Persembahan di era Perjanjian Lama (sebelum dan sesudah Kemah Suci)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 15 November 2022 09.56 oleh Leo (bicara | kontrib) (Penggantian teks - "| ringkasan =" menjadi "| summary =")
Lompat ke: navigasi, cari
RK.jpgRK.jpg
Renungan khusus
Tanggal12 Juli 2020
PenulisPdm Dr Dony Lubianto, MTh
Renungan khusus lainnya

Tidak sedikit orang Kristen yang memiliki pandangan keliru terhadap prinsip persembahan di era Perjanjian Lama. Mereka berpendapat bahwa semua yang berbau Perjanjian Lama pasti berbau Hukum Taurat, dan dalam masa Perjanjian Baru ini, semua yang berbau Hukum Taurat sudah tidak berlaku dan tidak terpakai lagi, karena Tuhan Yesus telah membayar lunas dan membatalkan Hukum Taurat.

Orang yang berpandangan seperti itu lupa bahwa Perjanjian Lama memiliki beberapa era. Kita bisa mengambil contoh:

  1. Terkait dengan Kemah Suci, maka ada era sebelum Kemah Suci, dan ada era setelah Kemah Suci.
  2. Terkait dengan Raja, ada era sebelum masa kerajaan dimulai, dan ada era setelah munculnya kerajaan di Israel dengan Saul sebagai raja yang pertama.

Mari kita membahas prinsip persembahan sebelum dan setelah berdirinya Kemah Suci.

Persembahan sebelum berdirinya Kemah Suci

Sebelum era berdirinya Kemah Suci, dapat kita lihat dan pelajari dari kehidupan para patriark dalam Kitab Kejadian.

“Setelah beberapa waktu lamanya,
maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan;
Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya;
maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu,”
(Kejadian 4:3-4)

Dalam ayat tersebut di ataslah pertama kalinya muncul kata ‘persembahan’, yang dalam bahasa Ibrani nya adalah Minchah, yang artinya hadiah, pemberian atau korban.

Selain Kain dan Habel, dalam kitab Kejadian kita juga melihat contoh para patriark dalam memberikan persembahan kepada TUHAN, antara lain:

  • Nuh
  • “Lalu keluarlah Nuh bersama-sama dengan anak-anaknya dan isterinya dan isteri anak-anaknya.
    Segala binatang liar, segala binatang melata dan segala burung, semuanya yang bergerak di bumi, masing-masing menurut jenisnya, keluarlah juga dari bahtera itu.
    Lalu Nuh mendirikan mezbah bagi TUHAN;
    dari segala binatang yang tidak haram dan dari segala burung yang tidak haram diambilnyalah beberapa ekor, lalu ia mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah itu.
    Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya:
    "Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya,
    dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan."
    (Kejadian 8:20-21)

  • Abraham
  • “serta berkata: "Tuanku, jika aku telah mendapat kasih tuanku,
    janganlah kiranya lampaui hambamu ini.
    Biarlah diambil air sedikit, basuhlah kakimu dan duduklah beristirahat di bawah pohon ini;
    biarlah kuambil sepotong roti, supaya tuan-tuan segar kembali;
    kemudian bolehlah tuan-tuan meneruskan perjalanannya;
    sebab tuan-tuan telah datang ke tempat hambamu ini."
    Jawab mereka: "Perbuatlah seperti yang kaukatakan itu."
    Lalu Abraham segera pergi ke kemah mendapatkan Sara serta berkata:
    "Segeralah! Ambil tiga sukat tepung yang terbaik! Remaslah itu dan buatlah roti bundar!"
    Lalu berlarilah Abraham kepada lembu sapinya,
    ia mengambil seekor anak lembu yang empuk dan baik dagingnya dan
    memberikannya kepada seorang bujangnya, lalu orang ini segera mengolahnya.
    Kemudian diambilnya dadih dan susu serta anak lembu yang telah diolah itu,
    lalu dihidangkannya di depan orang-orang itu;
    dan ia berdiri di dekat mereka di bawah pohon itu, sedang mereka makan."
    (Kejadian 18:3-8)

  • Yakub
  • “Allah Abraham dan Allah Nahor, Allah ayah mereka, kiranya menjadi hakim antara kita."
    Lalu Yakub bersumpah demi Yang Disegani oleh Ishak, ayahnya.
    Dan Yakub mempersembahkan korban sembelihan di gunung itu.
    Ia mengundang makan sanak saudaranya,
    lalu mereka makan serta bermalam di gunung itu."
    (Kejadian 31:53-54)

Dari beberapa contoh di atas, paling tidak ada 2 (dua) prinsip persembahan dalam era sebelum Kemah Suci berdiri; dalam Perjanjian Lama, yakni:

  1. Persembahan merupakan inisiatif pribadi
  2. Yaitu sebagai respon si pemberi persembahan akan kasih, berkat, penyertaan dan perlindungan TUHAN.

    Perhatikan teladan para patriark di atas, jika kita membaca teks Alkitab dari perikop atau pasal-pasal yang mencatat kisah mereka, kita tidak akan menemukan TUHAN memberikan perintah kepada mereka untuk memberikan persembahan, artinya persembahan yang mereka lakukan merupakan inisiatif pribadi sebagai respon mereka atas kasih, berkat, penyertaan dan perlindungan TUHAN.

  3. Persembahan mencerminkan hubungan pribadi
  4. Yaitu hubungan terjalin diantara si pemberi persembahan dengan TUHAN.

    Pada waktu para patriakh memberikan persembahan, di era itu tidak atau belum ada hukum tertulis yang mengharuskan dan mengatur pemberian persembahan.

    Dan jika kita simak dengan lebih teliti dalam Kitab Kejadian, mereka yang memberikan persembahan kepada TUHAN adalah mereka yang memiliki hubungan pribadi dengan TUHAN.

    Kita tidak akan menemukan di dalam Kitab Kejadian, orang yang tidak memiliki hubungan pribadi dengan TUHAN, lalu memberikan persembahan kepada TUHAN.

Kedua prinsip ini seharusnya menjadi blueprint, menjadi teladan dan semangat kita dalam memberikan persembahan.

Persembahan setelah berdirinya Kemah Suci

Setelah bangsa Israel keluar dari Mesir untuk beribadah kepada TUHAN, Musa diperintahkan TUHAN untuk membangun Kemah Suci, kemah pertemuan di mana TUHAN akan berjumpa dengan umat-Nya.

Dengan berdirinya Kemah Suci, maka TUHAN memberikan hukum-hukum dan aturan-aturan yang mengatur tata cara ibadah, tata cara pelayanan Imam Besar dan para Imam, tata cara persembahan, hukum dan aturan moral, hukum dan aturan sosial, dan lainnya.

Sehubungan dengan persembahan, dalam Imamat 1-7 tertulis jenis-jenis persembahan yang telah ditetapkan, yaitu:

  1. Korban bakaran
  2. Korban sajian
  3. Korban keselamatan
  4. Korban penghapus dosa
  5. Korban penebus salah

Di mana jenis korban dan tata caranya diatur berdasarkan hukum. Apakah hal ini kemudian menjadi sesuatu yang kaku dan baku? Serta membuat orang memberi persembahan hanya berdasarkan hukum (legalisme) semata? Seharusnya tidak.

Dengan semangat dan prinsip memberi para patriark, yakni memberi sebagai respon atas kasih, berkat, penyertaan dan perlindungan TUHAN serta didasari hubungan pribadi dengan TUHAN, maka aturan dan hukum tentang persembahan yang diberikan TUHAN seharusnya menjadi sarana yang mempermudah, mempertegas dan memperjelas dalam hal memberi persembahan, sehingga persembahan kita tepat seperti yang dikehendaki TUHAN.

Sayangnya, semangat dan prinsip para patriark dalam hal memberi persembahan kelihatannya makin lama makin memudar dalam diri umat Israel, sehingga persembahan-persembahan menjadi sekedar legalisme semata, sebagaimana kita lihat dalam ayat berikut:

“Tetapi jawab Samuel: "Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan."
(1 Samuel 15:22)

Sebagaimana ayat tersebut di atas, penting bagi kita untuk menyadari bagaimana persembahan (korban bakaran dan korban sembelihan) dalam Perjanjian Lama, takkan memiliki arti:

  • jika tidak disertai dengan hubungan pribadi yang intim dengan TUHAN,
  • jika tidak mendengarkan suara TUHAN, serta
  • jika tidak memiliki ketaatan akan Firman dan ketentuan-ketentuan TUHAN.

Tegoran TUHAN dalam kitab Maleakhi terkait dengan pemberian persembahan memiliki tujuan yang sangat tegas dan jelas, yakni agar umat TUHAN menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN. Maka persembahan Yehuda dan Yerusalem akan menyenangkan hati TUHAN seperti pada hari-hari dahulu kala dan seperti tahun-tahun yang sudah-sudah.

“Siapakah yang dapat tahan akan hari kedatangan-Nya?
Dan siapakah yang dapat tetap berdiri, apabila Ia menampakkan diri?
Sebab Ia seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu.
Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak;
dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN.
Maka persembahan Yehuda dan Yerusalem akan menyenangkan hati TUHAN seperti pada hari-hari dahulu kala dan seperti tahun-tahun yang sudah-sudah."
(Maleakhi 3:2-4)

Marilah kita memberikan persembahan dengan semangat dan prinsip para patriark.

Memberi bukan karena kewajiban, bukan karena takut kena kutuk, bukan karena takut tidak diberkati, apalagi karena takut masuk neraka, tetapi biarlah persembahan kita merupakan respon kita akan kasih, berkat, penyertaan dan perlindungan TUHAN, serta kita memberi karena kita memiliki hubungan pribadi yang intim dengan TUHAN. Amin. (DL)

Sumber

  • Pdm Dr Dony Lubianto, MTh (12 Juli 2020). "Renungan Khusus". Warta Jemaat. GBI Jalan Gatot Subroto. Diakses pada 04 November 2020.

    Tidak sedikit orang Kristen yang memiliki pandangan keliru terhadap prinsip persembahan di era Perjanjian Lama. Mereka berpendapat bahwa semua yang berbau Perjanjian Lama pasti berbau Hukum Taurat, dan dalam masa Perjanjian Baru ini, semua yang berbau Hukum Taurat sudah tidak berlaku dan tidak terpakai lagi, karena Tuhan Yesus telah membayar lunas dan membatalkan Hukum Taurat.