secara tetap, maka pengurus jemaat bersama keluarga menetapkan gembala pengganti yang dipilih dari antara lain: istri atau anak yang terpanggil dan memiliki potensi untuk menggembalakan jemaat atau pengurus jemaat yang aktif terlibat dalam pelayanan penggembalaan sebelumnya dalam jemaat lokal yang bersangkutan dan melaporkan kepada BPD selambat-lambatnya 3 bulan
  5. BPD mendampingi proses penentuan pengganti seperti yang disebutkan dalam poin a, b, c, d di atas.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan kata BPH akan menetapkannya adalah BPH akan mencari dan menetapkan pejabat yang dapat diterima oleh jemaat setempat.

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Pasal 7 Syarat pembukaan jemaat baru atau pemindahan tempat ibadah

  1. Sebelum membuka/memindahkan tempat ibadah, harus menyampaikan rencana tersebut kepada BPD secara tertulis untuk mendapatkan pengarahan lebih lanjut.
  2. Membina hubungan baik dengan gembala jemaat yang sudah ada di daerah yang berdekatan.
  3. Tidak boleh menimbulkan masalah dengan jemaat yang sudah ada dan apabila terjadi masalah BPD berhak menyelesaikannya.
  4. Jemaat yang didirikan harus dilaporkan kepada BPD/BPH untuk mendapat surat keputusan pengesahan sebagai jemaat lokal dan selanjutnya dapat menggunakan papan nama dan logo Gereja Bethel Indonesia.
  5. Pembukaan jemaat baru, antara lain dapat dimulai dengan Kebaktian Anak, Persekutuan Doa atau Kelompok Sel.
  6. Perintisan jemaat yang dilakukan oleh anggota jemaat GBI disebut Bakal Jemaat.
  7. Tempat untuk melakukan kegiatan ibadah dapat berbentuk: Rumah Doa, Kapel atau Gereja.

Pasal 7 Syarat pembukaan jemaat baru atau pemindahan tempat ibadah

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Perintisan/pembukaan jemaat baru yang dilakukan oleh anggota jemaat lokal GBI, harus dibina oleh gembala jemaat lokal GBI yang bersangkutan dan harus mengikuti tata car/ prosedur perintisan/pembukaan jemaat seperti yang ditentukan dalam Tata Gereja GBI.

Ayat (7) Yang dimaksud dengan Rumah Doa, adalah tempat atau ruangan tertentu dalam suatu bangunan (rumah tinggal), yang dipergunakan untuk melakukan pembinaan mental spiritual umat dalam bentuk penyembahan kepada Tuhan melalui pujian, doa dan khotbah, yang dilakukan baik pada hari Minggu atau hari-hari lainnya.

Yang dimaksud dengan Kapel, adalah tempat atau ruangan tertentu dalam suatu bangunan (ruko, hotel atau gedung pertemuan), yang dipergunakan untuk melakukan pembinaan mental spiritual umat dalam bentuk penyembahan kepada Tuhan melalui pujian, doa dan khotbah, yang dilakukan baik pada hari Minggu atau hari-hari lainnya.

Yang dimaksud dengan Gereja adalah sebuah bangunan yang sengaja dibangun untuk tempat beribadah secara permanen dan memiliki ciri-ciri tertentu (lambang salib) serta dipimpin oleh pejabat GBI.

Pasal 8 Hak dan kewajiban jemaat GBI

  1. Jemaat Gereja Bethel Indonesia berhak mendapat pelayanan dari BPD dan atau BPH.
  2. Jemaat induk, jemaat cabang dan jemaat ranting di lingkungan Gereja Bethel Indonesia setiap bulan wajib mengirim sepersepuluh dari seluruh persembahan jemaat kepada BPH.
  3. Jemaat Gereja Bethel Indonesia wajib mengirim persembahan bulanan kepada BPD.

Pasal 8 Hak dan kewajiban jemaat GBI

Ayat (1) Yang dimaksud dengan pelayanan adalah menyangkut bidang administrasi dan pelayanan rohani.

Ayat (2) Pembayaran persepuluhan jemaat kepada BPH GBI bersifat wajib, sehingga bagi gembala jemaat lokal yang tidak melakukannya dapat dikenakan sanksi seperti yang disebutkan dalam Pasal 86 ayat (1) butir “m”.

Ayat (3) Persembahan bulanan kepada BPD GBI bersifat wajib, sehingga bagi gembala jemaat lokal yang tidak melakukannya dapat dikenakan sanksi seperti yang disebutkan dalam Pasal 86 ayat (1) butir “n".

Pasal 9 Persekutuan antar gereja

  1. Gembala jemaat harus memelihara persekutuan dan kerja sama yang baik dengan gembala jemaat Gereja Bethel Indonesia lainnya dan saling membantu.
  2. Demi kepentingan gereja Tuhan pada umumnya dan Gereja Bethel Indonesia pada khususnya, gembala jemaat Gereja Bethel Indonesia harus memelihara hubungan yang baik dengan semua organisasi gereja.

Pasal 9 Persekutuan antar gereja

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Pasal 10 Papan nama jemaat

  1. Jemaat Gereja Bethel Indonesia memasang papan nama yang bertuliskan: GEREJA BETHEL INDONESIA dan alamatnya.
  2. Jemaat di suatu daerah yang tidak memungkinkan untuk memasang papan nama, tidak diharuskan memasang papan nama Gereja Bethel Indonesia.

Pasal 10 Papan nama jemaat

Ayat (1) Penulisan nama Gereja Bethel Indonesia pada papan nama jemaat lokal harus menggunakan huruf besar, contoh: GEREJA BETHEL INDONESIA (jenis huruf Times New Roman).

Ayat (2) Cukup Jelas

Pasal 11 Logo, kepala surat, dan stempel

  1. Jemaat Gereja Bethel Indonesia wajib memakai logo yang telah disahkan oleh sinode.
  2. Jemaat Gereja Bethel Indonesia tidak boleh menggunakan logo atau kata-kata lain sebagai tambahan di samping logo resmi Gereja Bethel Indonesia pada kepala surat dan papan nama gereja.
  3. Jemaat Gereja Bethel Indonesia wajib mempergunakan format kepala surat dan stempel yang telah ditetapkan oleh BPH.

Pasal 11 Logo, kepala surat dan stempel

Ayat (1) Logo GBI berbentuk sebuah lingkaran dengan di dalamnya terdapat nama Gereja Bethel Indonesia, gambar salib dan pelita yang sedang menyala, seperti contoh gambar di bawah ini.

Logo Gereja Bethel Indonesia

Penjelasan Logo

  • Lingkaran = Lingkaran melambangkan bola dunia, di mana GBI terpanggil dalam kesatuan untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia.
  • Salib = Salib melambangkan kasih dan pengorbanan Yesus Kristus yang memotivasi GBI untuk menjadi saksi.
  • Pelita = Pelita melambangkan doa, pujian dan penyembahan yang memancarkan terang sebagaimana setiap orang percaya dipanggil untuk menjadi terang dunia.

Warna yang dipakai dan arti:

  • Lingkaran = Emas, artinya Kemuliaan
  • Latar Belakang = Putih, artinya Kekudusan
  • Tulisan = Biru, artinya Kesetiaan
  • Salib = Merah, artinya Pengorbanan
  • Lidah Api = Kuning kemerahan (Jingga), artinya Semangat oleh Kuasa Roh Kudus
  • Pelita = Kuning Keemasan, artinya Kebenaran

Artinya keseluruhan Logo adalah Gereja Bethel Indonesia dipanggil untuk bersekutu dan memberitakan injil ke seluruh dunia dengan penuh semangat oleh Kuasa Roh Kudus, pengorbanan dan kesetiaan dalam kekudusan dan kebenaran untuk kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja.

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Contoh Kop Surat dan Stempel

Contoh Stempel:
Contoh stempel GBI.png Ukuran stempel untuk kebutuhan surat menyurat, lingkarannya bergaris tengah 3 cm, sedangkan untuk urusan BANK (bilyet, giro atau yang sejenis) ukuran dapat disesuaikan.
Contoh Kepala Surat
Kop surat (kepala surat) resmi Gereja Bethel Indonesia adalah sebagaimana contoh di bawah ini:
Contoh kepala surat resmi Gereja Bethel Indonesia

Pasal 12 Anggota jemaat

Gereja Bethel Indonesia mempunyai 3 (tiga) macam anggota jemaat yaitu:

  1. Anggota Jemaat Baptisan ialah mereka yang telah dibaptis secara selam sesuai dengan Pengakuan Iman Gereja Bethel Indonesia dan telah terdaftar sebagai anggota jemaat lokal.
  2. Anggota Jemaat Anak, Remaja, dan Pemuda ialah mereka yang beribadah secara tetap dalam kebaktian kategorial sesuai usia, terdaftar sebagai anggota dan belum dibaptis secara selam.
  3. Anggota Jemaat Simpatisan ialah mereka yang datang beribadah di jemaat lokal Gereja Bethel Indonesia, tetapi belum terdaftar sebagai anggota lokal.

Pasal 12 Anggota jemaat

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Pasal 13 Hak dan kewajiban anggota jemaat

  1. Anggota jemaat berhak mendapat pelayanan rohani dari gembala jemaat.
  2. Anggota jemaat wajib beribadah dengan setia dan membawa persepuluhan serta persembahan kepada Tuhan pada jemaat di mana yang bersangkutan menjadi anggota. (Bil. 18:25-28; Mal. 3:8-10; 2 Kor. 8:12; 1 Kor. 9:9-14; 2 Kor. 9:6-11).
  3. Anggota jemaat baptisan mempunyai hak suara dalam rapat sidang jemaat.
  4. Dalam keadaan darurat atau luar biasa, dapat diadakan rapat dalam jemaat, yang diselenggarakan oleh pengurus jemaat bersama dengan BPD.

Pasal 13 Hak dan kewajiban anggota jemaat

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) yang dimaksud dengan keadaan darurat atau luar biasa adalah gembala jemaat yang meninggal secara mendadak atau dipecat dan gembala jemaat tidak mempunyai wakil.

Pasal 14 Perpindahan anggota jemaat

  1. Perpindahan anggota antar jemaat adalah suatu hal yang dapat terjadi, namun tidak boleh menimbulkan masalah.
  2. Untuk menjadi anggota jemaat pada jemaat lokal yang baru, maka yang bersangkutan wajib melampirkan bukti surat pengunduran diri dari gereja asal.
  3. Anggota jemaat, pengurus jemaat dan atau pejabat GBI yang pindah dari suatu jemaat lokal, tidak berhak menuntut milik (aset) jemaat lokal, dan atau segala yang telah diserahkan atau bentuk ganti rugi lainnya kepada jemaat lokal yang ditinggalkan.

Pasal 14 Perpindahan anggota jemaat

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Bab II Pejabat Gereja Bethel Indonesia

Bagian Umum

Pasal 15 Pejabat Gereja Bethel Indonesia

Pejabat Gereja Bethel Indonesia terdiri dari: Pendeta yang disingkat Pdt, Pendeta Muda yang disingkat Pdm dan Pendeta Pembantu yang disingkat Pdp; pria atau wanita yang diberi karunia rohani (jawatan): kerasulan, kenabian, penginjilan, penggembalaan dan keguruan yang membangun jemaat.

Bab II Pejabat Gereja Bethel Indonesia

Bagian Umum

Pasal 15 Pejabat Gereja Bethel Indonesia

Cukup Jelas

Pasal 16 Persyaratan untuk menjadi pejabat Gereja Bethel Indonesia

  1. Penuh dengan Roh Kudus sesuai dengan Firman Tuhan (Kis. 2:1-4; 8:14-17; 10:44-47; 19:1-17 dan Ef. 5:18).
  2. Hidup kudus sesuai dengan Firman Tuhan. (1 Tim. 3:1-7; Titus 1:7-9; Gal. 5:22-24 dan 1 Kor.13:1-13).
  3. Mempunyai panggilan dan karunia rohani (jawatan) sebagai rasul, nabi, penginjil, gembala, guru. (Ef. 4:11; Roma 12:6-8; 1 Kor.12:29-30).
  4. Menyerahkan salinan Surat Nikah dan mempunyai kehidupan nikah yang tidak tercela. (Im.21:7; Mat.5:31-32; 19:6-9; Luk. 16:18).
  5. Mempunyai pengetahuan Alkitab dan pengetahuan umum melalui pendidikan yang cukup. (Kol.3:16; 1Tim.3:2; 4:11).
  6. Memahami dan mentaati Pengakuan Iman, Pengajaran dan Tata Gereja Gereja Bethel Indonesia.

Pasal 16 Persyaratan untuk menjadi pejabat Gereja Bethel Indonesia

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Yang dimaksud hidup kudus adalah di samping uraian-uraian ayat-ayat Alkitab, juga meliputi:

  1. Tidak terlibat tindak pidana
  2. Tidak melanggar Etika Kependetaan (Lihat Suplemen Etika Kependetaan)

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Yang dimaksud hidup kudus adalah di samping uraian-uraian ayat-ayat Alkitab, juga meliputi:

  1. Tidak pernah menceraikan dan atau diceraikan oleh istri/suami.
  2. Tidak pernah meninggalkan atau ditinggalkan istri/suami dalam waktu yang relatif lama tanpa maksud yang jelas dan tanpa persetujuan bersama.
  3. Tidak melakukan pelecehan seksual dan perselingkuhan.
  4. Memiliki pasangan hidup yang seiman.

Ayat (5) Mengingat tingkat pendidikan sekolah- sekolah umum di daerah-daerah tertentu tidak sama dengan daerah lainnya maka yang dimaksud dengan pendidikan yang cukup adalah disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.

Ayat (6) Cukup Jelas

Pasal 17 Pengesahan dan pelantikan

  1. Pengesahan pendeta pembantu dan pendeta muda dilaksanakan oleh Majelis Ketua, dan dilantik oleh Ketua BPD dalam Sidang MD.
  2. Pengesahan pendeta dilaksanakan dalam Sidang MPL oleh Majelis Ketua dan dilantik oleh Ketua Umum BPH dalam Sidang Sinode.
  3. Semua pejabat baru dari jemaat yang bergabung, disahkan oleh Majelis Ketua dalam Sidang MPL, sedangkan pelantikan Pendeta dilakukan oleh Ketua Umum BPH dalam Sidang Sinode dan pelantikan Pendeta Pembantu serta Pendeta Muda dilakukan oleh Ketua BPD dalam Sidang MD.
  4. Surat pengangkatan pejabat GBI untuk pendeta muda dan pendeta pembantu dikeluarkan oleh BPD sedangkan untuk pendeta dikeluarkan oleh BPH.
  5. Kartu jabatan untuk pejabat Gereja Bethel Indonesia dilakukan oleh BPH berdasarkan surat pengantar dari BPD.

Pasal 17 Pengesahan dan pelantikan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Pasal 18 Tugas

  1. Pejabat Gereja Bethel Indonesia wajib melaksanakan tugas yang diperintahkan Tuhan Yesus, yaitu memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa, menjadikan mereka murid Kristus dan harus memelihara serta melaksanakan segala ajaran-Nya.
  2. Pejabat Gereja Bethel Indonesia yang menggembalakan jemaat mempunyai tugas untuk mengembangkan jemaat.
  3. Pejabat Gereja Bethel Indonesia bertugas menggembalakan jemaat atau dapat juga melakukan tugas khusus yang diberikan Tuhan kepadanya.
  4. Pendeta Gereja Bethel Indonesia yang menggembalakan jemaat bertugas membina pejabat, pengurus jemaat, pelayan jemaat, dan penginjil yang terhisap pada jemaat lokal yang digembalakannya sehingga dapat bertumbuh oleh anugerah Tuhan.

Pasal 18 Tugas

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Yang dimaksud dengan mengembangkan jemaat adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas jemaat.

Ayat (3) Tugas khusus adalah menjadi pejabat dalam organisasi kegerejaan yang tidak bertentangan dengan Tata Gereja GBI.

Ayat (4) Penginjil diberi surat tugas dengan syarat:

  1. Gembala jemaat memberikan surat tugas penginjilan kepada pelayan jemaat yang memiliki karunia penginjilan, kemudian dilaporkan kepada BPD setempat dengan tembusan kepada BPH.
  2. Syarat pemberian surat tugas penginjilan mengacu kepada syarat pengangkatan pejabat.
  3. Pembinaan para penginjil secara nasional dapat dilakukan oleh Departemen Pekabaran Injil dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan BPD dan gembala jemaat.
  4. Setiap penginjil yang diutus oleh Gembala Jemaat melakukan tugas penginjilan ke daerah lain, harus melapor kepada BPD dan BPW di daerah yang bersangkutan.

Pasal 19 Kewajiban pejabat

  1. Terhadap Jemaat
    1. Pejabat wajib melayani jemaat yang dipercayakan Tuhan kepadanya dengan penuh kasih dan pengorbanan. (Kis.20:20- 27; 31-35)
    2. Pejabat wajib membangun iman dan kasih kepada Tuhan, untuk disiapkan bertemu dengan Tuhan Yesus pada kedatangan-Nya yang kedua kali.
    3. Pejabat wajib menumbuhkembangkan jemaat serta cabang-cabangnya.
    4. Pejabat wajib setia memberikan persepuluhan pada perbendaharaan jemaat setempat.
    5. Pejabat wajib menjadi bagian (terhisap) dalam suatu jemaat lokal.
  2. Terhadap MD/BPD
    1. Pejabat wajib menghadiri rapat Majelis Daerah, untuk mempererat persekutuan demi kemajuan bersama.
    2. Pejabat wajib setiap bulan mengirim persembahan bulanan kepada perbendaharaan BPD.
    3. Pejabat yang menggembalakan jemaat setiap tiga bulan wajib memberi laporan perkembangan jemaat kepada BPD dengan formulir yang telah ditetapkan.
    4. Pendeta muda dan pendeta pembantu wajib memiliki surat pengangkatan yang dikeluarkan oleh BPD dan kartu jabatan yang dikeluarkan oleh BPH.
  3. Terhadap BPH:
    1. Pejabat yang menggembalakan jemaat setiap bulan wajib mengirim persepuluhan dari seluruh pendapatan jemaat kepada BPH. (Bil.18:25-28; Mal. 3:9-10).
    2. Pejabat yang menggembalakan jemaat setiap tiga bulan wajib memberi laporan perkembangan jemaat kepada BPH dengan formulir laporan yang telah ditetapkan.
    3. Pendeta wajib memiliki surat pengangkatan dan kartu jabatan yang dilakukan oleh BPH.

Pasal 19 Kewajiban pejabat

Ayat (1) Terhadap Jemaat

Huruf a. Cukup Jelas
Huruf b. Cukup Jelas
Huruf c. Cukup Jelas
Huruf d. Cukup Jelas
Huruf e. Terhisap adalah tercacat dan berjemaat dalam satu jemaat lokal GBI.

Ayat (2) Terhadap MD dan BPD

Huruf a. Cukup Jelas
Huruf b. Cukup Jelas
Huruf c. Cukup Jelas
Huruf d. Cukup Jelas

Ayat (3) Terhadap BPH

Huruf a. Cukup Jelas
Huruf b. Cukup Jelas
Huruf c. Cukup Jelas

Pasal 20 Larangan jabatan rangkap

  1. Pejabat Gereja Bethel Indonesia tidak diperkenankan memangku jabatan kependetaan/fungsional pada organisasi gereja lain.
  2. Pejabat Gereja Bethel Indonesia yang menggembalakan jemaat, tidak diperkenankan memangku jabatan struktural dalam partai politik termasuk sebagai anggota legislatif di tingkat nasional maupun daerah.
  3. Pejabat yang memangku jabatan struktural di organisasi Gereja Bethel Indonesia, tidak diperkenankan memangku jabatan struktural dalam partai politik termasuk sebagai anggota legislatif di tingkat nasional maupun daerah.

Pasal 20 Larangan jabatan rangkap

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Dalam hal-hal bersifat khusus Ketua Umum BPH dapat memberikan dispensasi kepada gembala jemaat untuk duduk sebagai anggota legislatif.

Ayat (3) Cukup Jelas

Pasal 21 Biaya kehidupan

  1. Pejabat Gereja Bethel Indonesia melayani berdasarkan iman dan kasih serta menerima berkat Tuhan sesuai dengan anugerah-Nya. (1 Tim.5:17-18; 1 Kor. 9:9-14 dan Mal.3:10).
  2. Gembala jemaat dapat dibantu pengurus jemaat dalam menetapkan biaya yang dibutuhkan untuk keperluan rumah tangga gembala, sedangkan kebutuhan para pembantu gembala dalam pelayanan ditentukan oleh gembala jemaat.
  3. Jemaat setempat wajib memberi memberi jaminan purnalayan kepada gembala atau jandanya yang tidak mampu melaksanakan tugas pelayanan.
  4. BPH memberikan santunan kepada gembala/janda gembala yang tidak mampu melaksanakan tugas pelayanan.

Pasal 21 Biaya kehidupan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Lihat penjelasan Bab II Pasal 96 ayat 3.

Ayat (3) Pengaturan untuk jaminan purnalayan kepada gembala jemaat dan atau jandanya dan atau anak-anaknya yang menjadi piatu, diatur sebagai berikut :

  1. Jaminan purnalayan kepada gembala jemaat menggunakan acuan antara 40-60% dari persembahan kasih yang rutin diterima
  2. Jaminan purnalayan kepada janda gembala jemaat menggunakan acuan 40-60 % dari persembahan kasih rutin yang diterima oleh suaminya dan tunjangan yang diberikan berakhir apabila janda termaksud menikah lagi atau meninggal dunia
  3. Dalam hal gembala pendiri menikah lagi karena istrinya meninggal dunia, apabila gembala tersebut meninggal dunia atau cacat fisik / mental sehingga tidak dapat menunaikan tugas pelayanan secara tetap, maka jemaat lokal wajib memberikan tunjangan kepada janda yang ditinggalkan menggunakan acuan 40-60% dari persembahan kasih yang rutin diterima oleh suaminya dan berakhir apabila janda termaksud menikah lagi atau meninggal dunia
  4. Jemaat lokal wajib memberikan jaminan hidup kepada anak-anak kandung gembala jemaat yang menjadi yatim piatu dan belum berumur 25 tahun, yang besarnya secara menyeluruh 30-50 % dari persembahan kasih yang rutin diterima oleh orang tuanya dan tunjangan tersebut akan berakhir apabila anak-anak termaksud menikah dan telah berumur lebih dari 25 tahun
  5. Rumah pastori milik jemaat lokal yang digunakan oleh gembala yang telah purnalayan tidak dapat diambil alih kecuali jemaat lokal tersebut menyediakan tempat tinggal yang layak sebagai pengganti bagi gembala yang telah purnalayan dan keluarganya.
  6. Hal-hal lain di luar pengaturan pada butir e di atas dapat dimusyawarahkan secara kekeluargaan

Ayat (4) Besarnya santunan akan diatur dan ditetapkan oleh BPH melalui Surat Keputusan (SK).

Pasal 22 Pelayanan kependetaan

  1. Bentuk pelayanan kependetaan Gereja Bethel Indonesia antara lain:
    1. Penggembalaan.
    2. Pemberitaan Injil.
    3. Pengajaran Firman Tuhan.
    4. Perintisan jemaat baru.
    5. Pengembangan jemaat.
    6. Pelayanan doa.
    7. Pelayanan sakramen (baptisan air dan perjamuan kudus)
    8. Pelayanan pernikahan.
    9. Pelayanan penyerahan anak.
    10. Pelayanan pemakaman.
    11. Penyampaian berkat rasuli.
    12. Pentahbisan-pentahbisan.
  2. Pendeta muda atau pendeta pembantu dapat melaksanakan pelayanan sakramen dengan persetujuan pendeta pembina.

Pasal 22 Pelayanan kependetaan

Ayat (1)

Huruf a. Cukup Jelas
Huruf b. Cukup Jelas
Huruf c. Cukup Jelas
Huruf d. Cukup Jelas
Huruf e. Cukup Jelas
Huruf e. Cukup Jelas
Huruf f. Cukup Jelas
Huruf g. Cukup Jelas
Huruf h. Cukup Jelas
Huruf i. Cukup Jelas
Huruf j. Cukup Jelas
Huruf k. Cukup Jelas
Huruf l. Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Pasal 23 Mutasi pejabat

  1. Pejabat yang pindah dari satu jemaat ke jemaat lain, harus dilaporkan secara tertulis kepada BPD, baik oleh pejabat yang bersangkutan maupun oleh gembala jemaat.
  2. Perpindahan pejabat Gereja Bethel Indonesia antar BPD, harus dilengkapi dengan surat mutasi dari BPD asal daerah pejabat dan dilaporkan kepada BPD yang dituju.
  3. Perpindahan pendeta pembantu atau pendeta muda harus dilengkapi dengan surat mutasi dari BPD asal, atas rekomendasi pendeta Pembina dan melapor kepada BPD yang dituju.
  4. BPD daerah asal, maupun BPD daerah tujuan pejabat, wajib melaporkan mutasi tersebut kepada BPH.

Pasal 23 Mutasi pejabat

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Pasal 24 Penyelesaian persoalan intern

  1. Segala masalah yang menyangkut penatalayanan gerejawi harus diselesaikan secara musyawarah dan tidak diperkenankan membawanya kepada hakim duniawi (1 Kor. 6:1-8), kecuali terdapat pelanggaran hukum Negara.
  2. Apabila suatu masalah tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka hal itu harus diteruskan kepada BPD dan apabila BPD tidak dapat menyelesaikannya, maka masalah itu harus segera diteruskan ke sidang MD dan atau BPH.
  3. Untuk menangani masalah yang dilimpahkan kepada BPH maka BPH dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri dari unsur: BPH, MP dan BPD terkait, agar sesegera mungkin menyelesaikannya.
  4. Keputusan BPH yang mewakili MPL atau Sinode adalah sah dan bersifat mengikat serta berlaku bagi semua pihak.

Pasal 24 Penyelesaian persoalan intern

Ayat (1) Yang menyangkut masalah penatalayanan gerejawi tidak termasuk tindak pidana, sedangkan yang dimaksud dengan hakim duniawi adalah melalui proses hukum Negara.

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Bagian Pendeta

Pasal 25 Syarat pengangkatan

  1. Telah melayani sebagai pendeta muda sekurang-kurangnya 4 (empat tahun) dan menggembalakan jemaat dengan baik, atau wakil gembala pada jemaat besar atau yang menjalankan tugas pendidikan pada sekolah-sekolah teologia di lingkungan Gereja Bethel Indonesia atau menjalankan tugas pembinaan kerohanian pada lembaga pemerintahan secara tetap atau menjalankan tugas penginjilan yang membawa berkat pada jemaat-jemaat dan terhisab dalam satu jemaat lokal.
  2. Mengikuti pendidikan dan latihan serta lulus ujian kependetaan yang diselenggarakan oleh BPH dan bagi lulusan perguruan tinggi theologia (S1) di lingkungan Gereja Bethel Indonesia tetap wajib ikut pendidikan dan latihan, sedangkan yang diuji hanya Tata Gereja dan Pengakuan Iman Gereja Bethel Indonesia dan Penjabarannya.
  3. Telah terbukti dalam kehidupan dan pelayanan, mempunyai karunia rohani (jawatan) antara lain: kerasulan; kenabian; penginjilan; penggembalaan; dan keguruan yang membangun jemaat.
  4. Memenuhi kewajiban memberi persepuluhan kepada BPH dan persembahan bulanan kepada BPD sesuai Bab II Bagian Umum Pasal 19 ayat 2 dan 3.
  5. Sekurang-kurangnya berumur 30 (tiga puluh) tahun.

Bagian Pendeta

Pasal 25 Syarat pengangkatan

Ayat (1) Bagi pejabat yang telah menjadi pendeta muda selama 4 (empat) tahun tidak otomatis naik jenjang kependetaannya jika tidak memenuhi seluruh persyaratan; ukuran besarnya sebuah jemaat diatur dalam juklak daerah.

Ayat (2) Perguruan Tinggi Teologia yang dimaksud adalah Perguruan Tinggi yang diakui oleh BPH dan akan diatur serta ditetapkan dalam surat keputusan BPH.

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Pasal 26 Prosedur pencalonan dan pelantikan

  1. Pendeta Pembina mengusulkan calon pendeta kepada BPD untuk disetujui dalam Sidang MD dan diputuskan oleh BPH.
  2. Dalam hal pendeta Pembina tidak mencalonkan seorang pejabat yang telah memenuhi persyaratan, maka 3 (tiga) pendeta dari daerah setempat yang mengenal pelayanan pejabat tersebut, dapat mengajukan pencalonannya kepada BPD setelah berkonsultasi dengan pendeta pembina.
  3. Sidang Majelis Daerah menilai calon dan memberi persetujuan, apabila mereka telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan Tata Gereja GBI.
  4. Daftar calon yang telah disetujui, disampaikan kepada BPH untuk diteliti dan diuji.
  5. Calon pendeta yang telah memenuhi persyaratan akan diajukan oleh BPH kepada MPL untuk diteliti dan disahkan, kemudian dilantik oleh Majelis Ketua dalam Sidang Sinode.
  6. Calon pendeta yang lulus ujian dan telah disahkan oleh MPL tetapi berhalangan hadir dalam Sidang Sinode, dapat dilantik dalam sidang MPL berikutnya, sedangkan pelantikan calon pendeta yang menggembalakan di luar negeri dapat dilakukan oleh BPH.
  7. Pemberian surat keputusan dan kartu jabatan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Bab II Pasal 17 ayat 4 dan 5.

Pasal 26 Prosedur pencalonan dan pelantikan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Ayat (7) Cukup Jelas

Pasal 27 Pelayanan pendeta

Pendeta mempunyai hak dan kewajiban melakukan pelayanan kependetaan seperti tersebut dalam Bab II Bagian Umum Pasal 22 Tata Tertib Gereja Bethel Indonesia.

Pasal 27 Pelayanan pendeta

Cukup Jelas

Pasal 28 Pendeta pembina

  1. Pendeta Pembina ialah pendeta yang menggembalakan jemaat, yang membina pendeta pembantu dan pendeta muda sampai menjadi pendeta.
  2. Pendeta Pembina terdiri dari:
    1. Pendeta yang mendirikan jemaat cabang dan ranting dengan sendirinya menjadi Pembina bagi pejabat jemaat cabang dan ranting yang bersangkutan.
    2. Pendeta yang diminta oleh suatu jemaat yang belum mempunyai pendeta Pembina, harus memenuhi syarat masih aktif menggembalakan jemaat sekurang- kurangnya 2 (dua) tahun dan ditetapkan dengan surat keputusan BPD; dalam hal pendeta Pembina mengusulkan kenaikan jenjang kependetaan seseorang yang dibinanya, harus telah memenuhi masa pembinaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
  3. Tugas pendeta pembina meliputi:
    1. Meningkatkan mutu kerohanian dan pelayanan dari pejabat yang dibinanya.
    2. Menilai kemajuan pelayanan pejabat yang dibinanya secara obyektif untuk kepentingan kenaikan jenjang kependetaan.
    3. Mengajukan kenaikan jenjang pejabat yang dibinanya kepada BPD untuk disetujui dan disahkan dalam Sidang MD/MPL atas usul gembala jemaat lokal.
  4. Pengalihan pembinaan seorang pejabat, harus berkonsultasi dengan pendeta pembina sebelumnya, calon pendeta pembina, pejabat yang bersangkutan dan BPD.
  5. Pendeta Pembina melaksanakan tugas pembinaan dengan penuh kasih, pengabdian dan tidak mengharapkan imbalan.
  6. Pendeta pembina yang melanggar ketentuan- ketentuan pembinaan, dibebastugaskan sebagai pembina dan atau dikenakan sanksi disiplin penurunan jenjang kependetaan dan jabatan kepengurusan dalam Gereja Bethel Indonesia secara tertulis dan diumumkan.
  7. Masa pembinaan terhadap gembala cabang akan berakhir apabila gembala cabang yang bersangkutan telah mencapai jenjang pendeta, kecuali pada jemaat lokal yang disebutkan dalam Bab I Pasal 1 ayat 3.

Pasal 28 Pendeta pembina

Ayat (1) Seorang pejabat yang dibina harus mempunyai waktu yang cukup untuk mengikuti proses pembinaan secara terus menerus yang dilakukan oleh pendeta Pembina.

Ayat (2)

Huruf a. Cukup Jelas
Huruf b. Satu Surat Keputusan BPD mengenai pelaksanaan pembinaan oleh seorang pendeta pembina, hanya berlaku untuk satu pejabat binaan.

Ayat (3)

Huruf a. Cukup jelas
Huruf b. Cukup jelas
Huruf c. Cukup jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Ayat (7) Cukup Jelas

Pasal 29 Akhir masa pelayanan

  1. Masa pelayanan seorang gembala jemaat berlangsung selama kondisi rohani dan jasmaninya sehat serta dapat melaksanakan tugas dengan baik.
  2. Masa pelayanan seorang gembala jemaat berakhir apabila kondisi physic atau mental tidak memungkinkan melaksanakan tugas dengan baik dan gembala jemaat yang tersebut dikategorikan sebagai gembala jemaat yang memasuki masa purnalayan.
  3. Seorang gembala jemaat yang memasuki masa purnalayan berhak mendapat biaya kehidupan dari jemaat yang dilayaninya. (Lihat Bab II Bagian Umum Pasal 21 ayat 3).

Pasal 29 Akhir masa pelayanan

Penilaian terhadap ketidakmampuan gembala dalam melaksanakan pelayanannya yang tidak berdaya guna (pikun) adalah berdasarkan laporan pengurus jemaat kepada BPD, kemudian BPD melakukan penelitian serta melaporkan kepada BPH yang akan menimbang dan memutuskan melalui surat keputusan.

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Bagian Pendeta Muda

Pasal 30 Syarat pengangkatan

  1. Telah melayani sebagai pendeta pembantu sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun dan menggembalakan jemaat, atau yang menjalankan tugas pendidikan pada sekolah- sekolah teologia di lingkungan Gereja Bethel Indonesia atau menjalankan tugas pembinaan kerohanian pada lembaga pemerintahan secara tetap atau menjalankan tugas penginjilan yang membawa berkat pada jemaat jemaat dan terhisab dalam satu jemaat lokal.
  2. Lulusan perguruan tinggi theologia Strata Satu (S1) di lingkungan Gereja Bethel Indonesia dan menggembalakan jemaat dan wakil gembala pada jemaat besar.
  3. Lulus dari ujian yang diselenggarakan oleh BPD menjelang atau pada saat sidang MD berlangsung; bagi lulusan perguruan tinggi theologia Strata Satu (S1) di lingkungan Gereja Bethel Indonesia hanya diuji Tata Gereja dan Pengakuan Iman Gereja Bethel Indonesia dan Penjabarannya.
  4. Telah terbukti dalam kehidupan dan pelayanan, mempunyai karunia rohani antara lain: kerasulan; kenabian; penginjilan; penggembalaan dan keguruan yang membangun jemaat.
  5. Pendeta pembina pengusul dan calon telah memenuhi kewajiban persepuluhan kepada BPH dan persembahan bulanan kepada BPD, sesuai dengan Bab II Bagian Umum Pasal 19 ayat 1, 2 dan 3.
  6. Sekurang-kurangnya berumur 26 (dua puluh enam) tahun.

Bagian Pendeta Muda

Pasal 30 Syarat pengangkatan

Ayat (1) Bagi pejabat yang telah menjadi pendeta pembantu selama 4 (empat) tahun tidak otomatis naik jenjang kependetaannya jika tidak memenuhi seluruh persyaratan.

Kriteria jemaat besar ditentukan berdasarkan juklak daerah yang diputuskan oleh sidang MD dan disahkan oleh sidang MPL.

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Perguruan Tinggi Teologia yang dimaksud adalah perguruan tinggi yang diakui oleh BPH dan akan diatur serta ditetapkan dalam surat keputusan BPH; sedangkan bagi calon yang berasal dari Perguruan Tinggi Teologia di luar GBI, kepejabatannya harus dimulai dari Pdp., dan diharuskan mengikuti semua materi ujian.

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Pasal 31 Prosedur pencalonan dan pelantikan

  1. Calon pendeta muda diusulkan oleh pendeta pembina kepada BPD untuk disetujui dalam sidang MD.
  2. Dalam hal pendeta pembina tidak mencalonkan seorang pejabat yang telah memenuhi syarat, maka 2 (dua) pendeta dari daerah setempat yang mengenal pelayanan pejabat tersebut, dapat mengajukan pencalonan kepada BPD setelah berkonsultasi dengan pendeta pembina.
  3. Sidang MD melakukan penilaian terhadap calon dan memberikan persetujuan, apabila para calon telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan Tata Gereja GBI.
  4. Daftar calon yang telah disetujui oleh sidang MD, akan diuji dan hasil kelulusannya dilaporkan kepada BPH.
  5. Calon yang dinyatakan lulus, disahkan oleh Majelis Ketua dan dilantik oleh Ketua BPD dalam sidang MD.
  6. BPH berhak membatalkan pengesahan dan pelantikan pejabat, apabila terdapat penyimpangan dalam prosedur atau proses pengangkatan.
  7. Surat keputusan kependetaan dikeluarkan oleh BPD dan kartu jabatan pendeta muda diberikan oleh BPH setelah pelantikan dalam siding MD berdasarkan surat pengantar dari BPD.

Pasal 31 Prosedur pencalonan dan pelantikan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Ayat (7) Cukup Jelas

Pasal 32 Pelayanan pendeta muda

  1. Pendeta muda melayani jemaat di bawah pembinaan seorang pendeta pembina.
  2. Pendeta muda mempunyai hak dan kewajiban melakukan pelayanan kependetaan seperti tersebut dalam Bab II Bagian Umum Pasal 22 Tata Tertib Gereja Bethel Indonesia.

Pasal 32 Pelayanan pendeta muda

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Bagian Pendeta Pembantu

Pasal 33 Syarat pengangkatan

  1. Telah menyelesaikan pendidikan teologia: Sekolah Penginjil Bethel; Sekolah Teologi Praktika Bethel; Sekolah Teologia Extension; Lulusan perguruan tinggi theologia Strata Satu (S1) di lingkungan GBI yang tidak menggembalakan jemaat atau lulusan Sekolah Teologia lainnya yang diakui oleh GBI.
  2. Bagi yang bukan lulusan sekolah teologia, telah melayani sebagai pelayan jemaat sekurang- kurangnya 3 (tiga) tahun dan mendapat penilaian baik dari gembala jemaat, atau yang menjalankan tugas pendidikan pada sekolah-sekolah teologia di lingkungan Gereja Bethel Indonesia atau menjalankan tugas pembinaan kerohanian pada lembaga pemerintahan secara tetap atau menjalankan tugas penginjilan yang membawa berkat pada jemaat jemaat dan terhisab dalam satu jemaat lokal.
  3. Lulus dari ujian yang diselenggarakan oleh BPD menjelang atau pada saat Sidang MD berlangsung; bagi lulusansekolah Alkitab/Teologia di lingkungan Gereja Bethel Indonesia hanya diuji Tata Gereja dan Pengakuan Iman Gereja Bethel Indonesia dan penjabarannya.
  4. Telah terbukti dalam kehidupan dan pelayanan, mempunyai karunia rohani antara lain: kerasulan; kenabian; penginjilan; penggembalaan dan keguruan yang membangun jemaat.
  5. Setia memberi persepuluhan kepada jemaat setempat.
  6. Sekurang-kurangnya berumur 22 (dua puluh dua) tahun.

Bagian Pendeta Pembantu

Pasal 33 Syarat pengangkatan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Sekolah Alkitab di luar lingkungan GBI, diwajibkan mengikuti semua materi ujian.

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Pasal 34 Prosedur pencalonan dan pelantikan

  1. Gembala jemaat mengusulkan pengangkatan calon sebagai pendeta pembantu kepada BPD untuk disetujui dalam Sidang MD.
  2. Sidang MD melakukan penilaian terhadap calon dan memberikan persetujuan, apabila calon telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan Tata Gereja GBI.
  3. Daftar calon yang telah disetujui oleh siding MD akan diuji dan hasil kelulusan dilaporkan kepada BPH.
  4. Calon yang dinyatakan lulus, disahkan oleh Majelis Ketua dan dilantik oleh Ketua BPD dalam Sidang MD.
  5. BPH berhak membatalkan pengesahan dan pelantikan apabila terdapat penyimpangan dalam prosedur atau proses pengangkatan.
  6. Surat keputusan kependetaan dikeluarkan oleh BPD dan kartu jabatan pendeta pembantu diberikan oleh BPH setelah pelantikan dalam sidang MD berdasarkan surat pengantar dari BPD.

Pasal 34 Prosedur pencalonan dan pelantikan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Pasal 35 Pelayanan pendeta pembantu

  1. Pendeta pembantu melayani jemaat di bawah pembinaan seorang pendeta pembina.
  2. Pendeta pembantu mempunyai hak dan kewajiban melakukan pelayanan kependetaan seperti tersebut dalam Bab II Bagian Umum Pasal 22.

Pasal 35 Pelayanan pendeta pembantu

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Bab III Sinode

Pasal 36 pengertian

Sinode ialah sidang pengambilan keputusan tertinggi Gereja Bethel Indonesia.

Bab III Sinode

Pasal 36 Sinode

Cukup Jelas

Pasal 37 Tugas dan wewenang

  1. Mengesahkan laporan pertanggungjawaban BPH.
  2. Mengesahkan pokok-pokok program Gereja Bethel Indonesia.
  3. Mengesahkan kebijakan umum terhadap semua pejabat dan jemaat.
  4. Mengesahkan penggabungan jemaat dan pejabatnya.
  5. Mengesahkan perubahan Tata Gereja GBI.
  6. Melantik anggota Majelis Pekerja Lengkap.
  7. Melantik anggota Majels Pertimbangan,
  8. Melantik pendeta yang lulus ujian dan pendeta yang bergabung.
  9. Memilih dan melantik Ketua Umum BPH.

Pasal 37 Tugas dan wewenang

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Ayat (7) Cukup Jelas

Ayat (8) Cukup Jelas

Ayat (9) Cukup Jelas

Pasal 38 Penyelenggaraan

  1. Sinode diselenggarakan oleh BPH empat tahun sekali.
  2. Sidang pleno pertama dipimpin oleh BPH; setelah pengesahan Tata Tertib dan Acara, maka sidang pleno selanjutnya dipimpin oleh Majelis Ketua yang terdiri dari lima pendeta, yang dipilih dalam sidang MPL terakhir sebelum sinode.
  3. Dalam keadaan darurat, ketentuan mengenai waktu dan tempat penyelenggaraan sinode dapat diubah berdasarkan keputusan sidang MPL.
  4. Persiapan dan penyelenggaraan Sinode GBI diatur oleh BPH.
  5. Biaya sinode ditanggung bersama oleh seluruh pejabat dan jemaat Gereja Bethel Indonesia menurut kemampuan keuangan masing-masing.

Pasal 38 Penyelenggaraan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Yang dimaksud dengan keadaan darurat adalah suatu situasi yang menyebabkan rencana penyelenggaraan sinode menjadi terhambat misalnya terjadi pergolakan politik, kerusuhan yang berskala nasional atau bencana alam.

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Yang dimaksud dengan biaya sinode ditanggung oleh seluruh pejabat adalah bahwa setiap peserta sidang sinode dikenakan biaya tertentu untuk keperluan penyelenggaraan sidang sinode yang besarnya ditentukan oleh panitia sidang sinode.

Yang dimaksud dengan jemaat Gereja Bethel Indonesia adalah jemaat lokal GBI yang harus memberikan persembahan menurut kemampuan masing-masing.

Pasal 39 Peserta

  1. Peserta sinode adalah:
    1. Pendeta.
    2. Gembala yang belum pendeta (Pdp, Pdm).
    3. Calon pendeta yang akan dilantik.
    4. Tamu yang diundang.
    5. Peninjau.
  2. Pendeta mempunyai hak suara dan hak dipilih
  3. Gembala yang belum Pendeta (Pdp, Pdm) dan Calon Pendeta yang akan dilantik hanya mempunyai hak bicara.
  4. Tamu dan Peninjau dapat mengikuti sidang pleno atas permintaan BPH.

Pasal 39 Peserta

Ayat (1)

Huruf (a) Cukup Jelas
Huruf (b) Cukup Jelas
Huruf (c) Cukup Jelas
Huruf (d) Cukup Jelas
Huruf (e) Peninjau tidak mempunyai hak bicara, hak suara maupun hak dipilih dan hanya dapat berbicara atas persetujuan pimpinan sidang.

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Pasal 40 Quorum dan cara pengambilan keputusan

  1. Sinode adalah sah, apabila dihadiri oleh ½ (satu perdua) dari jumlah seluruh pendeta ditambah satu, termasuk mereka yang tidak hadir tetapi memberi persetujuan secara tertulis dengan menggunakan kepala surat dari jemaat lokalnya.
  2. Apabila quorum tidak tercapai, maka dalam waktu selambat-lambatnya satu tahun BPH harus menyelenggarakan sinode susulan yang dengan sendirinya adalah sah.
  3. Keputusan sinode diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat, tetapi apabila tidak tercapai mufakat maka keputusan diambil melalui pemungutan suara (voting).

Pasal 40 Kuorum dan cara pengambilan keputusan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Yang dinyatakan sebagai pemenang dalam keputusan yang diambil berdasarkan pemungutan suara (voting) adalah orang/ kelompok yang mendapat suara lebih besar dari orang/ kelompok lainnya (suara mayoritas biasa/simple majority).

Bab IV Majelis Pekerja Lengkap

Pasal 41 Pengertian dan susunan

  1. Majelis Pekerja Lengkap, disingkat MPL ialah sidang perwakilan pajabat Gereja Bethel Indonesia yang bertindak atas nama Sinode untuk menilai dan menerima pertanggung- jawaban BPH.
  2. Susunan anggota MPL terdiri dari:
    1. Anggota Majelis Pertimbangan.
    2. Pengurus BPH.
    3. Ketua BPD.
    4. Pendeta yang dipilih oleh Sidang MD.

Bab IV Majelis Pekerja Lengkap

Pasal 41 Pengertian dan susunan

Ayat (1) Yang dimaksud dengan MPL sebagai perwakilan dari seluruh pendeta adalah bahwa keberadaan MPL yang terdiri dari pejabat-pejabat GBI, merupakan wakil dari seluruh pejabat GBI; mengingat bahwa untuk menjadi anggota MPL, dilakukan berdasarkan pemilihan di daerah masing-masing.

Yang dimaksud dengan menilai dan menerima pertanggungjawaban BPH GBI adalah dalam pengertian untuk memberi arahan dan masukan-masukan kepada BPH GBI demi terlaksananya keputusan sinode sehingga dapat dipertanggungjawabkan dengan baik dalam sidang sinode berikutnya.

Ayat (2) Cukup Jelas

Pasal 42 Persyaratan anggota

Persyaratan calon anggota yang dipilih oleh Sidang MD ialah:

  1. Pendeta Gereja Bethel Indonesia yang menggembalakan jemaat sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
  2. Mampu menampung dan menyampaikan serta memperjuangkan aspirasi pejabat-pejabat di daerah dalam rangka pengembangan pelayanan.
  3. Mempunyai kemampuan memimpin dan dikenal sebagai pendeta yang baik dan dinamis.
  4. Loyal kepada Gereja Bethel Indonesia dan setia memberi persepuluhan jemaat yang digembalakannya kepada BPH.
  5. Mempunyai kehidupan keluarga yang baik dan tidak terkena disiplin gereja dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir.
  6. Anggota MPL dipilih oleh sidang Majelis Daerah maksimum 1 % (satu persen) dari jumlah pendeta di daerah yang bersangkutan dan disetujui oleh BPH.
  7. Anggota MPL yang dipilih oleh sidang MD tidak boleh merangkap jabatan sebagai pengurus BPD.
  8. Dalam hal-hal yang sangat khusus maka penambahan anggota MPL, dapat dilaksanakan atas usul BPD dan disetujui oleh BPH untuk disahkan dalam sidang MPL berikutnya.
  9. Berusia sekurang-kurangnya 45 tahun.

Pasal 42 Persyaratan anggota

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Dalam hal jumlah pendeta pada satu daerah kurang dari 100 (seratus) orang maka daerah tersebut memilih seorang anggota MPL sehingga, di daerah termaksud yang menjadi anggota MPL adalah ketua BPD dan seorang wakil daerah.

Ayat (7) Sesuai dengan Pasal 73 ayat (2) a bahwa anggota MPL yang dipilih di BPD GBI adalah menjadi Penasehat bagi BPD GBI tersebut, maka apabila terjadi perangkapan jabatan oleh anggota MPL yang dipilih dalam Sidang MD sebagai pengurus BPD GBI; maka hal ini bertentangan dengan logika organisasi, karena dapat menimbulkan “conflict of interest” dalam diri yang bersangkutan.

Ayat (8) Cukup Jelas

Pasal 43 Masa jabatan

Masa jabatan anggota MPL adalah dari satu sinode sampai sinode berikutnya dan dapat dipilih kembali.

Pasal 43 Masa jabatan

Cukup Jelas

Pasal 44 Persidangan

  1. Sidang MPL diundang dan diselenggarakan oleh BPH menurut keperluan, tetapi sekurang- kurangnya 1 (satu) tahun sekali, dalam keadaan sangat mendesak dapat diselenggarakan sidang MPL Istimewa atas usul sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah anggota MPL.
  2. Sidang MPL pada awalnya dipimpin oleh BPH, setelah pengesahan tata tertib dan acara maka sidang MPL selanjutnya dipimpin oleh Majelis Ketua yang terdiri dari lima orang anggota MPL, yang diajukan oleh BPH dan disahkan oleh sidang MPL.
  3. Sidang MPL adalah sah, apabila dihadiri oleh ½ (satu perdua) dari jumlah anggota ditambah 1 (satu) termasuk mereka yang tidak hadir tetapi memberikan suaranya secara tertulis.
  4. Keputusan MPL diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat, tetapi apabila tidak tercapai mufakat maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak (voting).

Pasal 44 Persidangan

Ayat (1) Yang dimaksud dengan hal yang sangat mendesak adalah suatu persoalan yang bersifat kritis dan berdampak nasional serta harus segera diputuskan.

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Yang dinyatakan sebagai pemenang dalam keputusan yang diambil berdasarkan pemungutan suara (voting) adalah orang/ kelompok yang mendapat suara lebih besar dari orang/kelompok lainnya (suara mayoritas biasa/simple majority).

Pasal 45 Tugas dan wewenang

  1. Menilai kinerja BPH dan memberikan arahan sesuai dengan keputusan sinode.
  2. Memutuskan masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh sidang MD maupun oleh BPH.
  3. Menyampaikan semua keputusan MPL terakhir untuk disahkan dalam sinode.
  4. Menyusun rancangan program satu periode sinode dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahunan GBI.
  5. Dalam keadaan darurat dapat mengubah waktu dan tempat penyelenggaraan sinode.
  6. Melantik pendeta sebagaimana yang dimaksudkan oleh pasal 26 ayat 6.

Pasal 45 Tugas dan wewenang

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Pasal 46 Kewajiban anggota

  1. Tiap anggota MPL wajib menghadiri sidang MPL.
  2. Seorang anggota MPL otomatis menjadi penasehat BPD untuk perkembangan Gereja Bethel Indonesia di daerah yang bersangkutan.
  3. Apabila seorang anggota MPL terkena disiplin gereja maka status keanggotaan dengan sendirinya dinyatakan gugur.
  4. Apabila seorang anggota MPL tidak menghadiri sidang MPL 2 (dua) kali berturut- turut tanpa memberikan alasan yang sah, maka status keanggotaannya akan ditinjau kembali.

Pasal 46 Kewajiban anggota

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Pasal 47 Kekosongan keanggotaan

Kekosongan keanggotaan MPL diganti dengan anggota baru, yang diusulkan oleh Majelis Daerah dan disetujui oleh BPH.

Pasal 47 Kekosongan keanggotaan

Cukup Jelas

Bab V Majelis Pertimbangan

Pasal 48 Pengertian dan susunan

  1. Majelis Pertimbangan adalah pemberi pertimbangan dan nasehat kepada Sinode, MPL, BPH untuk kemajuan GBI.
  2. Majelis pertimbangan terdiri dari unsur sesepuh Gereja Bethel Indonesia, unsur mantan ketua umum BPH/ketua BPD dan atau pendeta yang mempunyai kapasitas kerasulan dan keahlian khusus dalam bidang tertentu, yang berjumlah sebanyak-banyaknya 24 (dua puluh empat) orang.
  3. Anggota MP dipilih dan diusulkan oleh MPL untuk disahkan dan dilantik dalam sinode.
  4. Masa jabatan anggota MP adalah satu periode sinode dan dapat dipilih kembali.
  5. Tempat kedudukan MP adalah di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bab V Majelis Pertimbangan

Pasal 48 Pengertian dan susunan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Yang dimaksud dengan sesepuh GBI yang dapat diangkat menjadi anggota MP adalah pendeta yang pernah aktif dalam kepemimpinan GBI secara nasional dan masih berpotensi untuk mengembangkan GBI.

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Pasal 49 Persyaratan anggota

  1. Memiliki kualifikasi rohani yang telah terbukti; memiliki kemampuan mengayomi; menjadi panutan dalam keluarga, gereja dan masyarakat.
  2. Memiliki pengalaman sebagai gembala jemaat sekurang-kurangnya 12 (dua belas) tahun atau pendeta Gereja Bethel Indonesia yang mempunyai keahlian khusus baik di tingkat nasional maupun daerah.
  3. Memiliki kemampuan untuk mengarahkan kebijakan demi terwujudnya visi dan misi Gereja Bethel Indonesia.
  4. Berusia sekurang-kurangnya 50 tahun.

Pasal 49 Persyaratan anggota

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Pasal 50 Pimpinan

Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan tugas, MP memilih pimpinan yang minimal terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota.

Pasal 50 Pimpinan

Cukup Jelas

Pasal 51 Hak dan wewenang

  1. Sesuai dengan kedudukannya, maka MP mempunyai hak dan wewenang untuk memberi pertimbangan dan nasehat kepada Sinode, MPL, BPH dalam hal:
    1. Pencapaian visi dan misi GBI.
    2. Pemilihan Ketua Umum BPH dan penyusunan pengurus BPH.
    3. Ajaran dan kualitas kerohanian dalam lingkungan Gereja Bethel Indonesia.
    4. Perbendaharaan GBI.
    5. Hal-hal yang dianggap perlu atas permintaan MPL dan BPH.
  2. Berwenang untuk mengeluarkan pernyataan resmis tentang suatu pertimbangan di lingkungan GBI.
  3. Dalam memberi nasehat dan pertimbangan untuk kemajuan GBI, MP dapat melakukannya secara langsung kepada BPH, sidang MPL, Sinode, maupun secara tidak langsung yaitu melalui BPH.

Pasal 51 Hak dan wewenang

Ayat (1)

Huruf a. Cukup Jelas
Huruf b. Cukup Jelas
Huruf c. Cukup Jelas
Huruf d. Yang dimaksud pernyataan resmi tentang suatu pertimbangan adalah pernyataan tertulis yang dibuat dan ditandatangani oleh semua anggota MP
Huruf e. Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Bab VI Badan Pekerja Harian

Pasal 52 Pengertian dan susunan

  1. Badan Pekerja Harian (BPH) adalah pelaksana keputusan sinode dan atau MPL.
  2. Susunan BPH terdiri dari:
    1. Pengurus Inti.
    2. Pengurus Lengkap.
  3. Pengurus Inti BPH terdiri dari:
    1. Ketua Umum dan Ketua-Ketua
    2. Sekretaris Umum dan Sekretaris-Sekretaris
    3. Bendahara Umum dan Bendahara- Bendahara.
  4. Pengurus Lengkap BPH terdiri dari:
    1. Ketua Umum dan Ketua-Ketua
    2. Sekretaris Umum dan Sekretaris-Sekretaris
    3. Bendahara Umum dan Bendahara- Bendahara.
    4. Ketua-Ketua Departemen.

Bab VI Badan Pekerja Harian

Pasal 52 Pengertian dan susunan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2)

Huruf a. Cukup Jelas
Huruf b. Cukup Jelas

Ayat (3)

Huruf a. Cukup Jelas
Huruf b. Cukup Jelas
Huruf c. Cukup Jelas

Ayat (4)

Huruf a. Cukup Jelas
Huruf b. Cukup Jelas
Huruf c. Cukup Jelas
Huruf d. Departemen Wanita Bethel Indonesia (WBI) dan Departemen Pemuda Anak (DPA) adalah merupakan departemen yang melekat dalam struktur kepengurusan BPH GBI, sehingga tidak dapat dihilangkan dari struktur kepengurusan BPH GBI.

Pasal 53 Tempat kedudukan

Tempat kedudukan BPH adalah di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 53 Tempat kedudukan

Cukup Jelas

Pasal 54 Tugas dan wewenang

  1. Menjalankan tugas harian yang telah ditetapkan dan disahkan dalam sinode.
  2. Mengusulkan program pengembangan Gereja Bethel Indonesia kepada sidang MPL.
  3. Menyusun statistik perkembangan Gereja Bethel Indonesia.
  4. Menetapkan dan membina ketua-ketua lembaga yang dibentuk serta mengusahakan perkembangan Gereja Bethel Indonesia melalui bagian-bagian yang ada dalam Departemen dan lembaga masing-masing.
  5. Membentuk komisi-komisi dan panitia adhoc, yang membantu meneliti dan memecahkan segala yang dihadapi BPH.
  6. Mengundang dan menyelenggarakan sinode.
  7. Memberikan laporan dan pertanggungjawaban kepada sidang MPL dan atau sinode.
  8. Mengunjungi daerah-daerah untuk mengadakan kebaktian kebangunan Rohani, penataran- penataran dan mengarahkan sidang Majelis Daerah.
  9. Mengatur keuangan BPH dan melaksanakan program Gereja Bethel Indonesia sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja yang sudah disahkan dalam sidang MPL.
  10. Mengelola milik umum Gereja Bethel Indonesia.
  11. Melaksanakan korespondensi dalam luar negeri.
  12. Menerbitkan surat keputusan dan kartu jabatan kepada pejabat Gereja Bethel Indonesia.
  13. Menerbitkan surat keputusan disiplin gereja terhadap pejabat yang melanggar Tata Gereja GBI.
  14. Menerima penggabungan jemaat baru/ persekutuan dan pejabatnya atas rekomendasi BPD.
  15. Membela kepentingan jemaat-jemaat Gereja Bethel Indonesia.
  16. Mengadakan pengikatan perjanjian dan atau melakukan penjaminan dengan lembaga keuangan untuk pengadaan milik umum Gereja Bethel Indonesia.

Pasal 54 Tugas dan wewenang

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Bentuk Kepala Surat BPH dan Departemen adalah sebagai berikut:

Contoh Kepala Surat BPH GBI
Contoh kepala surat BPH GBI.png
Contoh Kepala Surat Departemen
Contoh kepala surat Departemen GBI.png

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Ayat (7) Cukup Jelas

Ayat (8) Cukup Jelas

Ayat (9) Cukup Jelas

Ayat (10) Mengelola milik umum GBI meliputi:

  1. Menginventarisasi.
  2. Mengurus dokumen kepemilikan dan menyimpannya.
  3. Mengatur pemanfaatan sesuai dengan fungsinya.
  4. Mengawasi pemeliharaan.
  5. Melakukan serah terima kepada pengurus berikutnya.
  6. Hal-hal yang berhubungan dengan pengelolaan kepemilikan.

Ayat (11) Cukup Jelas

Ayat (12) Penerbitan Surat Keputusan BPH tentang pengikatan perjanjian dan atau melakukan perjanjian dengan lembaga keuangan untuk pengadaan milik umum GBI diputuskan melalui rapat pengurus inti BPH.

Ayat (13) Cukup Jelas

Ayat (14) Cukup Jelas

Ayat (15) Cukup Jelas

Ayat (16) Cukup Jelas

Pasal 55 Rapat dan pengembalian keputusan

  1. BPH memiliki beberapa bentuk rapat yaitu:
    1. Rapat pengurus inti yang dihadiri oleh Ketua Umum, para Ketua, Sekretaris Umum, para Sekretaris, Bendahara Umum dan para Bendahara.
    2. Rapat pengurus lengkap yang dihadiri oleh ketua Umum, para Ketua, Sekretaris Umum, para Sekretaris, Bendahara Umum, para Bendahara, dan ketua-ketua Departemen.
    3. Rapat Kerja Nasional yang dihadiri oleh pengurus lengkap BPH dan pengurus harian BPD.
  2. Rapat pengurus inti diadakan menurut keperluan, tetapi sekurang-kurangnya 1 (satu) kali sebulan; rapat pengurus lengkap diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan; Rapat Kerja Nasional diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun.
  3. Setiap rapat tersebut di atas dipimpin oleh Ketua Umum BPH, tetapi apabila berhalangan akan dipimpin oleh salah satu ketua BPH.
  4. Dalam rangka menjalankan tugas dan wewenang seperti yang disebutkan dalam Pasal 54, keputusan diambil berdasarkan prinsip kolektif-kolegial (keputusan bersama) melalui rapat Pengurus Inti.
  5. Pengurus lengkap BPH yang tidak hadir dalam rapat tiga kali berturut-turut, tanpa alasan yang sah, maka status keanggotaannya akan ditinjau kembali.

Pasal 55 Rapat dan pengambilan keputusan

Ayat (1)

Huruf a. Yang dimaksud dengan pengurus inti BPH adalah ketua umum, ketua-ketua, sekretaris umum, sekretaris- sekretaris, bendahara umum, bendahara-bendahara
Huruf b. Yang dimaksud pengurus lengkap BPH adalah ketua umum, ketua-ketua, sekretaris umum, sekretaris- sekretaris, bendahara umum, bendahara-bendahara dan ketua-ketua departemen.
Huruf c. Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Pasal 56 Perwakilan umum

  1. Yang berhak memberi pernyataan resmi atas nama Gereja Bethel Indonesia adalah ketua umum bersama sekretaris umum.
  2. Yang berhak menandatangani surat-surat yang berkaitan dengan milik umum Gereja Bethel Indonesia adalah ketua umum bersama sekretaris umum.
  3. Ketua umum bersama sekretaris umum mewakili Gereja Bethel Indonesia dalam setiap permasalahan hukum.\
  4. Ketua umum bersama sekretaris umum dapat menjalin kerjasama dengan organisasi lain yang mengikat secara hukum, atas persetujuan MPL.

Pasal 56 Perwakilan hukum

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Pasal 57 Persyaratan ketua umum

Persyaratan Ketua Umum adalah sebagai berikut:

  1. Pendeta yang mempunyai pengalaman mengembalakan jemaat Gereja Bethel Indonesia sekurang-kurangnya 12 (dua belas) tahun, sedang atau pernah menjabat sebagai pengurus dalam organisasi Gereja Bethel Indonesia di tingkat pusat atau daerah.
  2. Mempunyai karunia Roh Kudus sebagai pemimpin gereja yang dibuktikan dalam pelayanan yang berbuah dan berdampak (Rm. 12:8; 1 Kor. 12:28).
  3. Mempunyai sifat pengayom,berwawasan nasional, internasional dan melayani dengan penuh kasih. (1 Tes. 2:11-12).
  4. Loyal kepada Gereja Bethel Indonesia dan jujur serta setia memberi persepuluhan jemaat yang digembalakannya kepada BPH (sepenuhnya dalam periode berjalan).
  5. Mempunyai kehidupan keluarga yang baik dan tidak pernah terkena disiplin Gereja.
  6. Memiliki rencana dan strategi untuk mewujudkan visi dan misi Gereja Bethel Indonesia.
  7. Bersedia berdomisili di Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesi, selama menjabat.
  8. Berpendidikan minimal strata satu (sarjana) dari segala disiplin ilmu.
  9. Berusia sekurang-kurangnya 42 (empat puluh dua ) tahun.

Pasal 57 Persyaratan ketua umum

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Ayat (7) Cukup Jelas

Ayat (8) Cukup Jelas

Ayat (9) Cukup Jelas

Pasal 58 Proses pemilihan Ketua Umum

  1. Pemilihan Bakal Calon Ketua Umum Dalam Sidang MD:
    1. Sidang Majelis Daerah terakhir dalam satu periode sinode untuk memilih Bakal Calon Ketua Umum BPH GBI, diselenggarakan paling cepat 3 (tiga) bulan atau paling lambat 1 (satu) bulan sebelum sinode.
    2. Setiap Sidang MD berhak untuk memilih dan menetapkan paling banyak 5 (lima) orang pendeta yang memenuhi syarat untuk dicalonkan sebagai Bakal Calon Ketua Umum BPH GBI.
    3. Yang mempunyai hak pilih dalam sidang MD adalah pendeta (Pdt) dan pendeta muda (Pdm).
    4. Setiap pendeta (Pdt) atau pendeta muda (Pdm) hanya dapat menuliskan satu nama Bakal Calon ketua umum BPH GBI di dalam kertas suara yang disediakan oleh panitia sidang MD.
    5. Majelis Ketua Sidang MD, memilih 3 (tiga) orang wakil dari perserta Sidang MD untuk menjadi saksi dalam pembacaan dan perhitungan suara dari nama-nama Bakal Calon ketua umum BPH GBI yang masuk.
    6. Setelah 3 (tiga) orang saksi terpilih, maka Majelis Ketua Sidang MD akan membacakan nama-nama Bakal Calon Ketua umum BPH GBI dan menghitung jumlah suara yang didapat oleh masing-masing bakal calon.
    7. Nama-nama Bakal Calon Ketua Umum BPH GBI yang memenuhi syarat yang telah dipilih dan dan ditetapkan dalam sidang- sidang MD akan disampaikan kepada Sidang Majelis Pekerja Lengkap terakhir sebelum Sinode.
  2. Verifikasi Bakal Calon Ketua Umum BPH GBI Dalam Sidang MPL
    1. Sidang MPL melakukan verifikasi terhadap Bakal Calon ketua umum BPH GBI yang telah dipilih dan ditetapkan oleh Sidang MD.
    2. Verifikasi oleh sidang MPL dilaksanakan dengan cara:
      1. Menerima dan membacakan daftar nama Bakal Calon Ketua umum BPH GBI dari BPD-BPD.
      2. Membacakan syarat-syarat Ketua Umum BPH GBI berdasarkan Pasal 57.
      3. Bakal calon yang dipilih dan ditetapkan oleh Sidang MD tetapi ternyata tidak memenuhi persyaratan Pasal 57 dinyatakan gugur.
      4. Sidang MPL mengesahkan nama-nama Bakal Calon ketua umum BPH GBI dan diserahkan kepada Sinode untuk dipilih.
  3. Pemilihan Calon Ketua Umum dalam Sinode
    1. Sebelum pemilihan dilakukan, nama- nama calon ketua umum yang akan dipilih, diumumkan dan diperkenalkan terlebih dahulu kepada peserta sinode.
    2. Yang berhak memilih calon ketua umum adalah para pendeta GBI yang hadir dalam sinode dengan menunjukan kartu jabatan kependetaan yang masih berlaku.
    3. Pemungutan suara dilakukan dengan cara menuliskan satu nama calon ketua umum dalam kertas suara yang telah disediakan oleh panitia.
    4. Kertas suara yang didalamnnya tercantum lebih dari satu nama calon ketua umum, dinyatakan batal dan tidak dihitung sebagai perolehan suara.
    5. Majelis Ketua Sinode, memilih 3 (tiga) orang wakil dari peserta Sinode untuk menjadi saksi dalam pembacaan dan perhitungan suara dari nama-nama calon Ketua Umum yang masuk.
    6. Setelah 3 (tiga) orang saksi terpilih, maka Majelis Ketua Sinode akan membacakan nama-nama calon ketua umum dan menghitung jumlah suara yang didapat oleh masing-masing calon.
    7. Calon ketua umum yang memperoleh suara lebih dari lima puluh persen pada pemilihan tahap pertama dari jumlah pendeta yang berhak memilih, dinyatakan sebagai Ketua Umum terpilih; untuk disahkan dilantik sebagai Ketua Umum BPH GBI.
    8. Dalam hal tidak ada calon ketua umum yang meperoleh suara lebih dari lima puluh persen pada tahap pertama, akan dilakukan pemilihan tahap kedua yang diikuti oleh 3 (tiga) nama Calon Ketua Umum sesuai dengan perolehan suara terbanyak.
    9. Sebelum pemilihan tahap kedua maka dalam sinode ketiga calon ketua umum tersebut menyampaikan strategi mewujudkan visi GBI.
    10. Apabila dalam pemilihan tahap kedua masih belum ada Calon Ketua Umum yang terpilih dengan suara terbanyak, akan dilakukan pemilihan tahap ketiga yang hanya diikuti oleh 2 (dua) nama calon ketua umum sesuai dengan nomor urut perolehan suara terbanyak.
    11. Calon ketua umum yang memperoleh suara terbanyak, akan ditetapkan sebagai ketua umum terpilih; untuk disahkan dan dilantik sebagai ketua umum BPH GBI.
    12. Hasil perhitungan suara pemilihan Ketua Umum BPH GBI, dituangkan dalam berita acara pemilihan yang dibuat untuk keperluan tersebut.

Pasal 58 Proses pemilihan ketua umum

Ayat (1) Cukup Jelas

Huruf a. Cukup Jelas
Huruf b. Cukup Jelas
Huruf c. Cukup Jelas
Huruf d. Cukup Jelas
Huruf e. Cukup Jelas
Huruf f. Cukup Jelas
Huruf g. Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Huruf a. Cukup Jelas
Huruf b. Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Huruf a. Cukup Jelas
Huruf b. Cukup Jelas
Huruf c. Cukup Jelas
Huruf d. Cukup Jelas
Huruf e. Cukup Jelas
Huruf f. Cukup Jelas
Huruf g. Cukup Jelas
Huruf h. Cukup Jelas
Huruf i. Cukup Jelas
Huruf j. Cukup Jelas
Huruf k. Cukup Jelas
Huruf l. Cukup Jelas

Pasal 59 Masa jabatan

  1. Masa jabatan Ketua Umum BPH adalah dari satu sinode sampai sinode berikutnya.
  2. Masa jabatan Ketua Umum BPH paling lama adalah 2 (dua) kali masa jabatan dan dapat dicalonkan kembali setelah selang 1 (satu) periode berikutnya.

Pasal 59 Masa jabatan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Pasal 60 Kekosongan jabatan ketua umum

  1. Apabila terjadi kekosongan jabatan ketua umum, maka rapat lengkap BPH akan menetapkan salah seorang ketua sebagai pejabat sementara ketua umum.
  2. BPH menyelenggarakan sidang MPL selambat- lambatnya 6 (enam) bulan setelah terjadinya kekosongan jabatan ketua umum untuk memilih dan menetapkan seorang pengganti sampai kepada sinode berikutnya.
  3. Penggantian ketua umum ini harus diumumkan kepada seluruh anggota sinode.

Pasal 60 Kekosongan jabatan ketua umum

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Pasal 61 Tugas dan wewenang ketua umum

  1. Melaksanakan kebijakan umum bagi Gereja Bethel Indonesia yang tidak boleh menyimpang dari Pengakuan Iman dan Tata Gereja GBI.
  2. Melaksanakan keputusan-keputusan sinode.
  3. Memilih dan menyusun pengurus BPH dengan terlebih dahulu berkonsultasi kepada MP.
  4. Melantik pengurus BPH dalam sinode.
  5. Memberikan surat keputusan penjabaran tugas masing-masing pengurus.
  6. Melantik ketua-ketua BPD dalam sinode.
  7. Mengkoordinir, mengawasi dan membina tugas-tugas pengurus BPH dan lembaga- lembaga lain demi perkembagan dan kemajuan Gereja Bethel Indonesia.
  8. Mempererat persekutuan antar pejabat dan jemaat Gereja Bethel Indonesia.
  9. Memimpin rapat-rapat BPH.
  10. Mempersiapkan penyelenggaraan sidang MPL.
  11. Mempersiapkan penyelenggaraan sinode.

Pasal 61 Tugas dan wewenang ketua umum

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Sesuai dengan kebutuhan, Ketua Umum BPH GBI berwenang untuk menambah atau mengurangi jumlah departemen yang ada dalam susunan kepengurusan selama masa kepemimpinannya dan dilaporkan dalam sidang MPL GBI.

Ayat (4) Dalam hal staf BPH tidak dapat dilantik pada Sinode dapat dilaksanakan dalam sidang MPL berikutnya, tanpa meng- halangi pelaksanaan tugas sehari-hari.

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Dalam hal ketua BPD tidak dapat dilantik pada Sinode dapat dilaksanakan dalam sidang MPL.

Ayat (7) Cukup Jelas

Ayat (8) Cukup Jelas

Ayat (9) Cukup Jelas

Ayat (10) Cukup Jelas

Ayat (11) Cukup Jelas

Pasal 62 Perubahan pengurus

  1. Apabila anggota pengurus tidak menunaikan tugas sebagaimana mestinya maka ketua umum dapat memberhentikan dari jabatan dan menetapkan penggantinya.
  2. Apabila ada anggota pengurus yang meletakkan jabatan oleh karena mengundurkan diri, gangguan kesehatan, terkena disiplin gereja, meninggal dunia atau gugur keanggotaannya, maka ketua umum harus segera menetapkan penggantinya.
  3. Perubahan pengurus tersebut harus diumumkan kepada semua anggota sinode.

Pasal 62 Perubahan pengurus

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Bab VII Lembaga-lembaga

Pasal 63 Lembaga yang dibentuk

Untuk melakukan tugas yang ditetapkan oleh sinode, BPH dapat membentuk lembaga-lembaga sebagai berikut:

  1. Komisi
  2. Panitia
  3. Lembaga-lembaga lain yang diperlukan.

Bab VII Lembaga-lembaga

Pasal 63 Lembaga yang dibentuk

Cukup Jelas

Pasal 64 Masa jabatan pengurus

  1. Setiap lembaga dipimpin oleh seorang ketua yang ditetapkan dan disahkan oleh Ketua Umum BPH Gereja Bethel Indonesia.
  2. Masa jabatan ketua lembaga adalah sesuai dengan surat keputusan BPH.

Pasal 64 Masa jabatan pengurus

Cukup Jelas

Pasal 65 Tugas dan tanggung jawab ketua lembaga

  1. Tugas ketua lembaga adalah membantu BPH dalam melaksanakan program yang ditetapkan oleh sinode dan atau MPL.
  2. Penjabaran tugas dan tanggung jawab ketua lembaga ditetapkan melalui surat keputusan BPH.

Pasal 65 Tugas dan tanggung jawab ketua lembaga

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Pasal 66 Kekosongan jabatan ketua lembaga

Kekosongan jabatan ketua lembaga yang terjadi karena yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan tugas, maka Ketua Umum Gereja Bethel Indonesia segera menetapkan penggantinya.

Pasal 66 Kekosongan jabatan ketua lembaga

Cukup Jelas

Bab VIII Majelis Daerah

Pasal 67 Majelis daerah

Majelis Daerah ialah sidang pengambilan keputusan di tingkat daerah.

Bab VIII Majelis Daerah

Pasal 67 Majelis Daerah

Cukup Jelas

Pasal 68 Persidangan majelis daerah

  1. Gereja Bethel Indonesia mempunyai dua jenis sidang Majelis Daerah, yaitu:
    1. Sidang Majelis Daerah yang dihadiri oleh seluruh pejabat di daerah yang bersangkutan.
    2. Sidang Majelis Daerah Gembala yang hanya dihadiri oleh gembala jemaat di daerah yang bersangkutan.
  2. Sidang Majelis Daerah berfungsi untuk mensosialisasikan keputusan-keputusan sinode dan memutuskan hal-hal yang berlaku secara umum bagi seluruh pejabat di daerah yang bersangkutan.
  3. Sidang Majelis Daerah Gembala berfungsi untuk memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan penatalayanan dan pengembangan Gereja Bethel Indonesia di daerah yang bersangkutan.

Pasal 68 Persidangan Majelis Daerah

Ayat (1)

Huruf a. Cukup Jelas
Huruf b. Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Pasal 69 Penyelenggaraan

  1. Sidang Majelis Daerah diselenggarakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode sinode sedangkan Sidang Majelis Daerah Gembala diselenggarakan sekurang- kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode sinode.
  2. Badan Pekerja Daerah diwajibkan mengundang BPH untuk menghadiri kedua jenis sidang Majelis Daerah dan menjadi salah satu anggota Majelis Ketua serta berfungsi sebagai nara sumber.
  3. Badan Pekerja Daerah menampung masukan (usul, masalah, permohonan) dari pejabat- pejabat di daerah untuk dipertimbangkan sebagai agenda dalam persidangan.
  4. Seorang pejabat yang tidak menghadiri sidang Majelis Daerah tanpa alasan yang sah akan dikenakan disiplin gereja oleh BPD berupa surat penggembalaan.
  5. Pleno Sidang Majelis Daerah pada awalnya dipimpin oleh Ketua BPD, setelah pengesahan tata tertib dan acara maka rapat pleno dipimpin oleh Majelis Ketua.
  6. Sidang Majelis Daerah terakhir untuk memilih Ketua BPD, anggota MPL dan bakal calon ketua umum, harus diselenggarakan paling cepat 3 (tiga) bulan atau paling lambat 1 (satu) bulan sebelum sinode diadakan.
  7. dalam acara sidang Majelis Daerah, diagendakan penataran pengembangan pelayanan untuk pejabat-pejabat di daerah.
  8. Sidang Majelis Daerah dan semua pengambilan keputusan adalah sah, apabila dihadiri oleh ½ (satu perdua) ditambah 1 (satu) dari seluruh anggota yang memiliki hak suara, termasuk yang tidak hadir dan memberikan persetujuan secara tertulis di atas kepala surat dari jemaat lokalnya.
  9. Hasil-hasil persidangan Majelis Daerah dilaporkan kepada BPH.
  10. Dalam hal BPD tidak menyelenggarakan sidang Majelis Daerah selama 2 (dua) tahun, maka BPH akan mengundang dan memimpin Sidang Majelis Daerah untuk memilih ketua BPD yang baru.
  11. Pleno sidang Majelis Daerah untuk memilih Ketua BPD dipimpin oleh Majelis Ketua dari unsur BPH.
  12. Peninjau dan tamu tidak dapat mengikuti sidang pleno dan rapat komisi kecuali ijin dari Majelis Ketua.

Pasal 69 Penyelenggaraan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Ayat (7) Cukup Jelas

Ayat (8) Cukup Jelas

Ayat (9) Cukup Jelas

Ayat (10) Cukup Jelas

Ayat (11) Cukup Jelas

Ayat (12) Cukup Jelas

Pasal 70 Peserta persidangan

  1. Peserta Sidang Majelis Daerah ialah pejabat Gereja Bethel Indonesia di daerah yang bersangkutan yang dibuktikan dengan kartu jabatan yang masih berlaku dari BPH.
  2. Pendeta mempunyai hak bicara, hak suara dan hak dipilih.
  3. Seorang pendeta yang menjadi gembala jemaat lebih dari 1 (satu) daerah harus memilih domisili pelayanan untuk menentukan hak dipilih.
  4. Pendeta yang menjadi gembala jemaat di daerah lain, maka pendeta tersebut hanya mempunyai hak bicara dan hak suara.
  5. Pendeta muda mempunyai hak bicara dan hak suara, tetapi tidak mempunyai hak dipilih.
  6. Pendeta pembantu mempunyai hak bicara, tetapi tidak mempunyai hak suara dan hak dipilih.

Pasal 70 Peserta persidangan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Yang dimaksud dengan hak bicara adalah hak seorang pejabat GBI untuk mengemukakan pendapat dalam suatu sidang.

Yang dimaksud dengan hak suara adalah hak seorang pejabat GBI untuk ikut menentukan dalam perhitungan pemungutan suara ketika memutuskan sesuatu.

Yang dimaksud dengan hak dipilih adalah hak seorang pejabat GBI untuk dipilih menjadi Ketua BPD atau anggota MPL.

Ayat (3) Yang dimaksud dengan domisili pelayanan adalah tempat yang merupakan pusat pengaturan pelayanan dari seorang gembala yang mempunyai beberapa tempat pelayanan lintas BPD GBI.

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Pasal 71 Tugas

  1. Membantu BPH dalam pelaksanaan tugas- tugas yang diberikan oleh Sinode untuk kepentingan daerah atau menyelesaikan segala persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh jemaat setempat atau BPD.
  2. Membentuk Panitia ad hoc untuk menyelesaikan masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan BPD.
  3. Mempererat persekutuan di antara pejabat- pejabat se-daerah melalui pelayanan, doa dan Firman Tuhan.
  4. Mengesahkan program dan anggaran yang diusulkan oleh komisi untuk dilaksanakan oleh BPD sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan.
  5. Mengadakan penataran-penataran demi peningkatan pelayanan dan kemajuan- kemajuan pejabat di daerah yang bersangkutan.
  6. Semua biaya sidang Majelis Daerah ditanggung oleh jemaat-jemaat di daerah yang bersangkutan, tetapi dapat dibantu oleh BPH sesuai dengan anggaran belanja yang sudah disahkan oleh MPL.
  7. Menguji, menerima serta melantik calon Pendeta Pembantu dan calon Pendeta Muda, pada sidang Majelis Daerah, yang bukan pada Sidang Majelis Daerah Gembala.
  8. Mengesahkan laporan dan pertanggungjawaban BPD yang akan disampaikan kepada BPH dan MPL.
  9. Menyelesaikan tugas yang diberikan oleh BPH.

Pasal 71 Tugas

Ayat (1) Yang dimaksud dengan tugas-tugas adalah tugas yang tidak termasuk dalam program rutin BPH

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Ayat (7) Cukup Jelas

Ayat (8) Cukup Jelas

Ayat (9) Cukup Jelas

Bab IX Badan Pekerja Daerah

Pasal 72 Pembentukan badan pekerja daerah

  1. Badan Pekerja Daerah dibentuk apabila dalam suatu propinsi terdapat sekurang-kurangnya 5 (lima) pendeta yang masing-masing menggembalakan jemaat induk.
  2. Dalam hal-hal yang bersifat khusus, Badan Pekerja Daerah dapat juga dibentuk di daerah-daerah tertentu atas usul BPD yang bersangkutan dan mendapat persetujuan dari BPH.
  3. Daerah yang belum memenuhi syarat untuk membentuk BPD, diatur oleh BPH.

Bab IX Badan Pekerja Daerah

Pasal 72 Pembentukan Badan Pekerja Daerah

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Yang dimaksud dengan hal-hal khusus adalah:

  1. Letak geografis yang sulit terjangkau
  2. Daerah-daerah pemekaran yang membutuhkan perhatian khusus;
  3. Daerah-daerah potensial dan strategis.

Ayat (3) Yang dimaksud dengan belum memenuhi syarat adalah:

  1. Sebuah daerah/provinsi belum ada 5 orang Pendeta yang menggembalakan Jemaat.
  2. Tidak ada pendeta yang mampu menjadi ketua BPD.
  3. Belum memiliki kemampuan untuk membiayai program BPD yang bersangkutan.

Yang dimaksud diatur oleh BPH adalah BPH akan membentuk Koordinator Daerah yang dibina dan dibantu pembiayaannya oleh BPH.

Pasal 73 Pengertian dan susunan

  1. Badan Pekerja Daerah adalah badan yang mewakili Majelis Daerah baik ke dalam maupun ke luar, terhadap pemerintah serta semua organisasi lain di daerahnya.
  2. Susunan BPD terdiri dari:
    1. Penasehat, yang adalah anggota MPL di daerah.
    2. Ketua dan Wakil Ketua
    3. Sekretaris dan Wakil Sekretaris
    4. Bendahara dan Wakil Bendahara
    5. Ketua-ketua Bidang dan Ketua Perwakilan Wilayah Kabupaten atau Kota.

Pasal 73 Pengertian dan susunan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Huruf (a) Cukup Jelas
Huruf (b) Cukup Jelas
Huruf (c) Cukup Jelas
Huruf (d) Cukup Jelas
Huruf (e) Dalam daerah yang sulit dibentuk perwakilan berdasarkan pembagian Daerah kabupaten atau kota, maka Ketua BPD GBI dapat menentukannya sesuai dengan kondisi wilayah setempat.

Pasal 74 Persyaratan Ketua

Ketua Badan Pekerja Daerah dipilih oleh Sidang Majelis Daerah dengan persyaratan:

  1. Seorang pendeta yang menggembalakan jemaat sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun.
  2. Berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun.
  3. Mempunyai karunia Roh Kudus sebagai pemimpin gereja yang dibuktikan dalam pelayanan.
  4. Mempunyai sikap mengayomi dan melayani dengan penuh kasih (1 Tes. 2:11-12).
  5. Loyal kepada Gereja Bethel Indonesia dan jujur serta setia dalam memberi persepuluhan jemaat yang digembalakannya kepada BPH (sepenuhnya dalam periode berjalan).
  6. Mempunyai kehidupan keluarga yang baik dan dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir tidak pernah terkena disiplin gereja.
  7. Memiliki rencana dan strategi misi pengembangan Gereja Bethel Indonesia di daerahnya.
  8. Sekurang-kurangnya berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang sederajat.

Pasal 74 Persyaratan ketua

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Ayat (7) Cukup Jelas

Ayat (8) Cukup Jelas

Pasal 75 Proses pemilihan Ketua BPD

  1. Sidang Majelis Daerah yang diadakan untuk memilih Calon Ketua BPD GBI, diselenggarakan paling cepat 3 (tiga) bulan atau paling lambat 1 (satu) bulan sebelum sinode.
  2. Majelis Ketua dari unsur BPH GBI, berkewajiban untuk memimpin seluruh proses pemilihan Ketua BPD GBI yang diadakan dalam Sidang MD terakhir.
  3. Yang mempunyai hak suara dalam sidang Majelis Daerah adalah pendeta dan pendeta muda dengan memperlihatkan kartu jabatan kependetaan yang masih berlaku.
  4. Seorang pendeta atau pendeta muda hanya dapat menuliskan nama Calon Ketua BPD GBI di dalam kertas suara yang telah disediakan dan memasukkannya dalam kotak suara.
  5. Kertas suara yang di dalamnya tercantum lebih dari satu nama Calon Ketua BPD GBI, dinyatakan batal dan tidak dihitung sebagai perolehan suara.
  6. Bakal Calon Ketua BPD GBI dipilih dari nama- nama yang diajukan secara tertulis oleh peserta sidang MD yang mempunyai hak suara.
  7. Pemilihan Calon Ketua BPD GBI dalam sidang MD dilakukan secara bertahap, langsung, bebas dan rahasia.
  8. Pada pemilihan tahap pertama, Bakal Calon Ketua BPD GBI diseleksi oleh sidang MD sehubungan dengan persyaratan seperti yang disebutkan dalam pasal 74, untuk mendapatkan 3 (tiga) calon dengan suara terbanyak, untuk disahkan sebagai Calon Ketua BPD GBI pada tahap kedua.
  9. Jika dalam tahap kedua terdapat dua calon dengan jumlah suara terbanyak yang sama, maka diadakan pemilihan ulang kepada kedua calon tersebut sampai salah seorang calon mendapat suara terbanyak.
  10. Sebelum perhitungan suara dimulai, Majelis Ketua Sidang Majelis Daerah akan memilih 2 (dua) orang wakil dari peserta Sidang Majelis Daerah untuk menjadi saksi dalam pembacaan dan perhitungan suara dari nama-nama Calon Ketua BPD GBI yang masuk.
  11. Setelah 2 ( dua) orang saksi terpilih, maka Majelis Ketua Sidang Majelis Daerah akan membacakan nama-nama Calon Ketua BPD GBI dan menghitung jumlah suara yang didapat oleh masing-masing calon.
  12. Calon Ketua BPD GBI yang memperoleh suara terbanyak, dinyatakan dan ditetapkan sebagai ketua BPD.
  13. Ketua BPD terpilih akan dilantik oleh Ketua Umum BPH GBI dalam Sinode.
  14. Hasil perhitungan suara pemilihan Ketua BPD GBI, dituangkan dalam berita acara pemilihan yang dibuat untuk keperluan tersebut.
  15. Dalam memilih dan menyusun staf/pengurus, Ketua BPD GBI terpilih berkonsultasi dengan anggota MPL di daerah yang bersangkutan.
  16. Dalam masa peralihan kepemimpinan, Ketua BPD terpilih melakukan orientasi tugas dengan Ketua BPD lama.

Pasal 75 Proses pemilihan ketua

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Ayat (7) Cukup Jelas

Ayat (8) Cukup Jelas

Ayat (9) Cukup Jelas

Ayat (10) Cukup Jelas

Ayat (11) Cukup Jelas

Ayat (12) Cukup Jelas

Ayat (13) Cukup Jelas

Ayat (14) Cukup Jelas

Ayat (15) Cukup Jelas

Ayat (16) Cukup Jelas

Pasal 76 Pengurus lengkap

  1. Pengurus lengkap BPD terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan wakil-wakilnya serta ketua-ketua bidang perwakilan wilayah kabupaten atau kota yang ditetapkan oleh BPD melalui surat keputusan.
  2. Perwakilan wilayah kabupaten atau kota dapat ditetapkan oleh BPD sesuai dengan kebutuhan.
  3. Perwakilan wilayah kabupaten atau kota terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara yang disebut Perwakilan Wilayah dan disingkat Perwil.
  4. Tugas Perwil adalah:
    1. Membantu BPD dalam mengembangkan persekutuan pejabat di daerah yang bersangkutan.
    2. Membantu BPD dalam mengembangkan pelayanan di daerah yang bersangkutan.
    3. Tugas-tugas tersebut dinyatakan dalam butir-butir surat keputusan BPD.
  5. Perwil dapat mengadakan rapat atas persetujuan ketua BPD yang dihadiri oleh ketua/wakil ketua BPD.
  6. Keperluan operasional Perwil termasuk dalam anggaran BPD
  7. .

Pasal 76 Pengurus lengkap

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Khusus untuk daerah Papua (Papua, Teluk Cendrawasih dan Papua Barat dapat menggunakan nama BADAN PEKERJA WILAYAH/BPW)

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Huruf a Cukup Jelas
Huruf b Cukup Jelas
Huruf c Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Pasal 77 Tugas

Badan Pekerja Daerah bertugas:

  1. Mewakili BPH di daerah dan melaksanakan segala keputusan Sinode, MPL dan Majelis Daerah.
  2. Meneliti dan menyelesaikan masalah sesuai dengan Firman Tuhan dan Tata Gereja GBI.
  3. Membela dan membina jemaat-jemaat di daerah demi perkembangan dan kemajuan Gereja Bethel Indonesia.
  4. Melaksanakan program sinode baik jangka pendek maupun jangka panjang sesuai dengan kebutuhan daerah.
  5. Menyusun laporan pertumbuhan dan perkembangan daerah untuk BPH dan MPL.
  6. Mengeluarkan surat keputusan penetapan gembala jemaat, surat keputusan kependetaan untuk pendeta muda dan pendeta pembantu serta surat pengantar untuk memperoleh kartu jabatan.
  7. Mengadakan rapat staf sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan 1 (satu) kali.
  8. Melaksanakan tugas-tugas tertentu yang diberikan oleh BPH.
  9. Menyelenggarakan sidang MD.

Pasal 77 Tugas

Ayat (1) Yang dimaksud dengan mewakili BPH di daerah adalah bahwa BPD GBI merupakan perpanjangan tangan BPH GBI di daerahnya masing-masing.

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Yang dimaksud dengan program jangka pendek maupun program jangka panjang adalah program yang diputuskan oleh sidang MPL dan pelaksanaannya dilaporkan serta disahkan dalam sidang sinode.

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Surat Keputusan yang dimaksud dalam ayat ini mengikuti contoh Format yang dikeluarkan oleh BPH, dan bentuk kepala surat BPD dan BPW adalah sebagai berikut:

Contoh Kepala Surat BPD
Contoh kepala surat BPD GBI.png
Contoh Kepala Surat BPW
Contoh kepala surat BPW GBI.png

Pasal 78 Masa jabatan

  1. Masa jabatan ketua BPD adalah dari satu periode sampai kepada sinode berikutnya.
  2. Masa jabatan ketua BPD paling lama adalah 2 (dua) kali masa jabatan dan dapat dicalonkan kembali setelah selang 1 (satu) periode berikutnya.
  3. Apabila ketua BPD tidak dapat memenuhi kewajibannya sehingga merugikan persekutuan GBI, maka BPH membebastugaskan yang bersangkutan dari jabatan ketua BPD.

Pasal 78 Masa jabatan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Yang dimaksud dengan tidak memenuhi kewajibannya antara lain seperti: tidak melaksanakan tugas organisasi sehingga menyebabkan kepemimpinan organisasi tidak berjalan, mengajarkan ajaran di luar pengajaran GBI dan melakukan hal-hal lain yang semacam itu.

Pasal 79 Kekosongan jabatan

  1. Kekosongan jabatan ketua BPD yang terjadi karena tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik, maka BPH mengangkat seorang pejabat sementara untuk menggantikannya sampai sidang MD berikutnya.
  2. Apabila seorang anggota pengurus BPD tidak menunaikan tugas dengan baik, Ketua BPD dapat menggantikannya dengan pejabat lain dan kemudian melaporkan kepada BPH.

Pasal 79 Kekosongan jabatan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Bab X Penggabungan

Pasal 80 Penerimaan penggabungan

Yang dapat diterima bergabung dengan Gereja Bethel Indonesia adalah jemaat dan gembalanya atau persekutuan doa dan pimpinannya.

Bab X Penggabungan

Pasal 80 Penerimaan penggabungan

Cukup Jelas

Pasal 81 Prosedur penggabungan

  1. Pemohon berkonsultasi terlebih dahulu dengan BPD, kemudian mengajukan surat permohonan penggabungan kepada BPH dan BPD.
  2. BPD meninjau dan melakukan penelitian terhadap ajaran, kehidupan pribadi, keluarga, aset jemaat serta aktivitas jemaat pemohon.
  3. BPD mencari informasi dari pengurus sinode atau organisasi gereja asal.
  4. Apabila prosedur di atas telah dipenuhi maka BPD meneruskan permohonan tersebut kepada BPH dengan dilengkapi:
    1. Permohonan tertulis kepada BPH dan rekomendasi BPD.
    2. Surat pernyataan menerima dan bersedia mentaati Pengakuan Iman, Pengajaran dan Tata Gereja GBI dan bersedia untuk diuji.
    3. Bukti tertulis bahwa yang bersangkutan telah mengundurkan diri dari sinode atau organisasi gereja asal.
  5. BPH menugaskan BPD untuk melakukan pembinaan paling lambat 1 (satu) tahun terhadap pejabat dan jemaatnya; setelah gereja tersebut memenuhi semua persyaratan, baru kemudian dikeluarkan surat keputusan jenjang kependetaan pejabat tersebut.
  6. Pemohon yang telah diterima bergabung dengan Gereja Bethel Indonesia, baru dapat menjadi pejabat Gereja Bethel Indonesia setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan jenjang kependetaan, berdasarkan usul BPD dan penetapan BPH.
  7. Pengesahan dan pelantikan dilakukan sesuai dengan Tata Gereja GBI Bab II Pasal 17.

Pasal 81 Prosedur penggabungan

Ayat (1) Ketika pemohon berkonsultasi dengan BPD GBI dan mengutarakan Niatnya untuk bergabung, maka Ketua BPD GBI memberikan pengarahan mengenai organisasi GBI dan memberitahu langkah-langkah yang harus ditempuh oleh pemohon, sesuai dengan Tata Gereja GBI.

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Huruf a Cukup Jelas
Huruf b Cukup Jelas
Huruf c Cukup Jelas

Ayat (5) BPH GBI akan mengeluarkan surat tugas kepada BPD GBI, sehubungan dengan tugas pembinaan yang dilakukan kepada pemohon penggabungan. Surat keputusan definitive tentang penggabungan akan dikeluarkan oleh BPH GBI, setelah pemohon melewati masa pembinaan selama 1 (satu) tahun yang dilakukan oleh BPD GBI.

Surat keputusan tentang jenjang kependetaan bagi pejabat yang bergabung dikeluarkan oleh BPH GBI berdasarkan pertimbangan BPD GBI.

Ayat (6) Cukup Jelas

Ayat (7) Cukup Jelas

Pasal 82 Penggabungan pejabat gereja tanpa jemaat

  1. Pejabat gereja tanpa jemaat, dapat bergabung dengan jemaat lokal Gereja Bethel Indonesia setelah melalui konsultasi dengan BPD.
  2. Status jenjang kependetaan akan ditinjau dan ditetapkan oleh BPD sesuai dengan Tata Gereja GBI Bab II Pasal 15.
  3. Pengesahan dan pelantikan pejabat yang bergabung mengikuti prosedur Tata Gereja GBI Bab II Pasal 17.

Pasal 82 Penggabungan pejabat gereja tanpa jemaat

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Pasal 83 Penggabungan persekutuan doa dan pimpinan

  1. Pemohon berkonsultasi terlebih dahulu dengan BPD, kemudian mengajukan surat permohonan penggabungan ke BPH melalui BPD.
  2. BPD meninjau dan melakukan penelitian terhadap ajaran, kehidupan pribadi, keluarga, aset, persekutuan doa, serta aktivitas persekutuan doa pemohon.
  3. BPD mencari informasi-informasi dari badan atau yayasan yang menaunginya.
  4. Apabila prosedur di atas setelah dipenuhi maka BPD meneruskan permohonan tersebut kepada BPH dengan dilengkapi:
    1. Permohonan tertulis kepada BPH dan rekomendasi BPD.
    2. Surat pernyataan menerima dan bersedia menaati Pengakuan Iman, Pengajaran dan Tata Gereja GBI serta bersedia untuk diuji.
    3. Bukti tertulis bahwa yang bersangkutan telah mengundurkan diri dari badan atau yayasan yang menaunginya.
  5. Setelah semua persyaratan dipenuhi, maka BPH mengeluarkan surat keputusan penggabungan dan menugaskan BPD untuk meresmikan serta memberi surat tugas.
  6. Permohonan yang telah diterima bergabung dengan Gereja Bethel Indonesia, baru dapat menjadi pejabat GBI, setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Tata Gereja GBI Bab II Pasal 16.
  7. Pengesahan dan pelantikan dilakukan sesuai dengan Tata Gereja GBI Bab II Pasal 17.

Pasal 83 Penggabungan persekutuan doa dan pimpinan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Huruf a Cukup Jelas
Huruf b Cukup Jelas
Huruf c Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Ayat (7) Cukup Jelas

Bab XI Disiplin Gereja

Pasal 84 Pengertian disiplin gereja

  1. Disiplin gereja ialah sarana pembinaan, pemulihan dan pemurnian yang dilaksanakan berdasarkan kasih untuk pendewasaan dan menjaga kekudusan gereja.
  2. Disiplin gereja ialah sanksi yang dijatuhkan berdasarkan pelanggaran terhadap ajaran dan peraturan dari Gereja Bethel Indonesia yang harus ditaati oleh setiap pejabat Gereja Bethel Indonesia.

Bab XI Disiplin Gereja

Pasal 84 Pengertian disiplin gereja

Ayat (1) Disiplin gereja yang dijatuhkan kepada pejabat GBI yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap ajaran GBI dan atau peraturan yang dikeluarkan oleh GBI, dengan maksud untuk membina dan memperbaiki diri yang bersangkutan

Ayat (2) Cukup Jelas

Pasal 85 Dasar disiplin gereja

Demi kemajuan dan kemurnian pelayanan Tuhan, maka Gereja menjalankan Disiplin Gereja berdasarkan:

  1. Alkitab.
  2. Pengakuan Iman, Pengajaran, Tata Gereja GBI.
  3. Etika kependetaan.
  4. Peraturan yang berlaku di daerah setelah disetujui oleh MD dan disahkan oleh MPL.

Pasal 85 Dasar disiplin gereja

Disiplin gereja dikenakan kepada pejabat Gereja Bethel Indonesia yaitu Pendeta, Pendeta Muda dan Pendeta Pembantu yang:

  1. Melanggar Firman Tuhan, Pengakuan Iman, Pengajaran, Tata Gereja GBI. (Mat. 18:15-18; 1 Kor. 5:15; Roma 16:17-18)
  2. Melanggar Etika Kependetaan.
  3. Berzina, beristri/bersuami lebih dari satu, menikah lagi karena cerai hidup, perceraian, penyimpangan seks, melakukan tindak pidana, penyembahan berhala, menyulut perpecahan, mengajarkan ajaran sesat (okultisme, spiritualisme, hipnotisme), memfitnah, memutar-balikkan kebenaran, tuduhan palsu, dan semacamnya.

Disiplin gereja adalah suatu rangkaian peraturan tata tertib yang dibuat oleh Gereja Bethel Indonesia dan dimaksudkan untuk mencapai perbaikan atau perubahan perilaku dan pemulihan pejabat Gereja Bethel Indonesia yang melanggar ketentuan-ketentuan yang ditentukan oleh Gereja Bethel Indonesia.

Disiplin gereja Gereja Bethel Indonesia, terdiri dari 5 (lima) jenis sanksi yaitu Peringatan Tertulis (berlaku untuk selama 3 tahun sejak tanggal diterima, Pemutusan Persekutuan Sementara, Penurunan Jenjang Kependetaan/Penurunan Jabatan Kepengurusan dan Pembebasan Tugas Secara Tetap (Pemecatan).

Jenis sanksi tersebut di atas bukanlah merupakan jenjang sanksi, sehingga, sehingga dapat saja seorang pejabat dikenakan langsung sanksi Penurunan Jenjang Kependetaan atau Pemecatan, tanpa terlebih dahulu terkena sanksi Peringatan Tertulis, atau dapat pula dikenakan sanksi Pembebasan Tugas Sementara dan sanksi Penurunan Jenjang Kependetaan secara bersama-sama dalam waktu yang bersamaan sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan. Sanksi Pembebasan Tugas Sementara juga dapat dikenakan kepada seorang pejabat Gereja Bethel Indonesia yang sedang menunggu keputusan akhir, karena kasusnya sedang diteliti oleh BPD/ BPH; apabila kemudian ternyata terbukti tidak bersalah, akan dilakukan rehabilitasi.

Yang berhak mengeluarkan sanksi Peringatan Tertulis, Pemutusan Persekutuan Sementara dan Pembebasan Tugas Sementara adalah BPD; sedangkan sanksi Penurunan Jenjang Kependetaan/Penurunan Jabatan Kepengurusan dan Pembebasan Tugas Secara Tetap (Pemecatan), dilakukan oleh BPH setelah melalui penelitian yang lengkap.

Terhadap sanksi Pembebasan Tugas Sementara, Penurunan Jenjang Kependetaan/Penurunan Jabatan Kepengurusan dan Pembebasan Tugas Secara Tetap (Pemecatan), diumumkan secara tertulis kepada seluruh pejabat dalam lingkungan organisasi Gereja Bethel Indonesia.

Pasal 86 Jenis sanksi disiplin

  1. Peringatan tertulis.
  2. Jenis pelanggaran yang dikenakan Sanksi Peringatan Tertulis, yaitu:
    1. Lalai menghadiri Sidang Majelis Daerah selama dua kali secara berturut-turut, tanpa alasan yang sah atau tanpa izin dari ketua BPD, dalam kurun waktu satu periode Sinode.
    2. Berada di suatu tempat dan situasi yang dapat memberi kesan berdosa tanpa alasan yang sah.
    3. Tidak terhisap dalam suatu jemaat lokal.
    4. Menduduki jabatan kependetaan secara struktural pada organisasi Sinode Gereja lain.
    5. Gembala Jemaat yang menduduki jabatan struktural atau fungsional pada suatu partai politik, tanpa izin tertulis dari Ketua Umum BPH.
    6. Gembala jemaat yang menduduki jabatan sebagai anggota legislative di tingkat nasional maupun daerah, tanpa izin tertulis dari Ketua Umum BPH.
    7. Gembala jemaat yang tanpa alasan yang jelas, tidak memberikan laporan tiga bulanan kepad BPD, dalam waktu 24 (dua puluh empat) bulan secara berturut-turut.
    8. Di samping menduduki jabatan struktural pada organisasi Gereja Bethel Indonesia, juga menduduki jabatan struktural pada suatu partai politik tanpa izin tertulis dari Ketua Umum BPH.
    9. Di samping menduduki jabatan struktural pada organisasi Gereja Bethel Indonesia, juga menjadi anggota legislative di tingkat pusat maupun daerah, tanpa izin tertulis dari Ketua Umum BPH.
    10. Tidak membuat laporan tertulis kepada BPD, dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, setelah pindah tempat pelayanan dari suatu jemaat ke jemaat lain.
    11. Tidak membuat laporan tertulis kepada BPD, dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, setelah pindah tempat domisili ke BPD yang baru.
    12. Berganti Pendeta Pembina, tanpa berkonsultasi dengan Pendeta Pembina terakhir dan ketua BPD.
    13. Tidak mengirimkan persepuluhan jemaat kepada BPH, selama 12 (duabelas) bulan berturut-turut, tanpa alasan yang dapat dibenarkan oleh Ketua Umum BPH.
    14. Tidak mengirimkan persembahan bulanan kepada BPD, selama 12 (duabelas) bulan berturut-turut, tanpa alasan yang dapat dibenarkan oleh Ketua BPD.
    15. Melakukan fitnah terhadap sesama pejabat Gereja Bethel Indonesia.
    16. Tidak melaporkan kepada BPD pelanggaran yang dilakukan Gereja Bethel Indonesia lain, walaupun hal tersebut telah terbukti diketahuinya secara jelas.
    17. Menerima pengkhotbah yang sudah dipecat dari organisasi Gereja Bethel Indonesia.
    18. Menerima pengkhotbah yang membawakan ajaran yang bertentangan dengan ajaran Gereja Bethel Indonesia/Pengakuan Iman Gereja Bethel Indonesia.
  3. Pemutusan persekutuan sementara sehingga tidak mendapatkan pelayanan secara organisasi.
  4. Jenis pelanggaran yang dikenakan Sanksi Pemutusan Persekutuan Sementara, yaitu:
    1. Tidak mengikuti Sidang Majelis Daerah tanpa alasan, walaupun telah mendapat sanksi Peringatan Tertulis dan telah dipanggil secara resmi melalui panggilan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut- turut.
    2. Tanpa alasan yang dapat dibenarkan, tetap tidak memberikan persepuluhan jemaat kepada BPH, walaupun telah mendapat Sanksi Peringatan Tertulis.
    3. Tanpa alasan yang dapat dibenarkan, tetap tidak memberikan persembahan bulanan kepada BPD, walaupun telah mendapat Sanksi Peringatan Tertulis.
    4. Tetap tidak terhisap pada suatu jemaat lokal tertentu, walaupun telah mendapat Sanksi Peringatan Tertulis.
    5. Tidak mengirimkan persepuluhan jemaat kepada BPH, selama 2 (dua) tahun berturut-turut, walaupun telah mendapat Sanksi Peringatan Pertama.
    6. Tidak mengirimkan persembahan bulanan kepada BPD selama 2 (dua) tahun berturut-turut, walaupun telah mendapat Sanksi Peringatan Tertulis.
  5. Pembebasan tugas sementara sebagai pejabat Gereja Bethel Indonesia untuk suatu waktu tertentu secara tertulis dan diumumkan.
  6. Jenis pelanggaran yang dikenakan Sanksi Pembebasan Tugas Sementara, yaitu:
    1. Tetap melakukan fitnah terhadap sesama pejabat Gereja Bethel Indonesia, walaupun telah mendapat sanksi Peringatan Tertulis.
    2. Membocorkan rahasia yang berhubungan dengan jabatan kependetaan.
    3. Menerima pengkhotbah yang sudah dipecat dari organisasi Gereja Bethel Indonesia, walaupun telah mendapat sanksi Peringatan Tertulis.
    4. Menerima pengkhotbah yang membawakan ajaran yang bertentangan dengan ajaran Gereja Bethel Indonesia/ Pengakuan Iman Gereja Bethel Indonesia, walaupun telah mendapat sanksi Peringatan Tertulis.
    5. Merugikan nama baik organisasi Gereja Bethel Indonesia.
    6. Diceraikan oleh suami atau istri.
  7. Penurunan jenjang kependetaan dan jabatan kepengurusan dalam Gereja Bethel Indonesia secara tertulis dan diumumkan.
  8. Jenis pelanggaran yang dikenakan Sanksi Penurunan Jenjang Kependetaan dan Jabatan Kepengurusan, yaitu:
    1. Berpelukan dan berciuman secara birahi dengan lawan jenis yang bukan merupakan pasangan hidup/istri.
    2. Bertindak tidak jujur dalam penggunaan uang milik gereja sehingga menimbulkan ketidakpercayaan anggota jemaat.
    3. Meninggalkan tugas sebagai pelayan atau sebagai gembala jemaat dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan lebih, tanpa sepengetahuan Jemaat, Ketua BPD, Ketua Umum BPH.
    4. Tidak memberikan persepuluhan jemaat kepada BPH selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, walaupun telah mendapat Sanksi Peringatan Tertulis dan Sanksi Pemutusan Persekutuan Sementara.
    5. Tidak mengirimkan persembahan bulanan kepada BPD selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, walaupun telah mendapat sanksi Peringatan Tertulis dan Sanksi Pemutusan Persekutuan Sementara.
  9. Pembebasan tugas secara tetap (Pemecatan) sebagai Pejabat Gereja Bethel Indonesia dan diumumkan kepada seluruh pejabat Gereja Bethel Indonesia, serta tidak diperkenankan melayani di lingkungan jemaat-jemaat Gereja Bethel Indonesia.
  10. Jenis pelanggaran yang dikenakan Sanksi Pemberhentian Tugas Secara Tetap (Pemecatan), yaitu:
    1. Mengikuti dan mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan ajaran Gereja Bethel Indonesia/Pengakuan Iman Gereja Bethel Indonesia.
    2. Melakukan perzinahan.
    3. Melakukan penyimpangan hubungan sex.
    4. Beristri/bersuami lebih dari satu.
    5. Menikah lagi, setelah bercerai.
    6. Melakukan perceraian dengan istri/suami.
    7. Menyembah berhala.
    8. Melakukan praktek dan atau mengajarkan okultisme, spiritualisme dan hipotisme.
    9. Melakukan perbuatan yang melanggar hukum pidana atau perdata.
    10. Tetap melakukan fitnah walaupun telah mendapat sanksi Pembebasan Tugas Sementara, sehingga menyulut perpecahan di anatara sesame pejabat Gereja Bethel Indonesia.
    11. Tetap menduduki jabatan struktural organisasi Sinode Gereja lain, walaupun telah mendapat Sanksi Peringatan Tertulis.
    12. Tetap menduduki jabatan struktural pada partai politik, walaupun telah mendapat Sanksi Peringatan Tertulis.
    13. Tetap menduduki jabatan sebagai anggota legislative di tingkat pusat atau daerah, walaupun telah mendapat Sanksi Peringatan Tertulis.
    14. Tetap mengundang pengkhotbah yang membawakan ajaran yang bertentangan dengan Gereja Bethel Indonesia, walaupun telah mendapat Sanksi Pembebasan Tugas Sementara.
    15. Tetap mengundang pengkhotbah yang telah dipecat dari organisasi Gereja Bethel Indonesia, walaupun telah mendapat Sanksi Pembebasan Tugas Sementara.
    16. Dengan sengaja memberikan keterangan palsu atau tidak benar kepada BPH/BPD untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Pasal 86 Jenis sanksi disiplin

Ayat (1) Cukup Jelas

Huruf (a) Cukup Jelas
Huruf (b) Cukup Jelas
Huruf (c) Cukup Jelas
Huruf (d) Cukup Jelas
Huruf (e) Cukup Jelas
Huruf (f) Cukup Jelas
Huruf (g) Cukup Jelas
Huruf (h) Cukup Jelas
Huruf (i) Cukup Jelas
Huruf (j) Cukup Jelas
Huruf (k) Cukup Jelas
Huruf (l) Cukup Jelas
Huruf (m) Cukup Jelas
Huruf (n) Cukup Jelas
Huruf (o) Cukup Jelas
Huruf (p) Cukup Jelas
Huruf (q) Cukup Jelas
Huruf (r) Cukup Jelas
Huruf (2) Cukup Jelas

Ayat (2) Yang dimaksud dengan pemutusan persekutuan sementara adalah tidak mendapat pelayanan organisasi.

Huruf (a) Cukup Jelas
Huruf (b) Cukup Jelas
Huruf (c) Cukup Jelas
Huruf (d) Cukup Jelas
Huruf (e) Cukup Jelas
Huruf (f) Cukup Jelas

Ayat (3) Yang dimaksud dengan pembebasan tugas sementara adalah tidak dibenarkan melakukan tugas kependetaan sebagai pejabat Gereja Bethel Indonesia dalam waktu yang ditetapkan oleh BPH.

Huruf (a) Cukup Jelas
Huruf (b) Cukup Jelas
Huruf (c) Cukup Jelas
Huruf (d) Cukup Jelas
Huruf (e) Cukup Jelas
Huruf (f) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Huruf (a) Cukup Jelas
Huruf (b) Cukup Jelas
Huruf (c) Cukup Jelas
Huruf (d) Cukup Jelas

Ayat (5) Yang dimaksud dengan pembebasan tugas tetap adalah pemecatan.

Huruf (a) Cukup Jelas
Huruf (b) Cukup Jelas
Huruf (c) Cukup Jelas
Huruf (d) Cukup Jelas
Huruf (e) Cukup Jelas
Huruf (f) Cukup Jelas
Huruf (g) Cukup Jelas
Huruf (h) Cukup Jelas
Huruf (i) Cukup Jelas
Huruf (j) Cukup Jelas
Huruf (k) Cukup Jelas
Huruf (l) Cukup Jelas
Huruf (m) Cukup Jelas
Huruf (n) Cukup Jelas
Huruf (o) Cukup Jelas
Huruf (p) Cukup Jelas

Pasal 87 Prosedur penjatuhan sanksi disiplin

  1. Pejabat yang menemukan pelanggaran dari pejabat lainnya, dapat memberitahukan kepada BPD yang disertai bukti-bukti dan menyampaikan tembusan kepada BPH, anggota MPL di daerah dan pendeta pembina.
  2. BPD memanggil pejabat yang bersangkutan dan atau bersama pendeta pembinanya untuk melakukan klarifikasi dan pembinaan.
  3. Apabila pejabat yang bersangkutan menolak pembinaan yang diberikan, maka BPD dapat mengeluarkan surat keputusan penjatuhan sanksi peringatan tertulis atau pemutusan persekutuan sementara, sehingga tidak mendapat pelayanan secara organisasi dan memberikan tembusan kepada BPH GBI.
  4. BPD bersama dengan anggota MPL di daerah yang bersangkutan dapat menjatuhkan sanksi pembebasan tugas sementara sebagai pejabat GBI untuk suatu waktu tertentu secara tertulis dan diumumkan.
  5. Apabila pejabat tersebut belum bertobat, maka BPD menyerahkan masalahnya kepada BPH.
  6. BPH melakukan penelitian terhadap pejabat tersebut untuk menetapkan keputusan disiplin berikutnya.
  7. Apabila pejabat yang menduduki jabatan struktural GBI melakukan pelanggaran organisasi, maka pembinaan dan sanksi dilakukan oleh pejabat struktural di atasnya.

Pasal 87 Prosedur penjatuhan sanksi disiplin

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Ayat (6) Cukup Jelas

Ayat (7) Cukup Jelas

Pasal 88 Rehabilitas dan pemulihan

  1. Pejabat yang terkena disiplin gereja dan kemudian ternyata tidak bersalah akan direhabilitasi oleh BPD atau BPH.
  2. Pejabat yang terkena disiplin gereja berhak mendapat pembinaan untuk pemulihan yang dilakukan oleh BPD atau BPH.
  3. Pejabat yang terkena disiplin gereja dapat dipulihkan oleh BPD atau BPH apabila memenuhi syarat:
    1. Telah sungguh-sungguh bertobat dan menghasilkan buah pertobatan yang dapat disaksikan oleh jemaat dan sesame pejabat Gereja Bethel Indonesia di daerah yang bersangkutan.
    2. Mendapat rekomendasi dari BPD berdasarkan musyawarah dengan anggota MPL di daerah yang bersangkutan.
    3. Menaati semua ketentuan yang disebutkan dalam keputusan BPH tentang disiplin.
  4. Pejabat yang terkena pembebasan tugas secara tetap dapat menjadi anggota jemaat Gereja Bethel Indonesia, apabila yang bersangkutan ingin kembali melayani dapat diproses sesuai dengan Tata Dasar dan Tata Tertib GBI.
  5. Surat keputusan rehabilitasi dikeluarkan oleh BPH.

Pasal 88 Rehabilitasi dan pemilihan

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3)

Huruf (a) Cukup Jelas
Huruf (b) Cukup Jelas
Huruf (c) Cukup Jelas

Ayat (4) Pejabat yang terkena pembebasan tugas secara tetap dapat menjadi anggota jemaat GBI dan apabila di kemudian hari setelah dipulihkan serta terpanggil untuk melayani, dapat diproses menjadi pejabat GBI sesuai dengan Tata Gereja GBI.

Ayat (5) Cukup Jelas

Bab XII Perbendaharaan Gereja

Pasal 89 Pengertian perbendaharaan gereja

Yang dimaksud dengan perbendaharaan gereja adalah barang-barang bergerak dan atau tidak bergerak serta keuangan yang menjadi milik gereja.

Bab XII Perbendaharaan Gereja

Pasal 89 Pengertian perbendaharaan gereja

Cukup jelas

Pasal 90 Jenis kepemilikan gereja

  1. Milik umum Gereja Bethel Indonesia
  2. Milik umum Gereja Bethel Indonesia aadalah keuangan, semua barang bergerak dan tidak bergerak yang dibeli oleh BPH maupun BPD atau dihibahkan dengan sah kepada BPH maupun BPD Gereja Bethel Indonesia dan dikelola oleh BPH atau BPD.

  3. Milik Jemaat Lokal
  4. Milik jemaat lokal adalah keuangan, semua barang bergerak dan tidak bergerak yang dibeli dan dibiayai oleh jemaat lokal atau dihibahkan dengan sah kepadanya dan dikelola oleh gembala jemaat bersama pengurus jemaat lokal yang berhak melakukan tindakan hukum atasnya, meskipun diatasnamakan Gereja Bethel Indonesia.

Pasal 90 Jenis kepemilikan gereja

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 91 Pelepasan barang tidak bergerak

  1. Milik umum Gereja Bethel Indonesia
  2. Untuk menjual atau melepas barang tidak bergerak milik umum Gereja Bethel Indonesia diperlukan persetujuan dari MPL dan harus dilaporkan dalam sidang sinode.

  3. Milik jemaat lokal
  4. Untuk menjual atau melepas milik jemaat loakal harus disertai kesepakatan tertulis antara gembala jemaat dengan pengurus jemaat lokal; apabila terdapat masalah antara gembala jemaat dan pengurus jemaat dalam hal pelepasan kepemilikan tersebut, harus dengan persetujuan BPD dan keputusan tertulis dari BPH.

Pasal 91 Pelepasan barang tidak bergerak

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Yang dimaksud dengan barak bergerak dan tidak bergerak milik jemaat lokal yang diatasnamakan Gereja Bethel Indonesia tidak akan berubah menjadi milik umum Gereja Bethel Indonesia.

Pasal 92 Sumber keuangan BPH

Keuangan BPH sebagai pengurus sinode diperoleh dari:

  1. Persepuluhan dari seluruh pemasukan jemaat lokal.
  2. Persembahan sukarela dari para simpatisan dan pejabat Gereja Bethel Indonesia.
  3. Persembahan lain atau usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan Firman Tuhan.

Pasal 92 Sumber keuangan BPH

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Pasal 93 Anggaran Pendapatan dan Belanja BPH

  1. BPH menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahunan yang menyakut Program Nasional Gereja Bethel Indonesia dan disahkan dalam sidang MPL.
  2. Anggaran Pendapatan dan Belanja yang telah disahkan dalam sidang MPL, harus dilaksanakan oleh BPH dan dipertanggungjawabkan kepada sidang MPL berikutnya.
  3. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gereja Bethel Indonesia untuk satu periode dilaporkan dan disahkan dalam sinode.

Pasal 93 Anggaran Pendapatan dan Belanja BPH

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Pasal 94 Sumber keuangan BPD

Keuangan BPD diperoleh dari:

  1. Persembahan wajib setiap bulan jemaat lokal dan pejabat-pejabat di daerah masing-masing.
  2. Bantuan BPH untuk menunjang program nasional Gereja Bethel Indonesia sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.
  3. Persembahan lain atau usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan Firman Tuhan.

Pasal 94 Sumber keuangan BPD

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Cukup Jelas

Pasal 95 Sumber keuangan jemaat lokal

Sumber keuangan jemaat lokal diperoleh antara lain dari persepuluhan, persembahan anggota jemaat, persembahan-persembahan lain atau usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan Firman Tuhan.

Pasal 95 Sumber keuangan jemaat lokal

Cukup jelas

Pasal 96 Penggunaan keuangan

  1. Keuangan BPH digunakan untuk:
    1. Membiayai pelaksanaan Program Nasional GBI yang disahkan oleh sinode.
    2. Membiayai pelaksanaan program yang disetujui oleh MPL.
    3. Hal-hal lain yang dianggap perlu oleh BPH.
  2. Keuangan BPD digunakan untuk:
    1. Membiayai program daerah yang telah disahkan Sidang Majelis Daerah
    2. Hal-hal lain yang dianggap perlu oleh BPD.
  3. Keuangan Jemaat Lokal digunakan untuk:
    1. Membiayai pelaksanaan program jemaat lokal sesuai dengan visi gembala jemaat.
    2. Membiayai kehidupan gembala jemaat dan staf.

Pasal 96 Penggunaan keuangan

Ayat (1) Cukup jelas

Huruf (a) Cukup Jelas
Huruf (b) Cukup Jelas
Huruf (c) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Huruf (a) Cukup Jelas
Huruf (b) Cukup Jelas

Ayat (3)

Huruf a, b. Penggunaan keuangan jemaat lokal diatur oleh gembala jemaat dan dapat dibantu oleh pengurus jemaat yang disesuaikan dengan keadaan jemaat atau dapat juga menggunakan acuan berikut sebagai pedoman:
PEDOMAN PENGGUNAAN KEUANGAN JEMAAT BERDASARKAN JUMLAH PEMASUKAN KEUANGAN
(Dalam rupiah)
5.000 - 500.000 10% - Persepuluhan kepada BPH
90% - Diatur oleh Gembala
500.000 - 2.500.000 10% - Persepuluhan kepada BPH
10% - Keperluan rutin
5% - Perawatan Gedung
5-10% - PI dan Diakonia
10% - Cadangan
60-55% - Gembala + Para Pembantu
2.500.000 - 10.000.000 10% - Persepuluhan kepada BPH
10% - Keperluan rutin
10% - Perawatan Gedung
5-10% - PI dan Diakonia
10% - Cadangan
55-50% - Gembala + Para Pembantu
10.000.000 - 25.000.000 10% - Persepuluhan kepada BPH
10% - Keperluan rutin
10% - Perawatan Gedung, Inventaris
10% - PI dan Diakonia
10-20% - Cadangan
50-40% - Gembala + Para Pembantu
25.000.000- 50.000.000 10% - Persepuluhan kepada BPH
10% - Keperluan Rutin
10% - Perawatan Gedung, Inventaris
10% - PI-MISI
10% - Diakonia
10-20% - Cadangan
40-30% - Gembala + Para Pembantu
50.000.000 - 75.000.000 10% - Persepuluhan kepada BPH
15% - Keperluan Rutin
10% - Perawatan Gedung, Inventaris, Kendaraan
15% - PI-MISI
10% - Diakonia
10-15% - Cadangan
30-25% - Gembala + Para Pembantu
75.000.000 - 100.000.000 10% - Persepuluhan kepada BPH
15% - Keperluan Rutin
10% - Perawatan Gedung, Inventaris, Kendaraan
10% - PI-MISI
10% - Diakonia
10-20% - Cadangan
25-20% - Gembala + Para Pembantu
100.000.000 ke atas 10% - Persepuluhan kepada BPH
15% - Keperluan Rutin
10% - Perawatan Gedung, Inventaris, Kendaraan
10% - PI-MISI
10% - Diakonia
10-20% - Cadangan
20-15% - Gembala + Para Pembantu
PEDOMAN PENGGUNAAN KEUANGAN JEMAAT BERDASARKAN JUMLAH ANGGOTA
Jemaat 12-50 jiwa 10% - BPH
90% - Diatur oleh Gembala
Jemaat 51-150 jiwa 10% - BPH
10% - Keperluan Rutin
5% - Perawatan Gedung
5% - Diakonia
10% - Cadangan
60-50% - Gembala + Para Pembantu
151-500 jiwa 10% - BPH
10% - Keperluan Rutin
10% - PI dan Diakonia
10% - Perawatan Gedung
10% - Cadangan
60-50% - Gembala + Para Pembantu
501-2000 jiwa 10% - BPH
10% - Keperluan Rutin
15% - PI dan Diakonia
15% - Perawatan Gedung Kendaraan, Inventaris
10-20% - Cadangan
40-30% - Gembala + Para Pembantu
2001 jiwa ke atas 10% - BPH
15% - Keperluan Rutin
15% - PI dan Diakonia
10% - Perawatan Gedung Kendaraan, Inventaris
10% - Staf Pembantu Khusus
10-20% - Cadangan
20-30% - Gembala + Para Pembantu

Bab XIII Pengakuan Iman GBI

Pasal 97 Pengucapan pengakuan iman

Pengakuan iman Gereja Bethel Indonesia diucapkan pada:

  1. Kebaktian Masa Raya Gerejawi (Natal, Jum’at Agung, Paskah, Kenaikan Tuhan Yesus, Pentakosta).
  2. Sidang MD, MPL, Sinode.
  3. Kebaktian peresmian jemaat baru/penerimaan penggabungan.

Bab XIII Pengakuan Iman GBI

Pasal 97 Pengucapan pengakuan iman

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Bab XIV Perubahan

Pasal 98 Proses perubahan

  1. Usul perubahan Tata Tertib GBI harus didukung oleh sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) Pendeta Gereja Bethel Indonesiadan disampaikan secara tertulis kepada BPH.
  2. BPH akan meneliti dan menilai, serta meneruskannya kepada sidang MPL untuk mendapat pertimbangan dan pengesahan.
  3. MPL membentuk panitia ad hoc untuk merumuskan usul perubahan.
  4. Rumusan perubahan dapat diterima bila disetujui oleh 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota MPL yang hadir.
  5. Perubahan Tata Tertib Gereja Bethel Indonesia harus disahkan dalam sidang berikutnya.

Bab XIV Perubahan

Pasal 98 Proses perubahan

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Ayat (4) Untuk sah atau tidaknya suatu keputusan yang diambil sehubungan dengan suatu rancangan perubahan tata gereja, harus disetujui oleh suara majoritas anggota MPL yaitu 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota yang hadir dalam sidang MPL yang diadakan untuk maksud tersebut.

Bab XV Penutup

Pasal 99 Hal hal yang belum diatur

  1. Hal-hal yang belum diatur dalam Tata Tertib Gereja Bethel Indonesia ini, akan diputuskan dan ditetapkan oleh BPH dengan ketentuan tidak boleh menyimpang dari Tata Gereja GBI.
  2. Petunjuk pelaksanaan Tata Gereja GBI harus disahkan oleh sidang MPL, sebelum diberlakukan kepada jemaat-jemaat lokal.

Bab XV Penutup

Pasal 99 Penutup

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 100 Pengesahan

  1. Tata Gereja GBI yang terdiri dari Tata Dasar, Tata Tertib dan Penjelasannya, telah disempurnakan dan ditetapkan oleh sidang MPL serta disahkan dalam Sidang Sinode XIV Gereja Bethel Indonesia di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 2008.
  2. Dengan disahkannya Tata Gereja GBI ini maka segala ketentuan yang terdapat dalam tata gereja sebelumnya, dinyatakan tidak berlaku lagi.
  3. Tata Gereja GBI ini berlaku sejak tanggal disahkan.

pasal 100 Penetapan

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas