Article: 20220612/RK: Perbedaan antara revisi

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
k (upd)
k (Penggantian teks - "| summary =" menjadi "| longsummary= | summary= | shortsummary=")
Baris 25: Baris 25:
| illustration16x9 = Visi 2022.jpg
| illustration16x9 = Visi 2022.jpg


| summary = Beberapa bulan terakhir, gereja kita mulai memunculkan terminologi baru yaitu ''intergenerational'' atau bisa juga disebut lintas generasi. Istilah ini mulai muncul pada akhir abad ke-20 ketika penamaan generasi seperti ''Baby Boomer'' lahir untuk mengidentifikasi fenomena banyaknya anak-anak yang lahir pasca perang dunia kedua pada tahun 1945-1960-an.
| longsummary=
| summary=
| shortsummary= Beberapa bulan terakhir, gereja kita mulai memunculkan terminologi baru yaitu ''intergenerational'' atau bisa juga disebut lintas generasi. Istilah ini mulai muncul pada akhir abad ke-20 ketika penamaan generasi seperti ''Baby Boomer'' lahir untuk mengidentifikasi fenomena banyaknya anak-anak yang lahir pasca perang dunia kedua pada tahun 1945-1960-an.


| intro = Beberapa bulan terakhir, gereja kita mulai memunculkan terminologi baru yaitu ''intergenerasional'' atau bisa juga disebut lintas generasi. Istilah ini mulai muncul pada akhir abad ke-20 ketika penamaan generasi seperti ''baby boomer'' lahir untuk mengidentifikasi fenomena banyaknya anak-anak yang lahir pasca perang dunia kedua pada tahun 1945-1960-an. Penamaan generasi ''millennials'' yang lahir menjelang pembukaan milenium yang baru yaitu tahun 2000 dipopulerkan oleh William Strauss dan Neil Howe yang pada saat itu adalah penulis buku dan juga konsultan sosiologis. Teori mereka masih dipakai sampai hari ini untuk mempermudah mengidentifikasi perbedaan generasi yang ada di gereja.
| intro = Beberapa bulan terakhir, gereja kita mulai memunculkan terminologi baru yaitu ''intergenerasional'' atau bisa juga disebut lintas generasi. Istilah ini mulai muncul pada akhir abad ke-20 ketika penamaan generasi seperti ''baby boomer'' lahir untuk mengidentifikasi fenomena banyaknya anak-anak yang lahir pasca perang dunia kedua pada tahun 1945-1960-an. Penamaan generasi ''millennials'' yang lahir menjelang pembukaan milenium yang baru yaitu tahun 2000 dipopulerkan oleh William Strauss dan Neil Howe yang pada saat itu adalah penulis buku dan juga konsultan sosiologis. Teori mereka masih dipakai sampai hari ini untuk mempermudah mengidentifikasi perbedaan generasi yang ada di gereja.

Revisi per 19 November 2022 04.08

Visi 2022.jpgVisi 2022-1x1.jpg
Renungan khusus
Tanggal12 Juni 2022
PenulisPdp Dio Angga Pradipta, MTh
Renungan khusus lainnya

Beberapa bulan terakhir, gereja kita mulai memunculkan terminologi baru yaitu intergenerasional atau bisa juga disebut lintas generasi. Istilah ini mulai muncul pada akhir abad ke-20 ketika penamaan generasi seperti baby boomer lahir untuk mengidentifikasi fenomena banyaknya anak-anak yang lahir pasca perang dunia kedua pada tahun 1945-1960-an. Penamaan generasi millennials yang lahir menjelang pembukaan milenium yang baru yaitu tahun 2000 dipopulerkan oleh William Strauss dan Neil Howe yang pada saat itu adalah penulis buku dan juga konsultan sosiologis. Teori mereka masih dipakai sampai hari ini untuk mempermudah mengidentifikasi perbedaan generasi yang ada di gereja.

Ternyata, perbedaan generasi ini menunjukkan fenomena yang menarik: kontribusi setiap generasi terhadap Gereja berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan kebutuhan mereka juga berbeda antar satu generasi dengan yang lainnya. Di sinilah letak fungsi utama dari pelayanan lintas generasi.

Alih-alih berfokus kepada satu generasi saja, Gereja melihat sebuah pelayanan yang mewakili dan membuka interaksi antar generasi di dalam sebuah gereja lokal.[1] Apa dampaknya? Setiap karunia dan panggilan dari masing-masing generasi bisa terwakili dan kebutuhan setiap generasi terjawab. (1 Korintus 12:25-26)

Ternyata kehidupan bergereja yang sehat adalah kehidupan berkomunitas yang saling memperhatikan satu dengan yang lain dan ini termasuk hubungan lintas generasi. Perhatikan 2 ayat berikut ini:

“Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir” (1 Korintus 1:10)
“Kami juga menasihati kamu, saudara-saudara, tegorlah mereka yang hidup dengan tidak tertib, hiburlah mereka yang tawar hati, belalah mereka yang lemah, sabarlah terhadap semua orang” (1 Tesalonika 5:14)

Di dalam konteks bergereja zaman sekarang, maka istilah ‘erat bersatu’, ‘sehati sepikir’, dan “sabar terhadap semua orang” juga dikaitkan dengan hubungan lintas generasi. Bagaimana generasi yang muda bisa menghormati generasi yang senior dan juga sebaliknya. Ini bukanlah ayat yang ditujukan untuk satu generasi saja, tetapi untuk semua orang. Implikasi dari adanya ayat-ayat nasehat seperti ini adalah: hubungan itu tidak selalu baik adanya. Terkadang menjaga hubungan di antara yang sama generasinya saja sudah susah, apalagi membangun hubungan lintas generasi. Inilah tantangan Gereja zaman sekarang!

Apa yang dibangun dalam pelayanan lintas generasi?

Ada 3 area besar yang perlu dibangun menurut David Kinnaman dalam bukunya Faith For Exiles:[2]

  1. Shared experience
    Hubungan itu betul-betul terbentuk ketika dua orang atau lebih mau berkomitmen untuk meluangkan waktu bersama-sama. Kedengarannya mudah bukan? Tapi faktanya, tidak semudah ini. Sebuah pertanyaan sederhana: apakah kita suka menghabiskan waktu bersama dengan orang-orang percaya lainnya dalam komunitas gereja lokal? Bagaimana dengan orang-orang yang berbeda rentang usia dengan kita? Mungkin ada project gereja yang bisa dilakukan bersama antara generasi muda dengan yang senior? Perjalanan misi yang melibatkan generasi senior dengan yang muda misalnya. Diskusi dan interaksi yang terjadi akan menumbuhkan hubungan yang berkualitas.
  2. Shared goals
    Hubungan lintas generasi tidak terjadi begitu saja, perlu niat dan tujuan yang jelas dari kedua belah pihak. Apa yang ingin dicapai dari hubungan lintas generasi tersebut? Ketika Elia berjumpa dengan Elisa, hubungan yang tercipta memiliki tujuan yang jelas: mewarisi pengalaman, pengurapan, dan panggilan dari Elia kepada Elisa. Ketika Paulus memanggil Timotius, tujuannya jelas: untuk mendidik dan memperlengkapi Timotius muda menjadi hamba Allah yang nantinya akan meneruskan pelayanan Injil di tempat yang sudah ditentukan Allah baginya.
  3. Shared emotions
    Manusia adalah mahkluk yang juga memiliki emosi. Dan di dalam membangun hubungan pertemanan ataupun mentoring, emosi memainkan peranan penting. Apakah seseorang merasa diterima atau tidak dalam sebuah komunitas menentukan keputusannya untuk tetap tinggal di situ atau tidak.
    Apakah seseorang merasa dianggap sebagai keluarga di gereja lokalnya atau tidak akan menentukan keputusannya untuk tetap tinggal di situ atau tidak. David Kinnaman menulis bahwa murid yang tangguh adalah mereka yang tertanam dalam gereja lokal yang memiliki penerimaan seperti keluarga.
    Apakah berarti gereja hanya berfokus menumbuhkan emosi positif saja? Tentu tidak. Alkitab meminta kita untuk menegur mereka yang hidup dalam dosa. (Matius 18:15-20) Iklim emosi yang sehat akan membantu generasi muda merasa diterima di gereja lokal mereka sebagai anak dan sekaligus dibentuk menjadi murid yang tangguh.

Fondasi Biblika di dalam membangun pelayanan lintas generasi

Di dalam surat Titus 2:1-6 kita melihat bagaimana hubungan lintas generasi itu terjadi di dalam sebuah gereja lokal, dan apa yang menjadi bagian dari generasi yang lebih tua dan generasi yang lebih muda. Ajakan dimulai terlebih dahulu kepada generasi yang lebih tua, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, untuk bisa menjadi teladan bagi mereka yang muda.

Bagi para laki-laki ternyata kehidupan yang bijaksana dan terhormat menjadi sebuah karakter penting. Generasi muda perlu melihat teladan dan juga mendengar kesaksian dari generasi senior yang hidupnya bijaksana, sehat di dalam iman, kasih, dan ketekunan.

Contoh praktis yang bisa dilakukan adalah mengadakan talkshow atau pertemuan informal di mana generasi yang lebih tua berbagi pengalaman melewati masa-masa membangun rumah tangga, karir, dan juga pelayanan mereka.

Kepada para perempuan juga diberikan nasehat yang sama agar perempuan yang lebih tua bisa memberikan pengalaman dan menyemangati perempuan yang muda untuk bisa hidup bijaksana dan kudus. Tentu hal-hal seperti ini akan sangat efektif apabila dibicarakan dalam hubungan yang sudah dibangun sejak awal. Pemuridan lintas generasi yang efektif akan terjadi apabila sudah ada hubungan yang mendasarinya.

Tujuan dari pelayanan lintas generasi

Di dalam Mazmur 78:4 dikatakan,

Kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada TUHAN dan kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya.”

Pemazmur dalam hal ini Asaf, memiliki komitmen untuk meneruskan pengetahuan akan mujizat Tuhan kepada generasi berikutnya agar tidak terputus ingatan mereka tentang Tuhan. Begitu juga dengan pelayanan lintas generasi, ini dilakukan karena visi yang Tuhan berikan kepada gereja-Nya begitu besar dan luas, serta tidak mungkin diselesaikan hanya dalam waktu satu generasi saja. Artinya apa? Segala pengalaman, pengurapan, dan kesaksian hidup dari generasi sebelumnya perlu diteruskan kepada generasi penerus. Anak-anak muda yang berdiri di atas pengurapan dan pengalaman generasi sebelumnya akan bergerak lebih cepat, lebih tepat, dan lebih diurapi.

Kesimpulannya adalah hubungan lintas generasi membutuhkan niat dari kedua belah pihak untuk saling merendahkan hati mencari kepentingan bersama dan kehendak Tuhan. Apa yang dibangun untuk diteruskan kepada generasi berikutnya bahkan tidak hanya ketiga hal di atas yakni shared experience, goals dan emotions, tapi juga shared faith, seperti yang dialami anak rohani Paulus, yaitu Timotius.

2 Timotius 1:5 menunjukkan dengan jelas kepada kita bagaimana Timotius menerima warisan iman yang luar biasa dari ibu dan neneknya sendiri.

“Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.”

Gereja yang membangun budaya lintas generasi memahami bahwa kehendak Tuhan untuk zaman ini berarti kehendak Tuhan untuk setiap generasi yang ada sekarang. Untuk itu, jembatan yang menghubungkan lintas generasi perlu dibangun agar suara Roh bisa secara tepat direalisasikan (kontekstualkan) kepada setiap generasi yang ada di gereja dan di luar gereja hari ini. (DAP)

Referensi