Profetik untuk semua

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
Renungan Khusus 2019.jpgRenungan Khusus 2019-1x1.jpg
Renungan khusus
Tanggal11 Desember 2022
PenulisTwin Hosea Widodo Kristyanto, ST, MT
Renungan khusus lainnya

Selama ini beredar anggapan bahwa kehidupan yang profetik hanyalah bagi orang dari pelayanan tertentu saja, misalnya para pendoa, pelayan pujian dan penyembahan serta pengkhotbah.

Bahkan, ada yang menganggap bahwa kehidupan yang profetik adalah kehidupan yang (terlalu) "ngeroh" dan tidak semua orang harus hidup dengan gaya seperti itu. Apakah benar bahwa kehidupan yang profetik atau bernuansa kenabian hanya untuk pelayanan tertentu saja? Apakah gaya hidup yang dikatakan "ngeroh" tersebut masih relevan saat ini?

Karunia profetik sendiri adalah pemberian dari Tuhan kepada seseorang supaya ia dapat melayani pekerjaan Tuhan. Seorang imam perlu dipenuhi oleh Roh Allah, supaya dapat mengerti apa yang harus dilakukan untuk mengerjakan panggilan Tuhan yang dipercayakan kepadanya. Tuntunan Roh akan memastikan seseorang melakukan pekerjaan Tuhan dengan tepat sasaran dan sesuai dengan kehendak Allah.

Nadab dan Abihu, putra Harun, pernah membawa api asing karena melakukan pekerjaan Tuhan dengan cara yang tidak sesuai prosedur. Hal tersebut mengindikasikan bahwa mereka melayani Tuhan tanpa pimpinan Roh Allah (dengan kekuatan dan pemahaman sendiri). Narasi api asing ini memperlihatkan kepada kita bahwa bahkan seorang imam Lewi pun belum tentu hidup secara profetik. (Imamat 10:1-2)

Jadi, apakah makna kata ‘profetik’ itu? Profetik berasal dari kata dasar prophet yang artinya nabi. Kata ‘nabi’ sendiri berasal dari bahasa Ibrani navi/nabiy (נָבִיא) yang diadaptasi ke dalam bahasa Yunani prophetes (προφήτης) yang berarti juru bicara (spokesman). Seperti makna dari bahasa aslinya, nabi adalah penyambung lidah Allah bagi umat-Nya melalui kata-kata nubuatan. Suara kenabian (prophetic utterance) dapat berupa teguran, penghiburan, peringatan, nasihat, dan pesan Allah terkait apa yang akan Tuhan kerjakan di masa depan. Sehingga, profetik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan fungsi kenabian.

Berangkat dari pengertian itu, maka gaya hidup yang profetis dapat diartikan sebagai kehidupan yang senantiasa terkoneksi dengan Allah, menangkap suara-Nya, dan menyampaikan-Nya kepada orang lain. Tujuannya adalah supaya kehendak Allah dapat tercapai atas suatu komunitas.

Insan Pentakosta, sebagai spirit-filled believers, perlu menyadari bahwa apa pun profesi dan panggilan yang Tuhan berikan kepadanya, itu adalah sebuah pekerjaan Tuhan. Ada nilai ibadah dan pelayanan di dalam setiap pekerjaan atau panggilan Tuhan di dalam kehidupan orang percaya. Saat Insan Pentakosta sedang merawat pasien, mengajar sebagai guru, atau membersihkan ruangan sebagai cleaning service, di saat yang sama, ia pun sedang melayani pekerjaan Tuhan yang tidak kalah profetisnya dengan pelayanan di gereja. Sehingga, dalam menjalani panggilan Tuhan melalui profesinya, Insan Pentakosta pun harus hidup secara profetik.

Tiga alasan atas urgensinya kehidupan profetis

  1. Perlunya tuntunan Roh Kudus
  2. Untuk dapat menang atau sukses dalam pekerjaan Tuhan, apa pun profesi kita, mutlak perlu adanya tuntunan profetis dari Allah. Misalnya, saat kita mengalami berbagai kendala di marketplace; Roh Kudus dapat menyediakan hikmat untuk menerobos penghalang-penghalang tersebut. Roh-Nya mampu memberikan ide kreatif atau mengingatkan kita akan hal-hal yang perlu kita benahi dari diri kita, supaya terobosan terjadi.

    Contoh lain adalah saat harus mengambil keputusan dalam berbagai aspek hidup kita, misalnya memilih jurusan saat mendaftar kuliah. Dunia dapat memberi beribu pertimbangan dan pengetahuan untuk kita dapat mengambil keputusan. Namun, hanya melalui Roh-Nya saja kita dapat memperoleh hikmat untuk mengelola semua pertimbangan dan pengetahuan tersebut supaya mampu mengambil keputusan yang baik, berkenan, dan sempurna, yaitu sesuai dengan kehendak Allah (1 Raja-raja 3:9), termasuk dalam memilih jurusan kuliah yang tepat.

    Semua bentuk dan manfaat dari tuntunan Roh Kudus ini hanya dapat kita peroleh jika kita hidup secara profetik. Tanpa kehidupan yang profetik, kita akan sulit atau bahkan gagal (miss) untuk menangkap apa yang menjadi kehendak Allah melalui tuntunan Roh Kudus. Boleh dibilang, hidup yang tidak profetis adalah hidup yang tidak mengandalkan tuntunan Roh Kudus.

  3. Komunitas kita perlu suara Tuhan
  4. Tidak kebetulan kita bekerja atau bersekolah di suatu tempat. Ada kalanya Tuhan mengizinkan kita melihat hal yang salah dalam komunitas kita. Seperti Yeremia, sebagai orang yang mengerti kehendak Allah atas orang Israel, ia tidak sungkan menegur bangsanya dan menyampaikan hal-hal yang tidak populer pada waktu itu, yaitu kekudusan. Tuhan pun mau kita berani untuk menyatakan kebenaran dan meluruskan hal-hal yang salah dalam komunitas di mana kita berada.

    Perlu adanya hikmat dan keberanian untuk kita dapat menyampaikan kerinduan dan teguran Allah bagi orang yang tidak mengenal-Nya. Kehidupan profetik juga menyediakan hikmat dan keberanian ini. Roh Allah akan memberikan desakan ilahi untuk berani mengambil sikap meskipun itu suatu pilihan yang langka di komunitas kita. Misalnya, di tengah maraknya tren FWB (friends with benefit) hari-hari ini, Insan Pentakosta yang memiliki hidup profetik akan berani berkata 'tidak' terhadap gaya hidup ini.

    Contoh lainnya, pemercaya yang hidupnya profetis akan berani menegur rekan kerjanya yang korupsi atau teman kuliahnya yang gemar rebahan dan malas-malasan. Insan Pentakosta akan mampu memilih timing dan cara yang tepat dalam menyampaikan suara kenabian tersebut, yaitu dengan cara dan kata-kata yang membangun, menasihati, dan menghibur alih-alih menghakimi. (1 Korintus 14:3)

  5. Menghadapi tipuan dunia
  6. Ada lirik lagu yang sedang viral hari-hari ini, mengatakan bahwa dunia ini adalah tempatnya tipu-tipu. Perlu adanya kemampuan untuk dapat membedakan yang palsu dari yang asli, dalam berbagai konteks kehidupan. Seseorang dengan gaya hidup profetis akan memiliki karunia untuk membedakan roh. Secara spiritual, Roh-Nya akan memberikan kepekaan dan ketajaman supaya tidak mudah tertipu oleh si Penipu Ulung. Seperti Petrus yang membongkar persekongkolan Ananias dan Safira, demikian pula Roh-Nya akan memberikan hikmat kepada kita supaya terhindar dari tipuan, bahkan menguak tipuan itu. (Kisah Para Rasul 5:1-11)

    Jadi, jelas bahwa kehidupan yang profetik adalah kebutuhan bagi semua Insan Pentakosta. Kehidupan profetik terbukti tetap dan makin relevan hari-hari ini. Semua pemercaya yang dipenuhi Roh Kudus dapat dan harus hidup secara profetik. Hal ini sesuai dengan konsep yang diusulkan oleh Stronstad dalam bukunya ‘The Prophethood for All Believers’.

Hidup yang profetik menyadarkan kita bahwa realitas yang kita hadapi bukanlah sekedar kenyataan jasmaniah saja, tetapi ada pula realitas rohani yang tidak kelihatan; namun tidak kalah nyata. (Ibrani 11:3)

Supaya kita memperoleh gambaran utuh dalam mengerjakan panggilan-Nya, kita perlu senantiasa hidup secara profetik. Tuntunan Roh Kudus yang kita peroleh dari kehidupan profetik akan menolong kita berhasil di dimensi rohani dan jasmani atas suatu perkara.

Mulailah membangun kehidupan yang profetik dengan memiliki kehidupan doa, pujian, penyembahan, dan perenungan firman yang rutin. Allah akan melatih kita mendengar suara-Nya yang lembut untuk menuntun kita menjalani kehidupan selama ada di dunia. Ada waktunya Tuhan juga akan menitipkan suara kenabian kepada kita, supaya ada perkataan Tuhan yang dilepaskan dan merubah kondisi komunitas kita. Maukah kita terlibat di dalamnya? (TH)

Selama ini beredar anggapan bahwa kehidupan yang profetik hanyalah bagi orang dari pelayanan tertentu saja, misalnya para pendoa, pelayan pujian dan penyembahan serta pengkhotbah. Bahkan, ada yang menganggap bahwa kehidupan yang profetik adalah kehidupan yang (terlalu) "ngeroh" dan tidak semua orang harus hidup dengan gaya seperti itu.