Generasi Yeremia bukan generasi sandwich

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 3 Desember 2022 09.04 oleh Sari (bicara | kontrib) (Baru)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Lompat ke: navigasi, cari
Renungan Khusus 2019.jpgRenungan Khusus 2019-1x1.jpg
Renungan khusus
Tanggal04 Desember 2022
PenulisRL & TB
Renungan khusus lainnya

Generasi sandwich merupakan generasi orang dewasa yang harus menanggung hidup tiga generasi yaitu orang tua, diri sendiri dan anak. Kondisi tersebut di analogikan seperti sandwich dimana sepotong daging terhimpit oleh dua buah roti. Dua buah roti yang menghimpit tersebut adalah roti bagian atas diibaratkan sebagai orang tuanya (generasi atas) dan roti bagian bawah diibaratkan sebagai anaknya (generasi bawah), sedangkan isi utama sandwich berupa daging yang terhimpit oleh dua buah roti diibaratkan sebagai dirinya sendiri.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Statistik Penduduk Lanjut Usia Tahun 2017 bisa memberikan sedikit gambaran mengenai sumber pembiayaan dalam rumah tangga lanjut usia. Sumber pembiayaan rumah tangga lanjut usia terbesar berasal dari anggota rumah tangga (ART) yang bekerja sebesar 77,82%, dari ART yang bekerja tersebut sebanyak 50,94% nya adalah lanjut usia yang bekerja dan sisanya 49,06 % adalah anak atau anggota keluarga lain yang bekerja. Dari data ini, maka kita bisa menyimpulkan bahwa:

  1. Masih banyak lanjut usia yang hidup dari income anaknya yang bekerja.
  2. Masih banyak lanjut usia yang tidak mempunyai dana pensiun.
  3. Masih banyak generasi sandwich yang terhimpit.

Generasi sandwich ini menjadi generasi yang terhimpit karena harus membiayai generasi yang di atas dan yang di bawahnya, serta harus membiayai kehidupannya sendiri, sehingga menjadi sebuah beban yang sangat berat. Generasi Yeremia tidak sedikit yang mengalami situasi seperti sandwich. Hal itu terjadi karena:

  1. Dari sisi yang ditanggung
  2. Yaitu generasi atas (orang tuanya) atau generasi bawah (anaknya):

    • Terlalu banyak menuntut*

    Mereka menuntut lebih banyak dari kemampuan dari generasi yang terhimpit. Salah satu penyebabnya adalah pola pikir yang salah, yaitu orang tua menganggap anak (generasi yang terhimpit) sebagai aset, sehingga mereka banyak menuntut.

    1 Timotius 6:6-8 Ibrani 13:5 Lukas 3:14 mengajarkan kita untuk memiliki rasa cukup

    dengan apa yang kita punyai. Jika mereka banyak menuntut maka itu bisa membangkitkan amarah kepada anak-anak dan itu tidak sesuai dengan firman Tuhan dalam Efesus 6:4 untuk tidak membangkitkan amarah anak-anak.

    • Malas bekerja*

    Golongan orang yang masih dalam usia produktif, tetapi malas bekerja dan hanya mengandalkan penghasilan dari generasi yang terhimpit. Firman Tuhan dalam 2 Tesalonika 3:10 tegas mengatakan seorang yang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.

  3. Dari sisi penanggungnya
  4. Tidak bisa membedakan prioritas antara keluarga inti dengan keluarga besar

    Setelah masuk dalam sebuah pernikahan tentunya ada pergeseran prioritas. Prioritas yang utama setelah pernikahan adalah keluarga inti. Keluarga Inti terdiri dari suami, istri dan anak. Sedangkan orang tua, kakak, adik termasuk dalam keluarga besar. Keluarga Inti harus menjadi prioritas dibandingkan keluarga besar.

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pemerintah Indonesia dalam bukunya yang berjudul Perencanaan Keuangan Keluarga mengatakan bahwa sebaiknya mendahulukan kebutuhan agama, berikutnya kebutuhan keluarga inti, diikuti kebutuhan keluarga kandung, kemudian jika masih ada sisa bisa untuk kebutuhan keluarga besar, barulah untuk kebutuhan lain.

    Tidak mempunyai perencanaan keuangan

    Seberapa pun uang yang didapat, jika dipakai tanpa ada perencanaan keuangan yang baik, bisa menyebabkan lebih besarnya pengeluaran daripada pemasukan. Termasuk tidak adanya perencanaan keuangan untuk masa depan atau hari tua berupa tabungan atau mempersiapkan dana pensiun. Lukas 14:28 berbicara tentang seseorang yang mau mendirikan menara harus membuat anggaran biayanya artinya perlunya perencanaan keuangan.

Karena beban yang sangat berat tersebut maka tidak sedikit orang memiliki anggapan bahwa generasi sandwich yang terhimpit ini merupakan generasi yang terkena kutuk, salah dilahirkan atau salah membuat keputusan. Sehingga seakan-akan menjadi sumber penghidupan buat keluarga merupakan suatu pilihan. Tentu tidak lah demikian. Kita harus menyadari fakta yang menunjukkan meskipun banyak generasi sandwich yang sangat kesulitan keuangan atau pasangan suami-isteri yang mengalami keretakan karena menanggung beban orang tua yang sudah tidak produktif, banyak dari generasi sandwich tersebut tetap bersukacita menanggung beban berat tersebut.

Sekarang mari kita lihat dalam paradigma yang baru, generasi sandwich bukanlah generasi yang terkena kutuk, salah dilahirkan ataupun salah membuat keputusan. Generasi sandwich justru bisa menjadi Generasi Yeremia yang membawa berkat bagi orang tua dan anak, hal ini sesuai dengan apa yang Tuhan perintahkan dalam sepuluh perintah Allah, bahwa kita harus menghormati orang tua kita supaya lanjut umur dan baik keadaan kita. (Keluaran 20:12; Ulangan 5:16)

Dalam Perjanjian Baru 1 Timotius 5:8 juga terdapat perintah untuk kita memelihara sanak saudara kita. Orang yang tidak memelihara sanak saudaranya apalagi seisi rumahnya, ia disamakan dengan orang yang murtad.

Lalu dalam 2 Korintus 8:13-14 dikatakan supaya ada keseimbangan dan sepenanggungan, yaitu mereka yang berkelebihan dapat membantu yang berkekurangan, mereka yang kuat dapat menolong mereka yang lemah. Kita melihat bahwa menjadi berkat bagi keluarga merupakan kehendak atau perintah Tuhan.

Kita harus menjadi Generasi Yeremia yang membawa berkat bagi keluarga kita, bukan lagi sebuah pilihan, terkena kutuk atau salah dilahirkan. Apalagi jika anggota keluarga kita memang dalam keadaan yang tidak mampu bekerja oleh karena gangguan kesehatannya atau tidak mampu mencukupi kebutuhannya.

Bagaimana solusinya agar Generasi Yeremia bisa menjadi generasi yang tidak terhimpit, justru bisa menjadi generasi yang membawa berkat? Mari kita simak 5 hal berikut ini:

Berdoa minta campur tangan Tuhan dalam masalah keuangan

Tuhanlah sumber hikmat dan pertolongan. Berdoa kepada Tuhan harus menjadi jalan yang pertama yang harus kita tempuh. Ketika kita menjadikan doa sebagai langkah pertama merupakan bukti bahwa kita mengandalkan Tuhan atas segala permasalahan kita.

"Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!"

Yeremia 17:7

Membuat anggaran keuangan

Mencatat arus kas keluar masuk uang merupakan cara yang sangat penting. Hal itu dapat membantu untuk mengetahui pergerakan keuangan setiap bulannya. Dengan begitu, kita bisa menentukan rencana keuangan untuk bulan ini dan bulan berikutnya dengan baik.

Investasi untuk masa tua

Saat ini jenis investasi sudah semakin berkembang, kita bisa dengan mudah memilih produk mana yang cocok dan tentu saja investasi yang aman untuk masa tua. Amsal 30:25 mengajarkan kita untuk belajar dari semut yang mengumpulkan persediaan makanannya. Yusuf dalam Kejadian 41 mendapat hikmat Tuhan untuk menyimpan makanan di masa kelimpahan sebagai persiapan menghadapi 7 tahun masa kesusahan.

Menyertakan orang tua dalam program asuransi kesehatan

Menjadi peserta BPJS Kesehatan dan/atau asuransi kesehatan lainnya. Dengan orang tua mempunyai asuransi kesehatan maka biaya pengobatan bisa ditanggungkan oleh asuransi sesuai dengan kontrak dan kesepakatan bersama. Jadi kita tidak akan memerlukan biaya besar ketika orang tua sakit dan harus berobat.

Keluarga inti harus menjadi prioritas utama

Menaruh keluarga inti sebagai prioritas dibandingkan keluarga besar.

Mari dengan kuat kuasa Roh Kudus kita ubah generasi sandwich dari generasi yang terhimpit menjadi generasi Yeremia yang menjadi berkat. (RL & TB).

Referensi