Bercakap-cakap dengan Tuhan—Belajar dari kualitas Musa
Renungan khusus | |
---|---|
Tanggal | 07 Februari 2021 |
Penulis | Pdt Chris Silitonga, MEd |
Voice of Pentecost | Voice of Pentecost 36 (Stephen Kurniadi) |
Renungan khusus lainnya | |
| |
|
“Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel, dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya atas perintah TUHAN di tanah Mesir terhadap Firaun dan terhadap semua pegawainya dan seluruh negerinya, dan dalam hal segala perbuatan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel.”
Di dalam Alkitab terdapat ayat-ayat yang tertulis sama dan muncul berkali-kali. Tepatnya ada 235 kalimat yang muncul dengan perkataan yang sama persis dalam Alkitab, menurut perhitungan dengan menggunakan Alkitab versi English Standard Version (ESV). Contoh kalimat ayat yang muncul sama persis:
- Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka.
Kalimat ini muncul sama persis di Amsal 22:3 dan Amsal 27:12.
Fenomena ini muncul 235 kali dan pengulangannya mulai dari 2 kali hingga 29 kali. Dari semua pengulangan tersebut, maka 65 kali tercatat bahwa intinya TUHAN berbicara atau berfirman kepada Musa. Ini merupakan rekor terbanyak yang dicatat atas seorang nabi di mana TUHAN bercakap dengannya.
Ulangan 34:10-12 memberikan suatu pengakuan yang luar biasa atas Musa. Bahkan dikatakan bahwa tidak ada lagi nabi yang bangkit seperti Musa di antara orang Israel. Pengakuan tersebut dan fakta bahwa TUHAN demikian banyak berbicara kepada Musa, menjadi sesuatu yang menarik dan penting untuk mempelajari Musa. Sekalipun Musa berbuat satu kesalahan yang membuat dirinya tidak bisa masuk Tanah Perjanjian (Bilangan 20:7-13), namun kualitas-kualitas yang dia miliki patut untuk kita pelajari dan teladani. Musa tetap dikatakan sebagai nabi yang luar biasa di mana TUHAN ‘berhadapan muka dengan muka’ dengan dia.
Karakter Musa
Ada 10 (sepuluh) kualitas Musa dalam perjalanan dan pengalamannya yang intim dengan TUHAN:
- Musa memilih menderita dalam kebenaran daripada menikmati dosa
- Musa rela menjalani proses pembentukan oleh Tuhan
- Musa meresponi penunjukan Tuhan atas dirinya
- Musa taat kepada Tuhan dan menjalankan apa yang Tuhan perintahkan (Imamat 8:4; Bilangan 7:1; 11:24)
- Musa hanya bertindak kalau TUHAN memerintahkannya (Bilangan 9:15-23; Keluaran 13:21-22)
- Musa selalu menginginkan penyertaan Tuhan di mana pun ia berada
- Musa menginginkan hadirat Tuhan dengan segala resiko (Keluaran 33:18-23)
- Musa sangat bersyafaat bagi jemaat Tuhan
- Musa memiliki hati yang sangat lembut
- Musa mengimpartasi apa yang dia terima dari Tuhan kepada orang-orangnya (Bilangan 11:16-17, 25-29; Ulangan 34:9)
Kitab Ibrani pasal 11 mencatat tokoh-tokoh dalam Alkitab yang disebut “Saksi-saksi Iman” atau juga pahlawan-pahlawan iman. Dalam ayat 24-26 tertulis bahwa Musa lebih memilih menderita sengsara, dan memandang penghinaan karena Kristus sebagai sesuatu yang jauh lebih besar daripada semua harta Mesir. Ia tahu bahwa upah yang akan ia terima jauh lebih besar daripada apa pun yang bisa ditawarkan oleh dunia dengan segala dosa di dalamnya. (Ibrani 11:24-26)
Setelah lari dari Mesir, Musa hidup di tanah Midian selama 40 tahun sebagai pendatang, dan menjalani kehidupan yang sangat berbeda dibanding saat dia masih ada di dalam istana Firaun di Mesir. Sebagai keluarga istana Firaun, Musa telah mengenyam pendidikan istana yang sangat cukup, namun untuk menjadi pemimpin bangsanya dalam perjalanan padang gurun ia harus dibentuk dulu.
Sekalipun Musa sudah mengalami penyertaan tangan TUHAN yang menyelamatkannya dari pembantaian bayi-bayi Israel, dia perlu mengalami perjumpaan secara pribadi dengan TUHAN. Kehidupan dan perjumpaannya dengan TUHAN, menjadi modal yang kuat baginya untuk memimpin umat pilihan TUHAN.
Setelah mengalami perjumpaan pribadi dengan TUHAN dalam bentuk semak belukar yang menyala namun tidak terbakar, Musa meresponi apa yang TUHAN perintahkan kepadanya, yaitu membawa bangsa Israel menjadi penyembah TUHAN. (Keluaran 4:18-22)
Tugas utama Musa bukan hanya untuk membebaskan Israel dari perbudakan Mesir, tetapi membawa bangsa itu kepada destiny yang sudah TUHAN tetapkan sejak Abraham, yaitu menjadi bangsa yang sulung yang akan beribadah kepada TUHAN dan yang akan melahirkan Sang Juruselamat.
Prinsip yang sama juga berlaku bagi kita saat ini. Allah tidak hanya melepaskan kita dari hukuman dosa, tetapi Ia menghendaki kita untuk hidup dalam rencana-Nya, beribadah kepada-Nya, dan membawa jiwa-jiwa untuk diselamatkan.
Dari ketiga ayat yang kita baca di atas, jelas sekali pola ketaatan Musa: dia menerima perintah/firman, dia sampaikan kepada orang banyak, dan memastikan perintah/firman itu dilakukan dan diselesaikan dengan baik. Pola ini bukan hanya dalam ketiga ayat itu saja, tetapi menjadi ciri khas kepemimpinan dan gaya hidup Musa. Di dalam dunia pekerjaan sehari-hari, seorang bawahan yang dengar-dengaran kepada majikannya dan melakukan semua yang diperintahkan dengan baik, ia akan semakin mendapat perkenanan majikannya dan mendapatkan kesempatan lebih banyak untuk berhadapan dengan majikannya tersebut. Terlebih lagi dengan TUHAN yang begitu mengasihi kita, Dia tentu akan berkenan kepada orang yang dengar-dengaran, taat, melakukan serta menyelesaikan apa yang Ia firmankan.
Dalam berbagai kesempatan, kecuali satu peristiwa, Musa hanya mau bertindak jika memang TUHAN yang perintahkan. Sikap ini bukan berarti Musa adalah pribadi yang tidak percaya diri atau tidak mau bertanggung jawab, sebaliknya merupakan sikap penundukan diri yang luar biasa kepada TUHAN, yaitu dengan menempatkan TUHAN sebagai pemimpin utama atas bangsa Israel dan Musa hanyalah hamba-Nya. Karakter penundukan diri kepada TUHAN ini mengangkat Musa semakin tinggi dalam posisi kepemimpinannya.
Ia lebih memilih berada di padang gurun bersama TUHAN daripada ada di tanah perjanjian namun tidak berjalan bersama TUHAN (Keluaran 33:1-5, 12-17).
Ketika bangsa Israel melakukan penyembahan kepada patung lembu emas dan mengklaim patung tersebut sebagai allah yang telah membebaskan mereka dari Mesir, tindakan itu begitu menyakitkan TUHAN dan membuat-Nya marah (Keluaran 32:1-35).
TUHAN memutuskan bahwa Ia tidak akan berjalan bersama Israel ke Tanah Perjanjian, dan menyuruh malaikat yang menuntun mereka, tetapi Musa menolak untuk disuruh berangkat dari padang gurun Sinai ke Tanah Perjanjian jika bukan TUHAN sendiri yang memimpin dia dan bangsa Israel.
Sikap seperti ini merupakan hal yang luar biasa. Musa menunjukkan bahwa bagi dia penyertaan TUHAN; bukan berkat TUHAN, adalah segala-galanya.
Masih dalam percakapan Musa dengan TUHAN, dalam Keluaran 33:18 Musa ingin melihat TUHAN di dalam kemuliaan-Nya. Ini adalah permintaan yang sangat beresiko oleh karena keselamatan karena karya salib Kristus belum terjadi, pembenaran (justification) belum terjadi, sehingga siapa pun beresiko mati kalau melihat TUHAN dalam kemuliaan-Nya (ayat 20). Namun keinginan Musa ini sangat sejalan dengan karakter TUHAN yang sangat ingin dekat dengan umat-Nya. Oleh karena itulah, oleh kasih karunia-Nya, TUHAN mengatur sedemikian rupa sehingga Musa dapat melihat sekelibat sosok-Nya, tetapi tidak wajah-Nya.
Permintaan yang sangat dalam ini menjadi pertanyaan bagi semua umat TUHAN di segala masa: sejauh apa kita menginginkan hadirat TUHAN? Seberapa jauh kita ingin ada dan melihat kemuliaan-Nya? Tommy Tenney dalam bukunya “God Chaser” (1998) menuliskan bahwa jika kita ingin benar-benar melihat TUHAN, kita harus siap mati: mati atas keinginan duniawi, mati atas hasrat dosa dan hidup bagi Kristus. Paulus menjelaskan hal ini dalam Roma 6:1, Galatia 2:20, Filipi 1:21 dan Filipi 3:13-14.
Salah satu respon Musa ketika TUHAN begitu marah karena dosa besar Israel menyembah patung anak lembu emas adalah dia bersyafaat bagi Israel. Bersyafaat artinya berdiri di hadapan Allah, memohonkan doa secara sungguh-sungguh bagi orang-orang tertentu. TUHAN sudah mau mengalihkan janji menjadikan Israel saat itu sebagai umat pilihan-Nya kepada Musa; menjadikan Musa sebagai patriakh/bapa bangsa yang baru. (Keluaran 32:30-32)
Secara legal, tindakan ini tetap memenuhi janji TUHAN untuk menjadi keturunan Yakub sebagai umat pilihan-Nya karena Musa pun masih keturunan Israel. Namun Musa dengan sungguh-sungguh berdoa agar TUHAN tidak menjalankan rencana itu. Bahkan Musa sampai memilih untuk ikut dibinasakan bersama Israel jika TUHAN tidak memberi Israel kesempatan untuk bertobat dan berubah (ayat 32). Ini adalah tindakan syafaat yang sungguh luar biasa, yang akhirnya mengubahkan keputusan TUHAN. Peristiwa ini diangkat dan dibahas dengan baik oleh Brother Andrew dalam bukunya: “And God Changes His Mind Because His People Prayed.”
Dibandingkan dengan beberapa tindakannya seperti ketika Musa membunuh seorang Mesir yang memukul orang Ibrani (Keluaran 2:11-12), sepertinya Bilangan 12:3 yang menyatakan bahwa Musa memiliki hati yang sangat lembut adalah sesuatu yang bertolak belakang. Namun proses yang ia alami selama 40 tahun di padang gurun mengubah hatinya yang keras dan arogan dari hasil kehidupan dan didikan Mesir, menjadi hati yang sangat lembut. Dan itu terbukti ketika dia dengan begitu sabar menghadapi beberapa kali penolakan atas dirinya dari bangsanya sendiri, termasuk saudara kandungnya Miryam dan Harun.
Alkitab menyatakan bahwa Musa memang orang yang berhati lembut. Tidak heran TUHAN begitu membelanya. Pembelaan yang sama TUHAN juga berikan kepada mereka yang memiliki hati yang lembut. Yesus berkata dalam Matius 5:5 bahwa orang-orang yang berhati lembutlah yang akan memiliki bumi dan diberkati.
Salah satu kualitas Musa adalah bahwa Ia meneruskan (impartasi) apa yang ia terima dari TUHAN kepada orang-orang yang ada di bawahnya. Dalam Bilangan 11 Roh TUHAN hinggap pada Musa dan juga kepada ketujuh puluh tua-tua, termasuk dua orang tua-tua yang ada di tenda mereka. Yosua keberatan dengan peristiwa di mana tua-tua mendapatkan Roh yang sama dengan Musa, tetapi reaksi Musa justru berbeda. Musa justru berharap seluruh umat TUHAN menjadi nabi (catatan: dihinggapi Roh Tuhan pada masa Perjanjian Lama identik dengan fungsi kenabian). Musa juga mengajari Yosua semua hal-hal yang telah ia terima dari TUHAN, termasuk impartasikan kepenuhan Roh; mempersiapkan Yosua untuk kelak menjadi penerusnya. Kerinduan Musa tentang kepenuhan Roh tersebut akhirnya terjawab ratusan tahun kemudian pada saat pencurahan Roh Kudus di kamar loteng di Yerusalem pada hari raya Pentakosta. (Kisah Para Rasul 2)
Melihat kesepuluh kualitas Musa tersebut, maka tidaklah heran TUHAN bercakap-cakap dengannya berkali-kali dan memberinya kuasa untuk mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat. Sekalipun Musa hidup pada zaman Perjanjian Lama, tetapi kualitas hidupnya menjadi lestari sepanjang masa, bahkan layak untuk kita teladani sampai hari ini. (CS)
Di dalam Alkitab terdapat ayat-ayat yang tertulis sama dan muncul berkali-kali. Tepatnya ada 235 kalimat yang muncul dengan perkataan yang sama persis dalam Alkitab, menurut perhitungan dengan menggunakan Alkitab versi English Standard Version (ESV).