Generasi Yeremia menyelesaikan Amanat Agung

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
Renungan Khusus 2019.jpgRenungan Khusus 2019-1x1.jpg
Renungan khusus
Tanggal25 September 2022
Penulis(PTB)
Sebelumnya
Selanjutnya

Salah satu kunci keberhasilan penginjilan adalah keberlanjutan penginjilan itu sendiri kepada generasi berikutnya. Dalam peristiwa keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir, Firaun sempat melarang bangsa Israel untuk membawa anak-anak mereka (generasi selanjutnya) untuk beribadah kepada Tuhan (Keluaran 10:9-11). Apabila kita sepakat melihat Mesir pada masa itu sebagai gambaran ‘dunia’, maka kita akan menemukan seolah dunia hari ini sedang berbicara demikian: “generasi opa oma, papa mama boleh mengenal Tuhan, tetapi anak-anak dan generasi berikutnya tidak boleh mengenal Tuhan”.

Penginjilan tidak boleh hanya menjadi sejarah, tetapi harus menjadi sesuatu yang terus eksis sampai hari ini. Apalagi menjelang kedatangan Tuhan Yesus yang semakin dekat, seharusnya penginjilan menjadi sesuatu yang lebih relevan bagi generasi ini dan lebih gencar dilakukan. Gereja harus segera berbenah dan merubah paradigma jemaatnya, khususnya generasi berikutnya. Penginjilan tidak boleh lagi dipandang sebagai tugas orang-orang tertentu saja seperti pendeta, gembala atau orang-orang tua, tetapi sebagai ‘warisan besar’ yang harus terus dijaga; bahkan dikobarkan lebih besar lagi apinya oleh generasi berikutnya.

Apabila kita bercermin pada teks Alkitab, penginjilan yang efektif tidak dimulai begitu saja. Kisah Para Rasul 1:8 dengan jelas mencatat:

“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.”

Sebelum pergi memberitakan Injil dan menjadi saksi, seseorang harus diperlengkapi terlebih dahulu oleh Roh Kudus. Petrus menginjil kepada 3000 orang persis setelah peristiwa Baptisan Roh Kudus di Yerusalem, Paulus memberitakan Kerajaan Allah kepada bangsa-bangsa setelah mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan dalam perjalanan ke Damsyik.

Momentum pencurahan Roh Kudus adalah momentum penting dalam hidup orang percaya untuk mengobarkan penginjilan. Oleh sebab itu, setiap masa membutuhkan pencurahan Roh Kudus. Sebagai orang Pentakosta, kita meyakini bahwa karya dan pencurahan Roh Kudus masih terus berlangsung sampai hari ini untuk memperlengkapi setiap orang percaya dalam penuntasan Amanat Agung.

Dalam salah satu bukunya, French Arrington menulis:[1]

“Kuasa Roh Kudus memiliki hubungan langsung untuk bersaksi. Sekalipun kata-katanya sederhana dan langsung “to the point”, namun kata-kata rasul Petrus dibakar oleh Roh Kudus dan membawa kesadaran akan dosa, pertobatan dan pengampunan sehingga mengakibatkan 3000 orang diselamatkan.”

Kita percaya bahwa Alkitab masih relevan sampai hari ini. Banyak cara yang berubah, tetapi prinsipnya tidak berubah. Bahwa sejatinya Roh Kudus sendiri yang akan memampukan setiap orang percaya untuk dapat menyelesaikan Amanat Agung. Termasuk memampukan dan memberdayakan generasi muda dalam mengobarkan lagi api penginjilan pada masa ini.

Dalam suratnya, Paulus memperingatkan anak rohaninya, yaitu Timotius, untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padanya lewat penumpangan tangan Paulus atas Timotius sebelumnya.

“Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu. Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.
Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah.”
(2 Timotius 1:6-8)

Kata ‘kuperingatkan’ menjadi suatu peringatan khusus bagi Timotius untuk terus menjaga bahkan mengobarkan ‘warisan’ bagi generasi berikutnya. Dan di ayat 8 dijelaskan bahwa warisan itu adalah karunia Allah untuk berjuang bagi pemberitaan Injil. Paulus berpesan agar Timotius tidak takut, tidak malu bahkan rela ikut menderita demi terjadinya pemberitaan Injil.

Dari hal ini menjadi jelas, bahwa penginjilan adalah hal yang harus diwariskan oleh generasi terdahulu kepada generasi berikutnya. Dan generasi berikutnya sebagai penerima warisan tersebut harus menjaga dan mengobarkan lebih lagi api penginjilan itu. Roh Kudus akan memampukan dan menuntun generasi berikutnya untuk dapat menjaga dan mengobarkan penginjilan. Itulah sebabnya, sangat penting bagi generasi muda untuk menerima pencurahan Roh Kudus di zaman ini.

Gereja kita mendapat visi, bahwa pada zaman ini kita memasuki satu era baru dari sejarah pencurahan Roh Kudus. Yaitu era Pentakosta Ketiga, di mana Roh Kudus akan dicurahkan sekali lagi untuk memampukan generasi muda dalam penginjilan. Roh Kudus akan bekerja dalam segala aspek kehidupan generasi muda yang tujuannya adalah penuntasan Amanat Agung.

Penginjilan zaman ini

Dari pembahasan Alkitab di atas, kita dapat menemukan bahwa Roh Kudus sendiri yang akan memampukan; bahkan memberikan ide-ide kreatif sehingga penginjilan dapat terus dilakukan sampai hari ini. Ada beberapa hal penting tentang melakukan penginjilan pada zaman ini, yaitu:

  1. Menginjil di sekolah-sekolah dan Kampus
  2. Sekolah dan kampus adalah tempat di mana anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya dibandingkan di tengah keluarga dan gereja. Itu sebabnya maka sekolah-sekolah dan kampus adalah tempat yang efektif untuk melakukan penginjilan. Kita dapat mulai dengan mendoakan teman-teman kita yang belum percaya pada Tuhan Yesus. Lalu menunjukkan hidup benar dan penuh kasih sebagaimana Yesus telah hidup. Sehingga teman-teman kita dapat merasakan terlebih dahulu kasih Kristus lewat hidup kita. Setelah pendekatan ini dilakukan, baru lah kita mulai memberitakan tentang Tuhan Yesus sebagai Raja dan Juruselamat umat manusia. Selanjutnya kita dapat menantang mereka untuk menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

  3. Menjadi role model lewat berbagai platform digital
  4. Selain sekolah, generasi muda juga banyak menghabiskan waktunya dengan menyimak berbagai platform digital. Konten-konten yang kita upload setiap harinya dapat menjadi sarana untuk memberitakan Tuhan Yesus. Kita dapat memulai dengan menjadi role model bagi generasi ini dalam platform digital. Role Model hidup benar, hidup kudus, takut akan Tuhan dan lain-lain. Sehingga diri kita diterima oleh banyak orang. Setelah itu kita dapat menginjil dengan berbagai konten seperti kesaksian pribadi, ucapan syukur dan menceritakan kebaikan Tuhan Yesus. Kita juga dapat membuka ruang curhat dalam platform digital sehingga banyak orang bisa punya ruang untuk bercerita. Hal-hal seperti ini akan membuka pintu-pintu penginjilan.

  5. Memberitakan Tuhan Yesus lewat talenta
  6. Yang terakhir dan tidak kalah penting adalah tentang “Talenta”. Kita percaya bahwa setiap orang diperlengkapi dengan berbagai macam talenta dan potensi. Dan apabila kita percaya bahwa Baptisan Roh Kudus mampu memaksimalkan hidup seseorang dalam berbagai aspek kehidupan, maka kita juga akan mengerti bahwa setelah menerima pencurahan Roh Kudus kita dapat memaksimalkan seluruh talenta dan potensi hidup kita.

    Talenta dan potensi yang kita maksimalkan dan kerjakan dengan baik ini kemudian akan dapat menjadi kesaksian bagi banyak orang. Orang-orang yang diberkati lewat kepiawaian kita bermain musik, menyanyi, bermain bulu tangkis; bahkan sekedar mengerjakan soal-soal sulit matematika dapat bertanya dan ingin tahu, bagaimana kita orang-orang percaya memaksimalkan talenta dan potensi yang kita miliki.

    Hal ini kemudian yang akan menjadi pintu besar bagi tersiarnya kabar Injil. Bahwa Tuhan Yesus yang telah memampukan kita untuk mengembangkan berbagai talenta dan potensi yang kita miliki, sehingga menjadi berkat bagi banyak orang.

Sebagai generasi Yeremia, adalah tanggung jawab kita untuk lebih lagi mengobarkan api penginjilan sampai Tuhan Yesus datang! Mari memberitakan Tuhan Yesus di sekolah-sekolah dan kampus, berbagai platform digital bahkan lewat segala talenta dan potensi yang kita maksimalkan. Tuhan Yesus Memberkati! (PTB)

Referensi

  1. ^ French L. Arrington, Doktrin Kristen Perspektif Pentakosta, (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2005), 409-410.