Apa yang paling Tuhan rindukan dari kita?

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari

Ada seorang tokoh dalam Alkitab, yaitu Henokh. Henokh bukanlah seseorang yang memiliki prestasi spektakuler; dia tidak pernah menaklukkan kota, tidak membuat mujizat, tetapi ia diangkat langsung ke Surga tanpa mengalami kematian.

Ada seorang tokoh dalam Alkitab, yaitu Henokh. Henokh bukanlah seseorang yang memiliki prestasi spektakuler; dia tidak pernah menaklukkan kota, tidak membuat mujizat, tetapi ia diangkat langsung ke Surga tanpa mengalami kematian.

Rahasianya adalah: Henokh menangkap sesuatu yang sering dilewatkan oleh banyak orang—ia memahami kerinduan terdalam dari Tuhan. Henokh hidup bergaul dengan Allah, dan karena itu, Tuhan mengangkatnya (Kejadian 5:24).

Kita diciptakan dari nafas Tuhan, artinya kita diciptakan pertama-tama bukan untuk bekerja, tetapi untuk bergaul dengan Tuhan—untuk memiliki hubungan dan menikmati persekutuan dengan-Nya. Tuhan tidak menciptakan manusia hanya sebagai penjaga taman, tetapi sebagai teman sekutu-Nya, bukan hanya hamba, melainkan sahabat Allah yang Ia rindukan setiap hari.

Kita diciptakan pada hari ke-6, dan hari ke-7 Tuhan beristirahat! Beristirahat bukan karena Ia lelah, tetapi karena Ia ingin menikmati kebersamaan dan hubungan dengan manusia (Kejadian 3:8). Tuhan "berjalan-jalan", bukan "berjalan" — artinya bukan tergesa-gesa, melainkan santai dan penuh keakraban. Tuhan benar-benar menikmati persekutuan dengan manusia; inilah gambaran keintiman dan kedekatan yang Tuhan rindukan: hubungan antara sahabat dan kekasih.

Namun, saat manusia jatuh ke dalam dosa, Tuhan berseru, "Di manakah engkau?" — itu bukan pertanyaan tentang lokasi, tetapi tentang relasi. Tuhan kehilangan teman jalan-jalan-Nya. Sejak itu, Tuhan terus mencari orang yang merespons kerinduan hati-Nya. Tuhan kehilangan relasi dengan Adam, tetapi kemudian Tuhan menemukan Henokh dan Nuh. Tidak semua generasi merespons, tapi Tuhan tidak pernah berhenti mencari. Tuhan masih terus mencari kekasih hati-Nya yang sungguh-sungguh, bukan hanya mengejar berkat, tetapi mencintai Sang Pemberi Berkat.

Sayangnya, kita sering berbicara tentang Tuhan, tetapi jarang berbicara dengan Tuhan. Kita rajin melayani, tetapi lalai atau lupa bersekutu dengan Tuhan. Padahal yang Tuhan rindukan bukan aktivitas saja, tetapi keintiman dengan-Nya.

Kisah Maria dan Marta mengingatkan kita bahwa Tuhan ingin persekutuan dengan kita. Sebelum melayani, kita perlu bersekutu dahulu dengan Tuhan. Hubungan ini bukan sekadar hubungan kerja, tetapi sebagai sahabat (Yohanes 15:15).