Article: 20201026/RK: Perbedaan antara revisi

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
k (Penggantian teks - "| summary =" menjadi "| longsummary= | summary= | shortsummary=")
k (Penggantian teks - "Rudy Limuria" menjadi "Rudi Limuria")
 
Baris 5: Baris 5:
| minggu = 44
| minggu = 44
| date= 2020-10-26
| date= 2020-10-26
| name= Rudy Limuria
| name= Rudi Limuria
| completename= Pdp Rudy Limuria, MA, CFP
| completename= Pdp Rudi Limuria, MA, CFP
| readmore = {{{readmore|}}}
| readmore = {{{readmore|}}}
| infobox = {{{infobox|}}}
| infobox = {{{infobox|}}}

Revisi terkini sejak 6 Oktober 2024 01.12

RK.jpgRK.jpg
Renungan khusus
Tanggal26 Oktober 2020
PenulisPdp Rudi Limuria, MA, CFP
Renungan khusus lainnya

“Kepunyaan-Kulah perak dan kepunyaan-Kulah emas, demikianlah firman TUHAN semesta alam.” (Hagai 2:9)

“Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya.” (Mazmur 24:1)

Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa apa saja yang kita miliki: jabatan, bakat, keahlian bahkan uang atau harta benda lainnya adalah kepunyaan Tuhan. Semua itu dititipkan kepada kita untuk dikelola dan dikembangkan. Tuhan punya kehendak dan rencana atas penciptaan-Nya, yaitu bahwa Tuhan menginginkan semua ciptaan-Nya dapat menggunakan potensinya dengan maksimal untuk memuliakan nama Tuhan. Edisi kali ini kita akan membahas khusus mengenai pengelolaan uang dan harta.

Mengejar kepercayaan dari Tuhan

Suatu pemahaman yang salah jika harta benda atau uang yang kita miliki adalah kepunyaan kita. Jika kita berpandangan bahwa harta kekayaan ini adalah milik kita, maka kita akan menggunakan harta ini sesuai dengan apa yang kita ingini. Kita berpendapat bahwa sebagai orang yang berhasil mengumpulkan harta ini kita berhak atas segala kenikmatan yang bisa diperoleh dari harta ini. Padahal uang hanya menjanjikan kenikmatan dan kekuasaan yang sesaat bukan yang hakiki. Sebab ini adalah milik kita. Kita bisa menggunakannya untuk apa saja sesuai keinginan kita, sekalipun itu bertentangan dengan kebenaran Firman Tuhan.

Kualitas Rohani seseorang dapat dipengaruhi oleh cara mereka mengelola uang dan harta. Pendeta Billy Graham pernah berkata:

“Give me five minutes with a person’s checkbook, and I will tell you where their heart is.”

Artinya, ke mana kita membelanjakan uang kita, itu mencerminkan isi hati kita, sebab “di mana ada hartamu di situlah hatimu.” Apakah banyak dipergunakan untuk membeli benda-benda yang berharga demi memberikan nilai harga diri kita? Atau uang itu kita gunakan untuk hal-hal kerajaan sorga seperti:

  • mengembalikan perpuluhan,
  • menghidupi janda-janda miskin dan
  • menolong sesama?


Di sini kita bisa mengerti bahwa uang dan harta menjadi saingan utama Tuhan.

Mazmur 24:1 dengan jelas berkata,

“Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya.”

Ayat tersebut mengingatkan kita bahwa kita ini hanya pengelola dan Tuhan adalah pemiliknya. Bahkan dalam Imamat 25:23 Tuhan pun menyatakan diri-Nya sebagai pemilik tanah.

“Tanah jangan dijual mutlak, karena Akulah pemilik tanah itu, sedang kamu adalah orang asing dan pendatang bagi-Ku.”

Pengelola tidak punya hak sama sekali untuk menentukan penggunaan harta tersebut selain dari pemilik. Pengelola hanya memelihara dan melaksanakan amanah dari si pemilik. Pemilik berhak untuk mencabut hak pengelolaan hartanya dari para pengelolanya jika pemilik merasa bahwa si pengelola tidak mengelola sesuai dengan yang dikehendakinya dan hilang kepercayaan kepada si pengelola.

Itulah sebabnya, seorang pengelola harta harus senantiasa memelihara kepercayaan yang diberikan oleh si pemilik. Jika kepercayaan pemilik bertumbuh, maka akan bertumbuh pula harta yang dititipkan kepada si pengelola.

Ketika kita mengakui kepemilikan Tuhan atas harta benda kita, segala keputusan-keputusan untuk penggunaan harta menjadi keputusan yang sama rohaninya dengan keputusan-keputusan dalam peribadahan. Kita tidak lagi berkata:

  • “Tuhan apa yang aku mau lakukan dengan uangku ini?” melainkan bertanya:
  • “Tuhan apa yang engkau mau aku lakukan atas uang-Mu ini?”

Firman Tuhan menjadi penuntun

Tuhan telah memberikan petunjuk lewat firman-Nya dalam hal mengelola harta atau kekayaan yang dititipkan kepada kita sebagai pengelola. Tuhan Yesus banyak berbicara mengenai uang dan harta. Di dalam Alkitab ada:

  • 16 dari 38 perumpamaan berkaitan dengan cara kita mengendalikan uang dan harta.
  • 500 ayat mengenai doa,
  • kurang dari 500 ayat mengenai iman, tetapi
  • lebih dari 2.350 ayat mengenai uang dan harta.


Firman Tuhan mengatakan di 2 Timotius 3:16,

“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”

Sejak dari taman Eden, Tuhan tidak pernah menetapkan bahwa semua ciptaan-Nya itu adalah milik kita. Firman Tuhan menggariskan sebagai berikut:

  • Berfirmanlah Allah:
"Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” (Kejadian 1:26)
“TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” (Kejadian 2:15)

Doktrin mengenai penciptaan ini jelas meneguhkan bahwa Tuhan ingin manusia menjadi pengelola, bukan pemilik. Sebagai wakil Tuhan yang wajib memelihara dengan sebaik-baiknya semua ciptaan ini. Ini yang disebut secara teologia “Creation Mandate”. Kita diciptakan untuk mewakili Tuhan di bumi ini. Tuhan telah menitipkan kekayaan dari ciptaan-ciptaan-Nya ini di bawah pengawasan kita.

Namun dosa membuat manusia bukan lagi menjadi pengelola. Manusia telah menjadi ‘money lover’ bukan ‘money master’. Hubungan manusia dengan Tuhan terputus. Manusia jadi sangat mengandalkan uang dan hartanya sebagai sumber kebahagiaan dan kekuasaan sehingga rasa aman terletak pada berapa banyaknya uang dan harta yang kita peroleh. Karena merasa hidup ini hanya sementara setelah itu tidak tahu apa yang terjadi, maka mereka memuaskan hawa nafsu mereka. Rela melakukan hal-hal yang tidak berkenan kepada Allah, antara lain: korupsi, penipuan, eksploitasi, investasi fiktif, dsb. Semua itu dilakukan semata-mata demi memperoleh keuntungan yang maksimal tanpa memikirkan hak-hak orang lain, bahkan melupakan rencana Allah atas kita. Mereka terjebak ke dalam zona ‘cinta uang’.

Firman Tuhan dalam 1 Timotius 6:10 menyatakan:

“Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.”

Tetapi dengan adanya Tuhan Yesus sebagai Juruselamat, maka semua itu bisa diputarbalikkan. Dengan menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadi kita, maka kita bisa dipindahkan dari zona kutuk dosa ke zona berkat. Bukan hanya menerima keselamatan kekal di sorga nanti tetapi juga masuk zona berkat ilahi. Ada rasa aman di mana kita berhak atas Janji Allah. Dia tidak pernah lalai dalam menepati janjinya untuk memenuhi kebutuhan hidup kita.

“Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?” (Matius 6:25)

Roh Kudus akan mengubah cara kita memandang uang dan harta. Hikmat dan roh kreativitas dalam mengelola uang terjadi atas kita, dan semuanya ditujukan untuk memuliakan Tuhan. Ada rasa haus akan hadirat Tuhan. Kita jadi berhak atas segala janji-janji Tuhan yang dijanjikan kepada Abraham, Ishak dan Yakub.

“Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah.” (Galatia 3:29)

Memang hidup ini membutuhkan uang, tetapi uang bukan segala-galanya yang kita butuhkan. Terutama juga bukan uang yang menjadi pengendali kehidupan kita, tetapi kitalah yang harus mengendalikan sebagai pengelolanya. Biarlah kita tetap menjadi pengelola yang dapat dipercaya dan diandalkan oleh Tuhan. Jangan terjebak dalam obsesi untuk mengejar kekayaan, tetapi kejarlah kepercayaan dari TUHAN. Kekayaan itu buah dari ketaatan dan kejujuran dalam mengelola harta sesuai kehendak pemiliknya yaitu Tuhan. (RL)

Sumber