Kasih dan pertolongan
![]() ![]() | |
Inspirational | |
Tanggal | 20 Februari 2025 |
Oleh | David Satriyo |
Baca juga | |
| |
|
Mari kita untuk hidup dengan rendah hati, lemah lembut, dan sabar, sambil menunjukkan kasih melalui tindakan nyata dalam menolong sesama, bahkan di saat kita sendiri dalam keterbatasan.
Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.
Di ayat 2b, "tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu." Tentu harus ada dasar untuk bisa saling membantu, yaitu yang disebut di ayat sebelumnya: rendah hati, lemah lembut, dan sabar.
Beberapa bulan yang lalu, saya ingat sebelum bulan Desember, waktu saya pulang malam sekitar jam 10—biasanya jam segitu saya sudah tidur, karena sudah capek dan ngantuk—tiba-tiba ada telepon yang masuk. Seorang ibu-ibu menelepon sambil menangis dan minta tolong karena keluarganya yang sakit perlu ditolong. Saya pikir, “Ya sudah, bawa ke rumah sakit.” Tapi karena sudah malam, saya sarankan untuk bawa dulu ke klinik 24 jam.
Setelah beberapa lama, dia telepon lagi. Nadanya agak panik dan berkata, "Pak David, Pak David mau nolong saya gak?" Saya tetap bilang, “Ya udah, bawa dulu ke klinik.” Akhirnya dari klinik disarankan untuk dirujuk ke rumah sakit. Setelah itu, dia tanya lagi, “Bapak mau tetap menolong saya, kan?” Saya hanya bilang, “Nanti saya temui di rumah sakit.”
Yang sakit ini adalah cucunya, muntah-muntah parah, seperti muntaber, jadi memang perlu penanganan dokter secepatnya. Tapi waktu sampai di rumah sakit, mereka ditanya apakah punya BPJS, dan ternyata BPJS-nya sudah mati, jadi harus lewat dokter umum. Saya juga bingung, tapi akhirnya saya bantu urus sampai selesai. Harus cepat karena perlu penanganan segera. Saya menunggu sampai hasil tes darah keluar, yang baru selesai hampir jam 3 pagi.
Selama menunggu itu, saya hanya bisa berdoa. Saya berdoa, “Tuhan, tolong supaya anak ini tidak perlu dirawat.” Puji Tuhan, sekitar jam 3 pagi keluar hasil lab bahwa anak ini tidak perlu dirawat, dan bisa dibawa pulang.
Dari kejadian ini saya belajar, seperti dalam ayat tadi, untuk menolong sekalipun dalam kondisi yang terbatas. Harus ada kesabaran, kelemahlembutan, dan kerendahan hati. Keadaannya memang tidak enak, tapi saya harus tetap tolong sampai selesai. Saya tidak punya motivasi lain, saya hanya berusaha untuk menolong sepenuhnya. Padahal rasanya sudah begitu capek, mata sudah ngantuk, sampai jam 3 pagi harus tetap kita jalankan. Bahkan di rumah sakit itu sudah tidak ada tempat duduk di UGD.
Kenapa saya tetap bisa berpikir seperti itu? Saya belajar dari sesuatu yang saya sebut "minum jamu piti". Artinya: jaga mulut, pikiran, dan hati. Renungan malam hari ini, mari kita semua belajar untuk minum jamu piti itu ya—jaga mulut, pikiran, dan hati.
Amin.