Belajar mengampuni seperti Kristus
![]() | |
| Inspirational | |
| Tanggal | 09 Oktober 2025 |
| Oleh | Daniel Djaka Muljana |
| Baca juga | |
| |
| |
Pengampunan adalah panggilan bagi setiap orang percaya, meski sering kali tidak mudah dilakukan. Tuhan telah mengampuni kita lebih dahulu, sehingga kita pun harus belajar mengampuni sesama seperti Kristus. Saat kita memilih mengampuni, hati kita menjadi tenang, luka disembuhkan, dan kasih Tuhan dinyatakan melalui hidup kita.
Pengampunan adalah sesuatu yang mudah diucapkan, tetapi tidak mudah dilakukan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai situasi di mana orang lain berusaha melukai kita — baik lewat perbuatan maupun perkataan. Namun sebagai umat Tuhan, kita dipanggil untuk hidup sebagai pemenang: bukan dengan membalas luka, tetapi dengan memilih untuk mengampuni. Sebab Tuhan telah lebih dahulu mengasihi dan mengampuni kita.
Kolose 3:13 berkata:
- Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain dan ampunilah seorang terhadap yang lain apabila seorang menaruh dendam terhadap yang lain; sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.
Tuhan telah mengampuni dan melakukan yang terbaik bagi kita. Karena itu, Ia mengajarkan agar kita juga belajar mengampuni orang lain. Contohnya dapat kita lihat dari kisah Yakub dan Esau. Yakub menipu ayahnya untuk merebut hak kesulungan yang seharusnya milik Esau. Setelah mengetahui hal itu, Yakub melarikan diri karena takut dibalas. Namun ketika waktu berlalu dan mereka akhirnya bertemu kembali, Esau justru memilih untuk mengampuni saudaranya.
Demikian pula Tuhan menghendaki agar kita tidak menyimpan kepahitan, tetapi belajar mengampuni seperti Yesus yang mengampuni kita di kayu salib. Matius 6:14-15 berkata:
- “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu yang di sorga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”
Pengampunan memang tidak mudah, tetapi itu adalah bagian penting dari hidup bersama Tuhan. Ketika kita tidak mengampuni, kita sesungguhnya sedang melukai diri sendiri — membiarkan kepahitan menguasai hati dan pikiran. Sebaliknya, saat kita mengampuni, kita merasakan ketenangan dan pembebasan sejati.
Beberapa waktu yang lalu ada seorang politikus sekaligus penginjil di Amerika Serikat ditembak mati oleh seorang anak muda berusia 22 tahun. Istrinya, meskipun sangat terluka, memilih untuk mengampuni pelaku dan bahkan mengucapkannya secara terbuka. Karena pengampunan itu, hukuman mati yang seharusnya dijatuhkan kepada pelaku diubah menjadi penjara seumur hidup. Inilah kekuatan pengampunan — kasih yang mengalahkan kebencian.
Sebagai orang percaya, kita harus terus belajar hidup dalam pengampunan. Bukan untuk melukai orang lain, tetapi untuk memulihkan hati sendiri dan memuliakan Tuhan.
Amin.
