Hidup dalam ketaatan
Renungan khusus | |
---|---|
Tanggal | 21 April 2010 |
Sebelumnya | |
Selanjutnya |
|
"Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8)
Tanggal 2 April 2010 yang lalu kita memperingati hari Jumat Agung, di mana Tuhan Yesus memberikan diri-Nya sebagai korban penebusan bagi kita. Di atas kayu salib itulah terjadi pertukaran seperti yang tertulis dalam 1 Petrus 2:24, "Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran" Haleluya!
Apa yang Tuhan Yesus lakukan di kayu salib bukan hanya sebagai bukti kasih-Nya yang besar atas kita, tetapi juga meninggalkan teladan yang luar biasa mengenai arti sebuah ketaatan.
Keseluruhan hidup Tuhan Yesus adalah bukti ketaatan-Nya terhadap kehendak Bapa. Mari kita melihat ketaatan seperti apa yang Tuhan Yesus tunjukkan di awal pelayanan-Nya dan di akhir pelayanan-Nya selama di bumi ini.
Tentunya kita semua ingat, apa yang terjadi di sungai Yordan (Matius 3:5-17), sebelum Tuhan Yesus memulai pelayanan-Nya. Saat itu Yohanes Pembaptis sedang sibuk membaptis para penduduk Yerusalem, dari seluruh Yudea dan dari seluruh daerah sekitar Yordan yang mengaku dosa dan memberi diri mereka untuk dibaptis. Tiba-tiba datanglah Yesus dari Galilea ke Yordan untuk dibaptis. Yohanes yang saat itu mengetahui siapa yang datang padanya untuk dibaptis, sangat kaget dan berusaha mencegah Yesus dengan berkata: "Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu, dan Engkau yang datang kepadaku?" Yesus menjawabnya, "Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah."
Perasaan sungkan dan gentar yang dialami oleh Yohanes Pembaptis sangatlah wajar, kalau kita berada di posisinya pada waktu itu pun pasti akan merespon hal yang sama. Bayangkan, Yesus adalah Allah Pencipta (Yohanes 1:1-3), sedangkan Yohanes adalah makhluk ciptaan. Itulah sebabnya Yohanes berkata bahwa dialah yang perlu dibaptis oleh Yesus dan bukan sebaliknya. Namun lihatlah apa yang menjadi jawaban Tuhan Yesus kepada Yohanes. Itu adalah suatu bukti ketaatan Yesus kepada Bapa-Nya. Yesus tahu apa yang menjadi kehendak Bapa, dan Yesus taat menggenapi kehendak Bapa itu.
Dari peristiwa pembaptisan ini, satu hal yang dapat kita pelajari adalah: saat kita berhadapan dengan kehendak TUHAN, respon kita bukanlah mempertimbangkan mana yang tidak patut atau mana yang sepatutnya terjadi sesuai dengan hukum yang berlaku, tetapi yang menjadi respon kita yang tepat adalah TAAT melakukan apa yang menjadi kehendak TUHAN itu.
Seandainya hanya sekedar memenuhi hukum yang tertulis, bisa saja Yesus yang membaptis Yohanes dan bukan sebaliknya, karena memang demikianlah seharusnya. Tetapi Yesus tahu, ada kehendak Bapa yang harus dipenuhi dan digenapi dalam hidup-Nya.
Kira-kira tiga setengah tahun sejak peristiwa baptisan di sungai Yordan, di suatu tempat yang bernama Getsemani, dengan ditemani oleh 3 orang murid-Nya, Petrus dan kedua anak Zebedeus, dengan hati yang sedih dan gentar, Yesus berdoa kepada Bapa. Yesus mengalami kegentaran dan kesedihan karena Dia tahu apa yang harus terjadi keesokan harinya. Suatu perasaan yang hanya Yesus sendiri yang bisa merasakannya saat itu, murid-murid tidak mengerti sekalipun Yesus telah berulangkali memberitakan tentang kematian-Nya.
Di Getsemani itu, tiga kali Yesus mendoakan pokok doa yang sama: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki."
Dalam doa yang Yesus ucapkan ini, kita bisa merasakan ada suatu pergumulan yang sangat berat yang dirasakan oleh Tuhan Yesus. Yesus tahu ada satu kehendak Bapa yang harus Dia genapi, yakni menjadi korban tebusan di atas kayu salib untuk menyelamatkan manusia, tetapi untuk menggenapinya diperlukan pengorbanan yang besar dan bayar harga yang sangat mahal.
Dalam film "The Passion of The Christ" kita melihat ada satu kalimat yang diucapkan iblis untuk mengintimidasi Tuhan Yesus saat di Getsemani. Dikatakan dalam dialog tersebut: "tidak ada seorangpun yang sanggup menanggung penderitaan yang besar ini." Pengorbanan dan penderitaan yang akan Tuhan Yesus alami pada waktu itu memang sangat besar, tetapi Yesus tahu, dengan mengirimkan malaikat untuk memberi-Nya kekuatan (Lukas 22:43), Bapa menghendaki agar Yesus tetap menggenapi apa yang menjadi kehendak Bapa dan Yesus taat melakukannya, seperti yang telah kita baca dalam Filipi 2:8, Dia taat sampai mati bahkan sampai mati di kayu salib.
Dari peristiwa ini, satu hal yang dapat kita pelajari adalah TAAT pada kehendak TUHAN berapa pun harga yang harus kita bayar!
Bukankah firman Tuhan juga mengatakan "Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya." (2 Timotius 2:3-4)
Tuhan Yesus Sang Komandan tertinggi kita telah menunjukkan keteladanan ketaatan melalui keseluruhan hidupnya, sekarang giliran kita sebagai prajurit Kristus Yesus yang baik untuk hidup dalam ketaatan. Sebab dengan demikian kita hidup berkenan kepada-Nya.
Hiduplah dalam ketaatan, seperti pesan Tuhan yang telah disampaikan oleh Gembala Sidang kita, karena ketaatan adalah kunci untuk memasuki tahun 2010 ini.
Akhir kata, taatlah kepada waktu-Nya Tuhan, taatlah kepada perintah Tuhan, taatlah kepada firman Tuhan, taatlah seperti seorang prajurit dan alamilah PEMULIHAN & KELIMPAHAN yang Tuhan Yesus janjikan!
Sumber
- DL (21 April 2010). GBI Jalan Gatot Subroto.