Dengan hati

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari

Perubahan hidup dimulai dari hati yang diubahkan, bukan dengan menuntut orang lain berubah terlebih dahulu. Hati harus dijaga dengan kewaspadaan karena menjadi sumber terpancarnya kehidupan. Kata hati sering dianggap kompas hidup, namun hanya bila sejalan dengan Firman Tuhan barulah itu menjadi penuntun yang benar.

Shalom, hari ini saya ingin membagikan sebuah tema tentang hati. Hati itu sangat berkaitan dengan pribadi kita. Kita bisa rendah hati hanya dari pribadi yang sudah diubahkan. Jangan menuntut orang lain berubah, tapi kita yang berubah terlebih dahulu.

Amsal 4:23 mengatakan:

Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari sanalah terpancar kehidupan.

Hati ini memancarkan seluruh kehidupan kita. Kalau kita lihat di luar sana, banyak orang yang terluka hati dan sakit hati. Hati itu sangat memengaruhi hidup kita. Misalnya, kalau kita tidak suka dengan seseorang, perasaan itu akan terpancar melalui wajah dan tingkah laku kita. Itu karena hati kita belum dibentuk.

Dalam perjalanan hidup, kita sering dengar ungkapan, “Ikuti kata hati.” Kata hati dianggap seperti kompas yang membimbing setiap keputusan kita. Tapi pertanyaannya: Apakah kata hati kita sesuai dengan Firman Tuhan? Itu yang harus kita ingat dan pelajari. Saya pun belajar—apakah kata hati saya sejalan dengan Tuhan? Karena kata hati sangat subjektif; dipengaruhi oleh emosi, keinginan pribadi, pengalaman masa lalu, dan lain-lain.

Saya mau bagikan sedikit kesaksian soal emosi. Beberapa waktu lalu, saya menyetir mobil di daerah Pakuan, Bogor. Tiba-tiba mobil saya ditabrak dari belakang oleh motor. Orang yang dibonceng sampai jatuh. Saat itu saya mulai merasa marah, apalagi setelah melihat kaca spion dan melihat lampu belakang mobil saya pecah satu panel. Saya langsung minta Tuhan untuk tenangkan hati saya, supaya tidak emosi. Saya ajak orang itu ke bengkel Hyundai. Setelah estimasi biaya keluar, saya bilang ke orang itu, “Ganti separuhnya saja ya, Pak.” Soalnya kalau lewat asuransi bisa tiga titik. Lalu dia tanya, “Ibu non-muslim ya?”

Dari situ saya sadar: kata hati kita harus dikendalikan. Jangan biarkan orang lain menentukan bagaimana kita bersikap—tapi biarkan Firman Tuhan yang mengubah kita, termasuk dalam relasi kita, bahkan dengan pasangan. Karena Firman Tuhan adalah kebenaran absolut. Maka pertanyaannya: apakah kata hati kita sejalan dengan Firman Tuhan?

Yeremia 17:9 mengatakan:

Betapa liciknya hati, lebih licik dari segala sesuatu, hatinya sudah membatu—siapakah yang dapat mengetahuinya?

Jawabannya: hanya Tuhan yang bisa memulihkan hati. Kita perlu minta hikmat dari Tuhan, karena orang yang baik belum tentu benar, dan orang benar belum tentu selalu tampak baik.

Apa pun yang berasal dari dunia—yaitu keinginan daging dan keangkuhan hidup—semuanya bukan berasal dari Bapa. Maka mari kita belajar untuk menjaga hati kita.

Amin.