Pulih sebelum menikah

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 22 November 2022 10.23 oleh Leo (bicara | kontrib) (Penggantian teks - "| illustration1x1= Berkas: Renungan Khusus 2019-1x1.jpg↵| illustration16x9= Berkas: Renungan Khusus 2019.jpg" menjadi "| illustration1x1= Renungan Khusus 2019-1x1.jpg | illustration16x9= Renungan Khusus 2019.jpg")
Lompat ke: navigasi, cari
Renungan Khusus 2019.jpgRenungan Khusus 2019-1x1.jpg
Renungan khusus
Tanggal24 Oktober 2021
PenulisPdt Audy Rochadi
Renungan khusus lainnya

Tahun 2021 adalah ‘The Year of Integrity’ dengan 2 ayat tema utama yang diambil dari Mazmur 24:3-5 dan juga Mazmur 41:13-14. Ternyata kata ‘integritas’ itu erat kaitannya dengan perkenanan Tuhan. Integritas dapat memimpin kita kepada perkenanan Tuhan.

Menariknya, Amsal 18:22 menyatakan bahwa

Siapa mendapat istri, mendapat sesuatu yang baik, dan ia dikenan TUHAN.

Dari ayat tersebut kita dapat melihat bahwa pernikahan juga adalah manifestasi perkenanan Tuhan. Itulah sebabnya di dalam bagian pertama janji nikah terdapat sebuah afirmasi bahwa “…sesuai dengan kehendak Tuhan, maka saya menerima engkau...” yang berarti pertolongan Tuhanlah yang membawa calon mempelai pada suatu fase kehidupan berikutnya, yaitu menikah/married. Tentunya perkenanan Tuhan itu janganlah disia-siakan ataupun kita anggap remeh. Setiap generasi Yeremia yang hendak menikah harus melakukan bagiannya sebelum menikah sebagai ucapan syukur dan juga sebagai tekad untuk mempermuliakan nama Tuhan melalui pernikahan, bahkan nantinya meninggalkan warisan yang diberikan bagi anak cucu seperti yang tertulis di Amsal 13:22a,

“Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya...”

Yang dimaksud tentu bukan warisan harta kekayaan tetapi warisan nilai-nilai kehidupan yang membentuk dan mengajar anak-anak untuk hidup benar di hadapan Tuhan. (lihat artikel Warta Online: “Warisan Rohani”). Alangkah indahnya jika pernikahan kita menjadi teladan bagi anak-anak kita sendiri dan tentunya bagi banyak orang.

Tujuan pernikahan Kristen bukanlah semata-mata untuk mendapatkan kebahagiaan tetapi untuk bertumbuh bersama-sama ke arah Dia di mana pernikahan tersebut mencerminkan kasih Allah dalam Kristus yang mengasihi jemaat-Nya. Orang yang mencari kebahagiaan di dalam diri pasangannya, akan merasa kecewa karena semua manusia (termasuk pasangan kita) telah jatuh ke dalam dosa dan memang Tuhan tidak mau kita berharap kepada manusia. Akan tetapi bukan berarti lantas kita berbuat seenaknya saja, berharap pasangan menerima kita apa adanya tanpa adanya usaha yang intensional untuk memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Dalam pernikahan Kristen, Kristus adalah pusat di mana kasih-Nya menjadi dasar dari hubungan suami istri, seperti tercantum dalam Efesus 5:22-33.

Menarik sekali bahwa rasul Paulus sebelum menjelaskan peranan suami dan istri di perikop ini, ia menjelaskan mengenai hidup sebagai anak-anak terang dan manusia baru, persis di perikop sebelumnya yaitu pada Efesus 4:17-5:21. Jelaslah bahwa seyogyanya sebelum suami istri dipersatukan dan dapat menjalankan fungsinya, mereka masing-masing harus terlebih dahulu menjadi manusia baru dan hidup sebagai anak-anak terang. Kedua calon mempelai sama-sama menjadi pribadi yang pulih dari luka masa lalu, trauma, kepahitan, sejalan dengan yang tertulis di Efesus 4:31-32

“Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan.”

Rasul Paulus dengan tegas mengatakan untuk membuang semua hal ini, bukan menyimpan dan membiarkannya. Masuk dalam pernikahan dalam kondisi belum pulih hanya akan menambah masalah bagi kedua pribadi yang akan dipersatukan ini. Kepastian akan pemulihan diri sangat diperlukan sebelum dua pribadi dipersatukan menjadi satu dalam pernikahan kudus, karena bagaimana mungkin dua menjadi satu jika diri sendiri belum mengalami pemulihan? Jangan lupa, data Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung mencatat jumlah perceraian di Indonesia rerata mencapai seperempat dari dua juta jumlah peristiwa nikah dalam setahun pada tahun 2019. Terlebih lagi di tengah pandemi sekarang-sekarang ini, angka perceraian meningkat tajam di banyak kota di Indonesia.

Di konteks pandemi COVID-19 hari-hari ini, pemulihan seperti apakah yang sebenarnya diperlukan? Pada dasarnya, tidak ada jawaban yang extraordinary ataupun jawaban yang benar-benar baru untuk pertanyaan di atas karena walaupun konteks berubah, kebutuhan dan kecenderungan manusia tetap sama.

Pulih dari idealisme

Pulih dari idealisme kita akan pernikahan yang selama ini telah dipengaruhi oleh drama-drama percintaan, film-film pendek romantis, serta tampilan-tampilan media sosial orang lain, itulah area peperangan yang sesungguhnya. Seseorang yang idealis adalah seseorang yang menganggap pikiran atau cita-cita sebagai satu-satunya hal yang benar. Definisi umum lainnya adalah seseorang yang hidup menurut cita-cita, menurut patokan yang dianggap sempurna. Mereka yang idealis lupa bahwa pikiran telah tercemar, terpolusi, dan terkontaminasi dosa. Tipu daya Iblis juga terus-menerus menyerang pemikiran manusia agar menentang (rencana) Allah, bahkan melawan Allah. Ayo kita sadari bahwa hidup kita sebagai orang percaya, tidak hanya hidup di bawah matahari (under the sun), tetapi juga di bawah Kristus (under the Son).

Bila hanya memahami hidup di bawah matahari, maka cita-cita kita, patokan kita, dan pikiran kita adalah kesia-siaan belaka. Bagaimana tidak; kecantikan memudar, harta benda berpindah tangan, dan dunia berubah begitu cepat di mana kesusahan dan kesedihan silih berganti. Akan tetapi, hidup baru di dalam Kristus (under the Son) membawa harapan yang kokoh, pemulihan di dalam segala sesuatu, serta memimpin kita kepada hidup yang kekal.

Generasi Yeremia akan memiliki perspektif kekekalan sehingga memasuki, memahami, dan mempertahankan pernikahan dengan lebih baik, lebih bermakna. Isi pernikahan dengan perspektif baru yaitu under the Son, akan memiliki lebih sedikit tuntutan (mentalitas dilayani) dan lebih banyak pertumbuhan di mana suami istri saling melayani dan support. Yang diutamakan di sepanjang jalan pernikahan adalah bagaimana Kristus dipermuliakan dan firman Tuhan memimpin setiap pengambilan keputusan sehari-hari.

Ayo kita berkomunitas dengan orang-orang percaya lainnya dalam kelompok sel/COOL karena perubahan idealisme juga terjadi karena interaksi sosial kita. Allah dapat memakai mentor, kakak/bapa rohani, serta saudara-saudara seiman untuk menyadarkan kita dari idealisme yang kita miliki mengenai pasangan kita, makna pernikahan kita, dan juga persiapan pernikahan kita. Berkomunitas online di tengah pandemi ini sebenarnya menolong kita untuk bertumbuh, mengalami perubahan pola pikir/paradigma, dan diurapi oleh Roh Kudus hari lepas hari.

Jati diri yang benar

Setelah idealisme kita diubahkan oleh terang firman Tuhan dalam pekerjaan Roh Kudus sementara berkomunitas, maka langkah kedua untuk dapat pulih sebelum masuk pernikahan adalah dengan menyadari identitas kita di dalam Kristus. Identitas atau jati diri kita harus pulih. Laki-laki dan perempuan diciptakan serupa dan segambar dengan Allah dan mereka diciptakan dengan fungsinya masing-masing. Laki-laki akan menjadi suami, yang adalah kepala dan perempuan akan menjadi istri yang adalah penolong. Laki-laki dan perempuan diciptakan sederajat, tidak ada yang lebih rendah atau lebih kecil di mata Allah.

Bahkan ketika nantinya Tuhan mengaruniakan keturunan ilahi, maka baik itu anak laki-laki ataupun anak perempuan, keduanya harus dapat diterima dengan penuh ucapan syukur tanpa adanya penolakan sedikit pun. Mereka berharga bukan karena jenis kelamin mereka, tetapi karena mereka diciptakan segambar dan serupa dengan Allah.

Identitas di era post modern hari-hari ini juga berkaitan erat dengan kesadaran penuh untuk menolak dosa dan tipu daya akan LGBT. Miliki tertib pikiran agar kokoh dalam identitas sebagai pria atau wanita (sejak lahir). Izinkan Roh Kudus menginsafkan dan terus-menerus memimpin dalam segala kebenaran selama mempersiapkan diri sebelum hari-H pernikahan. Kita akan dipersiapkan lebih lagi di dalam kelas KOM 100 dengan materi relevan ter-update mengenai jati diri. Mengikuti kelas KOM 100 merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan pelayanan pemberkatan pernikahan yang kudus di gereja kita. Alami kuasa salib Kristus dengan langkah awal mengakui di hadapan Tuhan serta bertobat dan terus memelihara identitas yang Tuhan sudah pulihkan.

Identitas kita adalah Generasi Yeremia yang penuh Roh Kudus, cinta mati-matian kepada Tuhan Yesus, dan tidak kompromi terhadap dosa. Tuhan Yesus memberkati. (AR)