Karakter Kristus: Teladan Kristus … rendah hati

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari

”Karena Aku lemah lembut dan rendah hati” (Matius 11:29)

Yesus selalu mengundang orang-orang kepada suatu dimensi yang baru dari kehidupan.

“Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” (Matius 11:29)

Di dalam Matius 11:29, Ia mengundang kita untuk menyerahkan keletihan dan beban berat kita kepada-Nya karena Ia lemah lembut dan rendah hati. Di dalam kerendahan hati-Nya, kita dapat menemukan ketenangan dan peristirahatan yang sesungguhnya.

Seluruh kehidupan dan pelayanan Yesus adalah salah satu kerendahan hati. Kelahiran-Nya memiliki suatu pengaturan kerendahan hati yang stabil. Tidak seorang pun yang menghendaki Tuhannya untuk merendahkan diri-Nya dan memasuki dunia manusia sebagai seorang bayi. Ribuan kali bayi-bayi menjadi raja-raja, tetapi hanya ada satu-satunya Raja yang menjadi seorang bayi.

Yesus memberi teladan kerendahan hati. Ia tidak pernah memilih kenyamanan-Nya dan kemapanan-Nya sendiri; melainkan, Ia memilih jalan untuk melayani. Di akhir pelayanan-Nya di bumi, Ia memanggil para Rasul bersama-sama untuk apa yang disebut ”Perjamuan Terakhir.” Para Rasul berargumentasi tentang siapa yang akan menjadi terbesar – mereka ingin menjadi ”pemimpin”. Sebaliknya, bukannya berargumentasi, Yesus mengambil kain lap dan mencuci kaki mereka.

Terjadilah juga pertengkaran di antara murid-murid Yesus, siapakah yang dapat dianggap terbesar di antara mereka.

Yesus berkata kepada mereka: “Raja-raja bangsa-bangsa memerintah rakyat mereka dan orang-orang yang menjalankan kuasa atas mereka disebut pelindung-pelindung. Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan.

Sebab siapakah yang lebih besar: yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan. (Lukas 22:24-27)

Mereka mungkin sukar memahami tindakan rendah hati ini, tetapi pelajaran ini sudah jelas: Hidup yang berkelimpahan berpusat pada kain lap (menjadi pelayan), bukan menjadi pemimpin.

Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya.

Mereka sedang makan bersama, dan Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, untuk mengkhianati Dia.

Yesus tahu, bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah.

Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu. Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya: “Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?”

Jawab Yesus kepadanya: “Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak.”

Kata Petrus kepada-Nya: “Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya.” Jawab Yesus: “Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku.”

Kata Simon Petrus kepada-Nya: “Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku!”

Kata Yesus kepadanya: “Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua.” Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu Ia berkata: “Tidak semua kamu bersih.”

Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.

Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya. (Yohanes 13:1-17)

Gereja adalah Tubuh Kristus, dan sebagai anggota Tubuh Kristus, kita dipanggil untuk melayani dengan rendah hati. Seringkali orang-orang di dalam gereja melakukan hal-hal untuk dikenal dan melihat nama mereka dicantumkan. Tetapi Alkitab berkata penghargaan terbesar akan diberikan kepada mereka yang melayani dengan rendah hati, tanpa menerima kemasyhuran.

“Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.” (Kolose 3:23-24)

Banyak orang salah mengerti tentang tujuan gereja. Banyak orang datang dan mengevaluasi suatu gereja dengan perspektif/pandangan apa yang gereja itu berikan/tawarkan. Tetapi kita mengalami hidup berkelimpahan ketika kita menguji karunia kita melalui pelayanan dalam kerendahan hati kepada Tuhan. Janganlah kita pergi ke gereja dengan ’lap mulut bayi menunggu untuk disuapi makanan’; sebaliknya kita pergi dengan satu kain celemek untuk masak, siap untuk melayani.

Rasul Paulus menekankan kerendahan hati Yesus dan menulis bahwa Yesus harus menjadi teladan kita dalam kerendahan hati.

“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.

Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Filipi 2:5-8)

Kita menemukan damai dan sukacita terbesar, ketika kita rendah hati seperti yang Yesus lakukan.

Sumber

  • HMMinistry (6 Februari 2011). "Renungan Khusus". Warta Jemaat. GBI Jalan Gatot Subroto. Diakses pada 03 Februari 2011.