Paradigma baru dalam melakukan ibadah yang sejati
Renungan khusus | |
---|---|
Tanggal | 05 September 2021 |
Penulis | Willy Pandi, BSc, MTh |
Voice of Pentecost | Voice of Pentecost 61 (Leonel Steffano) |
Renungan khusus lainnya | |
| |
|
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Roma 12:1-2)
Mungkin banyak yang bertanya, bagaimanakah seseorang dapat mempersembahkan persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah? Dalam konteks saat ini, kita mengetahui bahwa sangat terbatas untuk melakukan pelayanan sebagai ibadah yang sejati di gereja. Kita perlu mengerti bahwa konteks Roma 12:1-2 tidaklah terbatas pada pelayanan di dalam lingkungan gereja semata.
Di tengah-tengah keadaan yang kelihatannya kurang menguntungkan ini, haruslah kita ingat bahwa Firman Tuhan tetap berlaku. Secara khusus di dalam Roma 12:1-2 yang akan kita bahas ini, rasul Paulus menasehatkan kita untuk tetap mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah sebagai ibadah yang sejati. Mari kita perhatikan apakah makna dari masing-masing kata di atas berikut ini:
- Hidup
- Kudus
- Berkenan kepada Allah
Kata ‘hidup’ yang dipakai di sini berasal dari kata Yunani zaō yang secara harafiah berarti ‘bernafas, tidak mati’. Bukan hanya itu saja, kata ini juga mengandung makna ‘segar, kuat, dan efisien’.
Kata ‘kudus’ yang dipakai di sini berasal dari kata Yunani hagios yang secara harafiah berarti ‘sakral, murni, tidak bercacat secara moral’. Orang percaya yang dikuduskan artinya dipisahkan dan disiapkan untuk setiap pekerjaan yang mulia (2 Timotius 2:21).
Kata ‘berkenan’ yang dipakai di sini berasal dari kata Yunani euarestos yang secara harafiah berarti ‘menyenangkan, dapat diterima’.
Dari ketiga makna yang rasul Paulus tekankan di atas, maka dapat dipahami bahwa ketika kita mempersembahkan tubuh kepada Tuhan, haruslah dengan potensi/karunia terbaik yang kita miliki, yang disertai dengan pertobatan dari dosa, dan menjalani segala sesuatunya sesuai dengan kehendak Allah, bukan sesuai keinginan kita. Dengan demikianlah kita sedang melakukan ibadah yang sejati. Rasul Paulus menekankan ini karena persembahan merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan dari sebuah ibadah. Dalam konteks Perjanjian Lama, pemahaman persembahan selalu merujuk kepada hewan kurban, dan hewan yang mau dipersembahkan harus sempurna, yaitu yang tidak bercacat cela. Namun, Kristus telah mati bagi kita di atas kayu salib, sehingga Paulus hendak menekankan bahwa tubuh kitalah yang menjadi persembahan itu sendiri, yang artinya di mana pun kita berada, kita sedang melakukan ibadah kepada Tuhan.
- Keluarga
- Lingkungan pekerjaan
- Lingkungan sekitar
“Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi Tuhan, yang akan membalas perbuatannya itu.”
"Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah."
Keluarga adalah persekutuan gereja dalam ukuran yang terkecil. Dalam keluarga ada peran sebagai orangtua, suami, istri dan anak. Peran kita berbeda, tapi melihat apa yang sudah dibahas sebelumnya, setiap peran yang sudah Tuhan tetapkan bagi kita harus kita jalani dengan yang terbaik. Kehendak Allah kepada pribadi kita dalam sebuah keluarga dapat dilihat dari Efesus 5:22-28, 6:1-4, yakni sebagai pasangan suami istri harus menjalani kekudusan dengan setia pada pasangannya. Sebagai orangtua kita harus mendidik anak kita dengan nilai-nilai Firman Tuhan. Sebagai anak, kita bisa menghormati dan berbakti kepada orangtua kita. Inilah pelayanan kita di dalam keluarga sebagai wujud dari mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah.
Dalam mempersembahkan tubuh kita sebagai wujud ibadah berikutnya adalah dalam lingkungan pekerjaan. Orang percaya dipanggil untuk bekerja, tetapi bukan sekedar bekerja, namun ia harus mampu menghasilkan buah (Filipi 1:22). Tuhan Yesus pun mengajarkan kita untuk melakukan sesuatu hal yang lebih dari yang diminta (do extra mile - Matius 5:41). Seorang pimpinan dapat do extra mile dengan selalu mendukung bawahannya untuk bekerja lebih produktif, dan tidak lupa memberikan apresiasi untuk setiap pekerjaan baik yang telah dikerjakan. Seorang karyawan dapat do extra mile dengan cara tetap bertanggung jawab dan proaktif dalam mengerjakan pekerjaan lebih dari yang mungkin diharapkan oleh atasannya. Kita perlu mengingat nasehat Rasul Paulus bahwa apa pun yang kita perbuat, kita perbuat dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kolose 3:23). Pekerjaan dan ibadah adalah satu kesatuan. Bekerja dengan cara melakukan yang terbaik disertai kejujuran dan melakukan semuanya dengan ketulusan untuk kemuliaan Tuhan, maka inilah wujud nyata dari mempersembahkan tubuh kita yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah.
Kita adalah makhluk sosial, kita adalah pribadi yang Tuhan percayakan lahir di bangsa ini dengan masyarakat yang beragam. Di tengah-tengah keadaan ekonomi yang kurang baik saat ini, tentulah makin banyak orang-orang yang merasakan imbasnya, apalagi bagi orang-orang yang sejak semula memiliki kondisi ekonomi yang lemah. Orang percaya juga dipanggil untuk memperhatikan kelangsungan hidup mereka ini sesuai dengan apa yang Firman Tuhan katakan di Amsal 19:17,
Tidak perlu tunggu harus menjadi lebih berada untuk menolong orang yang kesusahan. Jika kita mau memberikan persembahan yang terbaik sebagai wujud ibadah yang sejati, inilah saatnya kita menolong orang di sekitar kita yang mengalami kesusahan. Hal ini serupa apa yang dikatakan Ibrani 13:16,
Jika sebelumnya kita berpikir bahwa mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah hanya dengan melakukan pelayanan atau pekerjaan di lingkungan gereja, sekarang kita memahami bahwa kehadiran kita di dalam keluarga, lingkungan pekerjaan, dan lingkungan sekitar adalah wujud nyata dari paradigma baru dalam mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah di zaman ini.
Hal-hal ini selain merupakan wujud nyata penerapan dari Roma 12:1-2, juga merupakan wujud nyata menjadi garam dan terang di tengah-tengah dunia ini. (Matius 5:13-16)
Dan semakin banyak orang dunia yang mengenal Kristus melalui kita, maka kita pun akan menggenapi panggilan kita untuk menjalankan Amanat Agung. Sudah siapkah kita? (WP)