Qadosh
![]() ![]() | |
Inspirational | |
Tanggal | 04 Juni 2024 |
Oleh | Mikael Wonohito |
Baca juga | |
| |
|
Hidup kudus bukan sekadar perkara peraturan atau dosa, tetapi soal hubungan yang hidup antara manusia dengan Tuhan, dan dengan sesama. Dalam kekudusan ada panggilan untuk dipisahkan bagi maksud Tuhan, dan untuk berdamai dengan semua orang. Namun kita tidak bisa mengejar kekudusan dengan kekuatan sendiri—kita membutuhkan Roh Kudus yang tinggal dalam kita.
Shalom, Bapak/Ibu, Saudara sekalian, puji Tuhan, hari ini kita membahas satu kata penting dalam iman Kristen: qadosh atau kudus.
Kata qadosh berasal dari bahasa Ibrani yang secara harfiah berarti: dipisahkan untuk tujuan yang khusus.
"Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus.
Tuhan menetapkan begitu banyak peraturan dalam kitab Imamat. Bukan tanpa alasan—bangsa Israel dipisahkan secara khusus oleh Tuhan untuk menjadi milik-Nya. Kekudusan di sini bukan sekadar moralitas, tapi pemisahan ilahi: umat yang diambil Tuhan dari bangsa-bangsa lain untuk tujuan-Nya yang kudus.
Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.
Dalam Perjanjian Baru, istilah "kudus" tetap dipakai dengan makna yang konsisten: dipisahkan, dan menjadi milik Allah. Namun kali ini, bukan hanya dipisahkan, tapi juga diperintahkan untuk hidup damai dengan semua orang. Jadi bukan hanya vertikal (hubungan dengan Tuhan), tapi juga horizontal (hubungan dengan sesama).
Kekudusan adalah tentang hubungan (relationship)
Kekudusan bukan sekadar soal najis atau tidak, boleh atau tidak boleh, tapi menyangkut relasi dengan Tuhan dan sesama. Ketika Yesus mati di kayu salib, itu bukan hanya untuk menebus dosa, tetapi untuk memulihkan hubungan—baik dengan Bapa di surga, maupun dengan orang-orang yang menyakiti kita.
Ingat ketika Yesus berkata:
- "Ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."
Itu adalah ekspresi kekudusan yang sejati: pengampunan dalam penderitaan.
Roh Kudus adalah meterai kekudusan
Setelah Yesus naik ke surga, Ia berkata kepada para murid:
- "Tinggallah di Yerusalem sampai kamu diperlengkapi dengan kuasa dari tempat tinggi."
Yesus ingin mempertahankan hubungan-Nya dengan kita. Karena itu, Ia mengutus Roh Kudus—Pribadi Allah sendiri—untuk tinggal dalam kita. Tapi Roh Kudus tidak bisa tinggal di sembarang hati. Orang itu harus lebih dulu percaya kepada Yesus, mengaku Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat, barulah Roh Kudus dimeteraikan atasnya.
Roh Kudus hanya diberikan kepada mereka yang sudah dipisahkan bagi Tuhan—yang hidup dalam kekudusan.
Kekudusan adalah komunikasi yang hidup dengan Tuhan
Dalam 1 Raja-raja 19:10-13, Elia mengalami sesuatu yang menarik: Ada angin besar, gempa, api—tapi Tuhan tidak hadir di sana. Tuhan justru datang dalam angin sepoi-sepoi biasa. Artinya, Tuhan ingin berkomunikasi secara pribadi dan lembut dengan Elia, bukan lewat kehebohan atau kekuatan. Dan ini adalah pola hubungan yang Tuhan rindukan dengan kita.
Seperti dalam hubungan suami-istri: komunikasi adalah fondasi. Tidak ada komunikasi = tidak ada relasi. Maka dalam hubungan dengan Tuhan pun, kita perlu membangun komunikasi, lewat doa, penyembahan, saat teduh, dan keintiman.
Hidup kudus bukan dengan kekuatan sendiri
Jangan pikir hidup kudus bisa dicapai dengan kekuatan kita sendiri. Kita akan frustrasi. Kita hanya bisa mengejar kekudusan dengan pertolongan Roh Kudus.
Kembali pada Ibrani 12:14,
- Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.
Mari kita renungkan ini: Kekudusan bukan sekedar 'boleh' dan 'tidak boleh', tapi adalah hubungan dengan Tuhan.
Jangan hidup kudus dengan kekuatan sendiri, semua itu mungkin hanya karena anugerah Roh Kudus yang bekerja di dalam kita.
Tuhan Yesus memberkati.