Unity in Christ
Renungan khusus | |
---|---|
Tanggal | 19 Oktober 2011 |
Renungan khusus lainnya | |
| |
|
Hari-hari ini Gembala Sidang/Pembina kita, Pdt Dr Ir Niko Njotorahardjo banyak berbicara tentang restorasi pondok Daud. Restorasi pondok Daud berkaitan dengan doa, pujian, dan penyembahan, bersama-sama dalam unity, siang dan malam.
Kata unity atau kesatuan hati adalah salah satu unsur penting dalam pertumbuhan gereja. Dalam kemajemukan organisasi gereja, sosial dan budaya dalam konteks masa kini, unity seolah-olah menjadi sesuatu tidak mungkin terjadi atau hanya “khayalan” saja.
Hal di atas berbeda dengan kehendak Yesus tentang unity. Dalam doa syafaat-Nya yang terakhir untuk para murid-Nya dan bagi semua orang percaya sebelum Ia ditangkap oleh prajurit Roma, Yesus berdoa: “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau.” (Yohanes 17:21)
Doa tersebut menunjukan keinginan-Nya yang sangat mendalam agar para murid dan semua orang percaya hidup dalam kesatuan atau unity. Kehendak Yesus tentang unity, juga harus menjadi kehendak dari gereja Tuhan.
Konsep unity yang dikehendaki Yesus bukanlah kesatuan secara lahiriah seperti kesatuan organisasi gereja. Konsep kesatuan yang dikehendaki Yesus menurut Alkitab adalah tentang orangnya. Hal tersebut dapat ditelusuri dari arti kata “gereja” dalam bahasa Yunani “ekklesia (dari kata ek artinya dari dan kaleo artinya dipanggil keluar”. Dengan demikian, ekklesia berarti “kumpulan orang-orang yang dipanggil keluar dari kegelapan dunia kepada terang Kristus”.
Jika dengan teliti kita membaca Yohanes 17, maka jelaslah bahwa kesatuan yang dikehendaki Kristus sesungguhnya bukanlah kesatuan dalam bentuk keseragaman gedung, merek atau organisasi gereja, melainkan kesatuan dari orang-orang percaya yang berlandaskan pada:
- Kehidupan di dalam Kristus (ayat 23)
- Mengenal dan mengalami kasih Bapa serta persekutuan dengan Kristus (ayat 26)
- Keterpisahan dari keduniawian (ayat 14-16)
- Kekudusan & kebenaran di dalam Kristus (ayat 17, 19)
- Menerima dan mempercayai Firman Allah (ayat 6, 8, 17)
- Ketaatan kepada Firman Allah (ayat 6)
- Keinginan untuk membawa jiwa-jiwa kepada Kristus (ayat 21, 23)
Setelah kita mengetahui bahwa hakekat gereja bukanlah bangunan atau organisasinya melainkan orangnya, maka selanjutnya tentu harus melihat hakekat dari manusia itu sendiri. Bahwa manusia adalah:
- Makhluk ciptaan Allah (Kejadian 1:27).
- Berbeda dengan proses penciptaan alam semesta (Kejadian 1:3, 6, 9, 11, 14, 20, 24, Kejadian 2:7).
- Penciptaannya unik karena menggunakan bahan materi dari debu tanah dan dihembusi nafas Allah sehingga manusia menjadi makhluk yang hidup (Kejadian 2:7).
- Manusia diciptakan “segambar” dan “serupa” dengan Allah (Kejadian 1:27).
- Makhluk roh yang memiliki jiwa dan berdiam dalam tubuh jasmani (Kejadian 2:7, 1 Tesalonika 5:23).
Berkaitan dengan unity , maka hal keunitian yang dimaksudkan adalah:
- Unity antara roh manusia dengan Roh Allah (Filipi 2:1, 2 Korintus 13:13) Ketika manusia yang pertama, Adam dan Hawa, jatuh dalam dosa, maka dikatakan manusia itu “mati” secara rohani (Kejadian 3:3, 6). Pengertian mati secara rohani di sini bukanlah berarti bahwa roh manusia tersebut benar-benar mati atau “hilang”, sehingga yang tinggal hanya tubuh dan jiwanya saja, melainkan suatu bentuk “keterpisahan antara roh manusia itu dengan Roh Tuhan”. Dalam Doa, Pujian dan Penyembahan, roh manusia kembali “bersekutu” dengan Roh Allah.
- Unity antara jiwa manusia dengan Allah (Filipi 2:5) Di dalam jiwa, terdapat tiga unsur lagi yang membentuk kepribadian seseorang, yaitu : Pikiran, Perasaan dan Kehendak. Dan Alkitab mengajarkan kepada kita untuk memiliki pikiran & perasaan yang ada pada Yesus, artinya berpikir seperti Yesus berpikir, berperasaan seperti Yesus merasa, sehingga dengan demikian tentu kita akan menginginkan sesuatu seperti yang Yesus inginkan.
- Unity antara jiwa manusia yang satu dengan yang lainnya (Matius 18:19) Yaitu 2-3 orang dalam sebuah kelompok yang bersepakat dalam satu tujuan, yaitu memuliakan Allah.
Untuk mencapai kesepakatan yang sejati tentu dibutuhkan persetujuan dari ketiga unsur jiwa yang membentuk kepribadian seseorang, yaitu: pikiran, perasaan dan kehendak.
Sumber
- (SEH) (19 Oktober 2011). "Renungan Khusus". Warta Jemaat. GBI Jalan Gatot Subroto. Diakses pada 19 Oktober 2011.