Hati Bapa

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
Renungan Khusus 2019.jpgRenungan Khusus 2019-1x1.jpg
Renungan khusus
Tanggal04 Juli 2021
PenulisPdm Budi Muljono, MTh
Voice of PentecostVoice of Pentecost 55 (Jeffrey Woen)
Renungan khusus lainnya

"Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." (Mazmur 103:13)

Sejarah umat manusia dimulai ketika Allah menciptakan Adam dan Hawa, lalu menempatkan mereka di taman di Eden. Penciptaan ini memiliki nilai yang istimewa dalam kehidupan manusia, karena:

  • Dijelaskan dalam Kejadian 1:27 Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya. Hanya manusia yang diciptakan menurut gambar Allah dan kemuliaan-Nya, melebihi ciptaan yang lain dan menyebabkan manusia menjadi makhluk “pribadi” seperti pencipta-Nya.
  • Kejadian 1:26 dan Kejadian 2:7 menjelaskan manusia memiliki keistimewaan dibandingkan makhluk ciptaan lain, karena bukan sekedar diciptakan; tetapi dijadikan, dibentuk bahkan dihembusi dengan nafas hidup (Ibr: Ruah) ke dalam hidungnya sehingga debu tanah itu berubah menjadi daging di mana di dalamnya terdapat jiwa dan roh.
  • Manusia diciptakan untuk kekekalan, bukan untuk sementara. Hal ini tidak dimiliki oleh ciptaan lain mana pun. Semua ciptaan akan mati dan “hilang”, tetapi manusia memiliki kekekalan dalam hidupnya.
  • Manusia diciptakan di hari keenam yang merupakan hari terakhir penciptaan di mana semua fasilitas yang dibutuhkan untuk kehidupannya sudah tersedia secara sempurna. Bahkan manusia ditempatkan dalam taman di Eden (Kejadian 2:8), sebuah taman yang Allah sediakan untuk menopang kehidupan manusia secara berlimpah.
  • Allah memberikan kuasa dan mandat kepada manusia bukan hanya untuk memenuhi bumi tetapi juga menguasai semua makhluk ciptaan lainnya (Kejadian 1:28-29). Kuasa dan mandat ini diberikan dalam berkat ilahi yang menghasilkan kemampuan yang melebihi semua ciptaan lainnya.
  • Penilaian Allah ketika manusia selesai diciptakan adalah ‘sungguh amat baik’, sedangkan ciptaan-ciptaan sebelumnya hanya “baik”. Ini menunjukkan bahwa manusia adalah kesempurnaan ciptaan Allah yang menjadi tujuan utama dalam proses penciptaan itu.
  • Bahkan setelah manusia diciptakan, Allah terus mengunjungi manusia untuk membangun hubungan yang istimewa (Kejadian 3:8).

Tuhan Allah memberikan ‘pilihan bebas’ kepada manusia dengan tujuan manusia dapat memilih dengan kehendaknya sendiri untuk mengasihi dan taat kepada pencipta-Nya serta menjadi kesenangan bagi-Nya (Amsal 8:31). Allah memberikan segala yang terbaik untuk menunjukkan kasih-Nya yang besar kepada manusia. Allah menghendaki sebuah hubungan yang istimewa dengan manusia, bukan hanya hubungan Pencipta dan Ciptaan, tetapi lebih dari itu sebuah hubungan yang digambarkan seperti seorang bapa dan anak-anaknya (Mazmur 103:13).

Hubungan Allah dan manusia yang disamakan dengan hubungan bapa dan anak diajarkan Tuhan Yesus sendiri untuk memberikan pengertian baru di dalam Perjanjian Baru yang merupakan hasil dari karya penebusan-Nya di kayu Salib. Tuhan Yesus mengajarkan doa yang dikenal dengan “Doa Bapa Kami” sebuah doa yang dimulai dengan menyebut Allah sebagai “Bapa kami yang di Sorga” (Matius 6:9).

  • Dalam doanya Ia juga memanggil Allah dengan sebutan Bapa (Matius 11:25-27).
  • Dalam pengajaran-Nya Ia memakai perumpamaan bapa dan anak, seperti 2 (dua) perumpamaan anak sulung dan anak bungsu dengan versi yang berbeda.

Inilah hubungan yang Allah ingin nyatakan kepada manusia ciptaan-Nya. Tetapi karena pemberontakan dan pelanggaran perintah Allah oleh manusia, maka hubungan ini menjadi rusak. Si jahat memperdaya manusia dengan tipuan yang membuat seolah-olah Allah berbohong dan tidak mau tersaingi oleh manusia. Iblis menyatakan bahwa manusia tidak akan mati pada waktu makan buah pengetahuan yang baik dan jahat tetapi justru akan menjadi seperti Allah. Potensi untuk menjadi seperti Allah adalah sebuah hal yang membuat Hawa tertarik untuk memakan buah itu, sekalipun mengerti segala konsekuensi yang harus ditanggung dan hasilnya justru menghancurkan hubungan yang baik antara Allah dan manusia.

Demikian juga hari-hari ini, Iblis terus merusak gambaran Bapa Sorgawi dengan cara merusak gambaran bapa jasmani agar manusia kehilangan hubungan yang istimewa ini, yaitu hubungan bapa-anak dengan Bapa Sorgawi. Kesalahan yang dilakukan oleh bapa-bapa jasmani terhadap anak-anaknya merusak gambaran tentang Bapa Sorgawi dalam pikiran dan perasaan banyak orang. Sekalipun mereka mengaku percaya Tuhan tetapi ada keraguan dalam hati tentang kasih Tuhan yang besar dan hubungan yang baik yang seharusnya ada antara Allah dan umat-Nya. Kesalahan dan tindakan bapa-bapa jasmani yang merusak hubungan bapa-anak, seperti:

  • Penggunaan otoritas dengan sewenang-wenang (otoriter) dan memberikan kasih bersyarat kepada anak-anaknya. Akibatnya anak-anaknya akan sukar menerima dan percaya akan kasih Bapa Sorgawi yang tak bersyarat.
  • Ayah yang suka berbohong dan tidak menepati janji karena alasan-alasan yang dibuat-buat akan membuat anak-anaknya tidak dapat mempercayai janji-janji Bapa Sorgawi.
  • Ayah yang tidak menyediakan waktu yang cukup dan berkualitas untuk anak-anaknya membuat anak-anaknya merasa tidak dihargai dan tidak dapat mempercayai kasih Bapa.

Sebuah hasil survei yang dilakukan di kalangan generasi muda Gereja Bethel Indonesia menyatakan bahwa anak-anak yang menghadapi masalah:

  • hanya 30% yang bercerita kepada orang tuanya, sedangkan
  • 59% lainnya bercerita kepada orang lain, dan
  • 11% memendam masalah itu sendiri.

Sebanyak 12,5% kaum muda GBI mengakui bahwa mereka memiliki hubungan yang buruk dengan orangtua dan 43% tidak ingin memiliki pasangan hidup seperti orang tuanya. Anak yang orang tuanya bercerai memiliki potensi 2 kali lipat lebih besar mengalami hubungan yang buruk dengan orang tuanya dan berkeinginan untuk bunuh diri dibandingkan dengan anak yang orang tuanya tidak bercerai. Pengakuan dari mereka yang memiliki hubungan yang buruk diakibatkan karena tersakiti oleh kata-kata yang diucapkan orang tua, mendapatkan pukulan fisik, merasa orang tua tidak memiliki waktu yang cukup bagi dirinya dan tidak bisa menjadi teladan.

Dalam praktek pelayanan, didapatkan kenyataan bahwa tidak semua orang yang bisa berkata ‘Tuhan’ juga bisa berkata ‘Bapa’. Ada keraguan bahkan penolakan dari jemaat Tuhan untuk menyebut ‘Bapa’ karena pengalaman-pengalaman yang buruk dengan orang tuanya. Hal ini menyebabkan jemaat tersebut tidak dapat memiliki hubungan yang dekat dengan Bapa Sorgawi; tidak dapat mempercayai Tuhan dengan sepenuh hati bahkan tidak dapat mempercayakan hidupnya ke dalam tangan Tuhan melalui iman.

Alkitab memberikan gambaran yang sangat jelas bahwa Allah adalah Bapa yang sangat mengasihi manusia. Kasih-Nya yang utama dinyatakan dengan pengorbanan putra-Nya, Yesus Kristus, di kayu salib untuk menebus dosa manusia dan menyediakan keselamatan yang kekal bagi umat manusia. Harga yang sangat mahal dibayar lunas (1 Korintus 6:20; 7:23) karena kasih Allah yang begitu besar kepada umat manusia. Sekalipun berdosa, Tuhan tidak pernah menolak orang yang mau datang kepada-nya (Yohanes 6:37, 39). Bahkan Tuhan Yesus mati ketika manusia masih berdosa dan menjadi seteru-Nya (Roma 5:8-10).

Dalam proses penyaliban, ketika tergantung di kayu salib, Tuhan Yesus berteriak “Eli, Eli, lama sabakhtani” (Matius 27:46) yang artinya “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku”. Tuhan Yesus ditinggalkan Bapa-Nya supaya kita semua bisa diperdamaikan dengan Bapa Sorgawi dan mengalami pemulihan dalam hubungan Kasih Bapa.

Kasih Bapa Sorgawi dinyatakan melalui Yesus yang dalam Yohanes 10 menyatakan:

  • Ia rela menyerahkan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya (ayat 11, 15),
  • Ia mengenal domba-domba-Nya (ayat 14), Ia menuntun domba-domba lain (bangsa-bangsa di luar bangsa Yahudi) masuk ke dalam keselamatan (ayat 16),
  • Ia memberikan hidup yang kekal kepada domba-domba-Nya dan tidak membiarkan domba-domba-Nya direbut oleh siapapun (ayat 28, 29).

Segala pemberian yang baik dan anugerah yang sempurna datang dari Bapa segala terang, yaitu Bapa Sorgawi yang sangat mengasihi umat-Nya. (Yakobus 1:17)

Matius 7:11 berkata,

Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.

Catatan dalam Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan menerangkan bahwa Kristus menjanjikan bahwa Bapa di sorga tidak akan mengecewakan anak-anak-Nya. Bapa bahkan mengasihi lebih dari seorang bapa jasmani dan mampu memberikan yang baik kepada anak-anak-Nya. Yang terbaik adalah Bapa memberikan Roh-Nya sendiri kepada anak-anak-Nya sebagai Penasehat dan Penolong (Lukas 11:13; Yohanes 14:16-18).

Amsal 14:26,

Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya.

Bapa memberikan perlindungan kepada anak-anak-Nya untuk bisa hidup sesuai dengan rencana-Nya dan mencapai kesempurnaan dalam panggilan-Nya.

Dengan demikian, selayaknyalah kita percaya bahwa Bapa Sorgawi adalah Bapa yang sangat mengasihi umat-Nya. Umat Allah seharusnya mengalami kasih Bapa ini melalui perjumpaan pribadi dan kehidupan yang berjalan bersama Dia. Mengalami janji-janji Allah dan melihat kesetiaan Allah terbukti membuat kita bisa mempercayai Dia dan mempercayakan hidup kita kepada-nya. Bapa memberikan Roh Kudus-Nya agar kita percaya akan kasih Bapa dan mampu untuk mengampuni orang-orang yang pernah merusak gambaran bapa yang baik serta memulihkan kondisi hati kita menjadi baru untuk bisa mengalami kasih Bapa yang sempurna. Amin. (BM)