Bersukacitalah, sabarlah, dan bertekunlah
![]() ![]() | |
Inspirational | |
Tanggal | 13 Juni 2024 |
Oleh | Yustinus Suhartanto |
Baca juga | |
| |
|
Sukacita dalam pengharapan memberi kita kekuatan untuk menghadapi hidup tanpa kehilangan arah. Dalam setiap kesesakan, kesabaran menjadi senjata untuk bertahan dan tetap percaya bahwa Tuhan sedang membentuk kita. Doa yang tekun bukan hanya membuka jalan, tetapi juga membawa kelegaan saat kita menyerahkan segalanya kepada Tuhan yang setia.
Akhir-akhir ini saya merenungkan satu ayat yang sangat relevan dengan keadaan kita sekarang—di mana banyak orang mengalami stres, tekanan, kehilangan sukacita, bahkan frustrasi.
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!
Ayat ini mengandung tiga perintah: bersukacita, sabar, dan bertekun. Menariknya, urutan ini tampaknya disengaja oleh Tuhan: untuk bisa bertekun, kita harus sabar, dan untuk bisa sabar, kita perlu memiliki sukacita.
Gambaran paling jujur tentang sukacita bisa kita lihat pada anak kecil—mereka tertawa lepas, bicara tanpa beban, karena mereka tidak terlalu peduli pada tekanan hidup. Beda dengan kita orang dewasa, yang kadang menyimpan luka dan kepahitan, bahkan dalam kata-kata kita bisa tanpa sadar menyakiti orang lain.
- Bersukacitalah dalam pengharapan
- Sabarlah dalam kesesakan
- Bertekunlah dalam doa
Sukacita membuat kita tidak mudah goyah oleh keadaan luar. Sukacita bukan sekadar perasaan senang karena keadaan baik, tapi muncul dari pengharapan yang hidup di dalam Tuhan. Pengharapan itulah yang memberi semangat hidup, yang membuat orang terus berjalan meski sedang jatuh.
Kalau hari-hari ini kita kehilangan sukacita, kita perlu bertanya: apakah pengharapan kita masih hidup? Tuhan selalu memberikan harapan yang baru setiap pagi; kasih setia-Nya tidak pernah berkesudahan. Tapi iblis bisa mencuri sukacita itu lewat hal-hal kecil—konflik karena masakan, anak yang kesiangan, atau tekanan hidup lainnya.Kesesakan itu nyata. Bisa datang dari keluarga, pasangan, anak, pekerjaan, biaya hidup, bahkan relasi sosial. Kesesakan bisa berarti stres, ujian, beban berat yang membuat kita hampir putus asa.
Tapi kesesakan itu juga alat Tuhan untuk menguatkan kita. Firman Tuhan berkata: “Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu.” Jadi, sabar adalah bukti kekuatan, bukan kelemahan.
Tapi bagaimana mungkin kita sabar kalau hati kita sudah pahit? Maka mulailah dari sukacita dalam pengharapan. Ketika hati kita diisi sukacita dari Tuhan, maka sabar bukanlah beban, tapi kekuatan untuk tetap bertahan.Bertekun artinya terus melakukannya walaupun belum terlihat hasilnya. Kita mungkin sudah doa seminggu, sebulan, setahun… belum dijawab. Tapi jangan berhenti. Doa bukan soal cepat atau lambat dijawab, tapi soal relasi dengan Tuhan.
Doa melepaskan beban kita. Jangan bawa stres kita ke media sosial. Bawa tangisan kita kepada Tuhan. Kadang kita berdoa sampai tidak bisa berkata-kata lagi—itu saat hati kita benar-benar berserah kepada-Nya. Setelah itu, meskipun masalah belum selesai, kita merasa lega, bebas, dan damai, karena Tuhan sudah mengambil alih.Penutup
Berserah bukan berarti menyerah. Berserah artinya tetap melakukan bagian kita, dan percaya Tuhan yang akan menggenapi janji-Nya.
Jadi, mari:
- Bersukacitalah, agar kita memiliki energi untuk menghadapi hidup,
- Sabarlah, agar kita tidak runtuh dalam kesesakan, dan
- Bertekunlah, agar Tuhan melihat iman kita dan menyatakan kuasa-Nya.
Amin.