10 hari pertobatan

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
Renungan Khusus 2019.jpgRenungan Khusus 2019-1x1.jpg
Renungan khusus
Tanggal09 Oktober 2022
PenulisIr Twin Yoshua Raharjo Destyanto, ST, MSc
Sebelumnya
Selanjutnya

Peristiwa tahun baru pada umumnya, dilewati dengan segala kemeriahan seperti berpesta, berbelanja di tempat-tempat yang menawarkan diskon akhir tahun atau beberapa orang menikmatinya dengan berlibur di luar kota atau luar negeri.

Sekitar bulan September setiap tahunnya, orang Yahudi memperingati pergantian tahun dalam penanggalan mereka yang disebut Rosh Hashanah. Mari kita simak kebiasaan khusus yang dilakukan bangsa Yahudi, dalam masa peringatan Rosh Hashanah, sebagai bentuk pemaknaan mereka terhadap pergantian tahun; kebiasaan apa saja yang mereka lakukan dalam menyambut Rosh Hashanah, yang dapat memperbarui paradigma kita dalam menyambut tahun baru, dengan kacamata Kekristenan.

Sepuluh hari pertama dari Rosh Hashanah menuju perayaan Yom Kippur (hari Penebusan Dosa, memperingati keluputan bangsa Israel atas murka Allah karena membuat patung lembu emas di saat eksodus dari Tanah Mesir (Keluaran 32)[1][2], dilewati bangsa Yahudi sebagai 10-days of repentance atau 10 Hari Pertobatan.

Menurut tradisi mereka, pada saat Rosh Hashanah terbukalah tiga kitab, yaitu Kitab Kehidupan yang tertulis nama-nama orang yang sepenuhnya benar/kudus, Kitab Kematian yang tertulis nama-nama orang yang sepenuhnya jahat/fasik dan bagi mereka yang hidup di antara kebenaran dan kejahatan, nasib mereka ditangguhkan hingga Yom Kippur tiba[3]. Sepuluh hari masa antara Rosh Hashanah dan Yom Kippur tersebut dipakai sebagai kesempatan bagi orang Yahudi untuk bertobat dan berharap agar nama mereka dapat tertulis dalam Kitab Kehidupan.

Terdapat tiga hal yang dapat dilakukan dalam 10 Hari Pertobatan ini oleh orang Yahudi, yang akan kita pelajari, dan meninjaunya dari sudut pandang Insan Pentakosta.

#1 Pertobatan

Pertobatan meliputi perubahan paradigma, penyesalan dan keputusan untuk berubah, yang diwujudkan dengan usaha untuk memperbaiki diri dari kesalahan yang telah dilakukan. Hal ini sejalan dengan pengajaran dalam iman Kristen, di mana kita diminta untuk berubah sesuai pembaruan budi kita, agar mengerti kehendak Allah, yang baik dan yang sempurna, agar hidup kita menjadi persembahan yang hidup, kudus dan berkenan. (Roma 12:1-2)

Tahun baru merupakan momen yang tepat untuk melakukan introspeksi diri, terhadap segala kelalaian dan kesalahan, baik terhadap Allah maupun kepada sesama. Tujuannya bukanlah untuk menimbulkan intimidasi dalam diri, tetapi pengakuan dosa kepada Tuhan, agar Ia mengampuni dan menyucikan kita dari segala kejahatan. (1 Yohanes 1:9)

Komitmen untuk hidup benar pun selaras dengan semangat kekudusan Insan Pentakosta, di mana kita dipanggil untuk hidup dalam Roh, dan meninggalkan kedagingan. (Galatia 5:24-25)

Pertobatan di tahun ini akan menimbulkan dampak kepada hidup kita di tahun yang akan datang.

#2 Berdoa

Berdoa merupakan kegiatan yang mewarnai masa 10 Hari Pertobatan. Berdoa menurut pandangan rabi Yahudi, dianggap dapat membatalkan segala hukuman[3]. Pertobatan yang benar diutarakan melalui doa, sebagai wujud penyerahan diri kepada Allah dan kesadaran bahwa manusia tidak dapat bertobat tanpa kekuatan dari Allah. Orang Yahudi mengingat bahwa seruan kepada Tuhan adalah penting selagi Ia mau ditemui (Yesaya 56:6)[4].

Doa dalam pertobatan muncul juga di dalam Alkitab seperti misalnya:

Pengakuan dosa dan doa pun sangat berhubungan erat dalam Kekristenan. Rasul Yakobus mengajarkan bahwa kita perlu saling mengaku dosa kita dan saling mendoakan agar kita dapat sembuh dan pulih dari akibat dosa tersebut. (Yakobus 5:16)

Bahkan dalam ayat itu, Yakobus menekankan bahwa doa orang benar (di dalam Kristus), bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya, termasuk dalam membatalkan hukuman akibat dosa (misal: sakit penyakit).

Bagi orang Kristen, doa lebih sebagai bentuk komunikasi antara manusia dengan Allah, termasuk dalam hal pertobatan. Pertobatan yang sejati diawali dengan membangun kembali hubungan dengan Allah, yang mampu memberikan kekuatan dalam melewati masa pertobatan, melalui doa yang dipimpin oleh Roh Kudus.

#3 Berbagi

Hal ketiga yang perlu dilakukan Bangsa Yahudi dalam 10 Hari Pertobatan adalah berbagi kepada orang yang memerlukan, atau dalam bahasa Ibrani disebut sebagai tzedakah atau dalam bahasa Indonesia lebih dikenal sebagai bersedekah[3]. Mereka mengumpulkan uang melalui nampan persembahan yang ada di sinagoga-sinagoga yang kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan.

Semangat berbagi ini pun juga diajarkan Tuhan Yesus dalam Matius 25:31-46, di mana Yesus menyamakan antara melayani orang-orang yang dianggap hina sebagai bentuk pelayanan kepada-Nya. Jika kita memperhatikan mereka yang kelaparan, yang sakit, yang dalam penjara, dan tidak memiliki tempat tinggal, maka itu sama dengan kita sedang melayani Yesus.

Penjelasan seperti ini dipaparkan Yesus sebagai salah satu bagian dalam pengajaran-Nya tentang penghakiman terakhir. Oleh karena itu, hal bersedekah dan berbagi kepada orang yang membutuhkan, merupakan hal yang penting dalam kekristenan. Melakukan sedekah dalam masa pertobatan, dapat meningkatkan belas kasihan dan rasa syukur atas pengampunan yang telah Tuhan beri.

Penutup

Secara garis besar, ketiga hal yang dapat dilakukan dalam masa peringatan Rosh Hashanah tersebut adalah baik. Namun, perlu diingat bahwa motivasi kita sebagai orang Kristen melakukan hal tersebut bukanlah untuk mendapatkan keselamatan, sehingga nama kita tertulis di dalam Kitab Kehidupan. Alkitab mengajarkan bahwa keselamatan merupakan anugerah Tuhan melalui pengorbanan Yesus di kayu salib, dan bukan hasil usaha manusia. (Efesus 2:8-9)

Sikap pertobatan yang dilakukan di masa pergantian tahun, dapat dimaknai sebagai respon atas kasih karunia Allah yang telah diberikan kepada kita sebagai orang percaya. Kita memiliki panggilan untuk mengerjakan keselamatan tersebut dengan takut dan gentar (Filipi 2:12), salah satunya dengan hidup dalam pertobatan yang dapat dirasakan melalui buah yang dihasilkan. (Matius 3:8; Lukas 3:8)

Melalui uraian di atas, kita diajak untuk memiliki kebiasaan dan paradigma baru dalam menyambut pergantian tahun. Alih-alih berfokus pada pesta pora dan kemeriahan tahun baru, semangat introspeksi dan refleksi diri di penghujung tahun dapat mendorong kehidupan orang percaya yang lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan kasih dan rahmat Tuhan yang selalu baru setiap hari, setiap bulan dan setiap tahun bagi kita orang percaya. (Ratapan 3:22-23) Amin. (TY)

Referensi

  1. ^ Adam Zeidan, “Yom Kippur | Holiday, Purpose, Meaning, & Facts | Britannica,” accessed September 15, 2022, https://www.britannica.com/topic/Yom-Kippur
  2. ^ Adam Zeidan, “What Is Yom Kippur? - The Day of Atonement - High Holidays,” accessed September 15, 2022, https://www.chabad.org/library/article_cdo/aid/177886/jewish/What-Is-Yom-Kippur.htm.
  3. ^ a b c Reuven Hammer, “The 10 Days of Repentance | My Jewish Learning,” https://www.myjewishlearning.com/article/the-ten-days-of-repentance/, accessed August 30, 2022
  4. ^ “The Ten Days of Repentance - High Holidays,” accessed August 30, 2022, https://www.chabad.org/library/article_cdo/aid/4826/jewish/10-Days-of-Repentance.htm.

Peristiwa tahun baru pada umumnya, dilewati dengan segala kemeriahan seperti berpesta, berbelanja di tempat-tempat yang menawarkan diskon akhir tahun atau beberapa orang menikmatinya dengan berlibur di luar kota atau luar negeri. Sekitar bulan September setiap tahunnya, orang Yahudi memperingati pergantian tahun dalam penanggalan mereka yang disebut Rosh Hashanah.