Persembahan

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 16 November 2022 03.31 oleh Leo (bicara | kontrib) (Penggantian teks - "| isi= " menjadi "| content= ")
Lompat ke: navigasi, cari
RK.jpgRK.jpg
Renungan khusus
Tanggal30 Oktober 2010
Renungan khusus lainnya

“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” (Roma 12:1)

Setelah dalam Roma pasal 1-11 Paulus bicara secara panjang lebar mengenai apa artinya anugerah keselamatan yang kita terima di dalam Tuhan kita Yesus Kristus. Hidup kita bukan karena kita layak di hadapan Tuhan, bukan karena kita baik di hadapan Tuhan, tetapi semata-mata karena anugerah Tuhan, maka dalam Roma 12:

  • Ayat 1-2 berbicara tentang bagaimana respons dan sikap kita kepada Tuhan,
  • Ayat 3 berbicara mengenai bagaimana kita memperlakukan diri kita sendiri,
  • Ayat 4 dan selanjutnya bicara mengenai bagaimana sikap kita dalam melayani orang lain.

Roma 12:1 merupakan rangkaian harapan Rasul Paulus kepada jemaat di Roma. Dan di ayat 1, Paulus yang tahu betul aturan-aturan tentang korban, yaitu bahwa:

  • korban ini dibawa dalam keadaan hidup ,
  • dengan kondisi syarat-syarat ketat tanpa cacat,
  • kemudian korban ini dibunuh.

Ayat 1 dari Roma 12, boleh kita pikirkan dan renungkan sebagai suatu acuan dan titik tolak pembaharuan dalam mempersembahkan korban.

Pembaharuan yang diserukan Paulus berpangkal pada ‘kematian Kristus’ sebagai ‘Anak Domba Allah’ yang dikorbankan, kudus dan tak bercacat celah di hadapan Bapa. Atas dasar inilah, Paulus kemudian menyerukan agar, jemaat di Roma memperhatikan dengan seksama tentang;

  • bagaimana mereka harus hidup, dan
  • bagaimana kehidupan peribadatan mereka

Karena itu rasul Paulus lalu menyerukan agar mereka mempersembahkan tubuh mereka sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Allah.

Dalam hal ini, Paulus mengacu pada sisi hidup setiap umat Allah. Memang Roma 12:1 menyebut ’tubuh’ namun harus dimengerti sebagai sebutan yang merujuk pada totalitas atau keseluruhan aspek hidup manusia, baik tubuh, jiwa maupun roh.

Syarat korban persembahan

Dan Paulus menyebutkan syarat korban persembahan yang dikehendaki Bapa, yakni hidup, kudus dan yang berkenan.

Bagaimana dengan jemaat Tuhan? Allah juga menghendaki hal itu daripada kita. Karena itu persembahkanlah tubuhmu (seluruh aspek kehidupan) dengan syarat:

  1. Hidup
  2. Kudus
  3. Berkenan

Hidup

Dalam tradisi korban, hewan korban tidak dibawa dalam kondisi ‘mati’ melainkan dalam kondisi yang ‘hidup’. Ketika kita memahaminya berkaitan dengan kehidupan manusia, maka Allah menginginkan kita mempersembahkan seluruh totalitas hidup kita: diri kita (tubuh, jiwa, dan roh), waktu kita, harta kita, selama atau semasa kita hidup. Karakter, integritas, antisipasi, impian hidup dalam bekerja dan melayani - sebagai suatu persembahan yang utuh bagi Dia.

Kudus

Pada poin pertama di atas disebutkan tentang syarat pertama dari korban, yakni hidup. Di poin kedua ini, korban juga harus kudus/holy/hagios. Dalam konteks Perjanjian Lama, aspek ketakbercacatan fisik menjadi ukuran. Pertanyaannya; mungkinkah kita mampu mencapai titik ini? Tidak mungkin. Namun kita beroleh anugerah dari Tuhan yaitu kita dikuduskan oleh Dia semata. Tuhan Yesus berdoa dalam Yohanes 17, “Bapa, mereka memang bukan dari dunia ini, namun mereka masih tinggal di dalam dunia ini. Itu sebab kuduskanlah mereka di dalam kebenaran …”

Akhir zaman ini Roh Kudus dicurahkan dengan hebat dalam rupa ‘api’ dan ‘angin’. Api ini berfungsi untuk membakar, memperbaharui, mentransformasikan, memurnikan, yang tidak kudus menjadi kudus.

Efesus 5:26, “untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan (yaitu) Firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.”

Tuhan Yesus yang lakukan; bukan kita, Dia. Dari Dia, Oleh Dia, Kepada Dia! Respons kita yang tepat akan menghasilkan proses ini berjalan dengan lancar dalam waktu-Nya. Point pentingnya di sini adalah: maukah kita dimandikan oleh Tuhan? Apakah kita didapati telanjang waktu dimandikan? Artinya apakah semua sisi keberadaan kita terbuka/telanjang untuk dimurnikan oleh Dia? Ini suatu proses sepanjang umur hidup kita, sehingga mempelai-Nya ini jadi cemerlang tanpa cacat atau kerut atau serupa itu - kudus adanya.

Berkenan

Bagaimana korban dapat dianggap berkenan di hadapan Tuhan? Tentu harus hidup dan kudus. Bila ini terpenuhi maka korban dianggap layak atau berkenan. Bukankah demikian juga dengan kita? Ingatlah bahwa syarat-syarat di atas adalah standarnya Tuhan Yesus.

Atau dengan kata lain tidak ada yang tahu bagaimana standar kita hidup di hadapan Tuhan. Satu pertanyaan, bagaimana orang lain tahu bahwa kita hidup kudus?

Salah satu jawabannya adalah lihatlah karakternya, atau boleh kita katakan lihatlah karakterku atau lihatlah bagaimana aku hidup.

Saudara-saudara yang terkasih, kita tidak hidup di dunia maya melainkan di dunia nyata. Sebab itu kita tidak dapat menipu sesama kita soal bagaimana kita hidup. Karena itu, berikanlah seluruh hidupmu semasih hidup dalam kondisi yang tak bercacat cela alias kudus, yang nyata dalam karakter kita. Berbuah!

Bukankah ini yang dikehendaki Tuhan?

Sumber

  • [HP] (30 Oktober 2010). "Renungan Khusus". Warta Jemaat. GBI Jalan Gatot Subroto. Diakses pada 30 Oktober 2010.