Bangkit dari kegagalan

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
Renungan Khusus 2019.jpgRenungan Khusus 2019-1x1.jpg
Renungan khusus
Tanggal31 Desember 2023
PenulisPdt Dr Dony Lubianto, MTh
Renungan khusus lainnya

Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Petrus pun merasa sedih karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya, "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya, "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya, "Peliharalah domba-domba-Ku." (Yohanes 21:17 TB2)

'Kegagalan' lebih dari sekedar sebuah kata, melainkan sebuah fakta dan situasi yang pernah dialami oleh semua orang. Hampir tidak ada orang yang tidak pernah gagal. Dibalik keberhasilan dan kesuksesan yang dialami seseorang, tidak sedikit kegagalan yang menjadi pembelajaran serta cambuk yang memotivasinya untuk berproses sehingga mengalami kemajuan. Petrus pernah mengalami kegagalan. Gagal dalam mewujudkan janjinya kepada Tuhan Yesus, sekalipun pada saat itu Tuhan Yesus sudah mengingatkannya apa yang akan terjadi.

“Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu."
Jawab Petrus kepada-Nya, "Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!" Namun, Yesus berkata, "Aku berkata kepadamu, Petrus: hari ini ayam tidak akan berkokok, sebelum engkau tiga kali menyangkal bahwa engkau mengenal Aku." Namun, Petrus berkata, "Pak, aku tidak tahu apa yang engkau katakan." Seketika itu juga, sementara ia berkata, berkokoklah ayam.
Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya, "Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku." Ia pun pergi ke luar dan menangis dengan sedih." (Lukas 22:31-34, 60-62 TB2)

Dalam situasi seperti ini, ada dua perspektif yang berbeda, yakni perspektif Petrus terhadap diri pribadinya dan perspektif Tuhan Yesus terhadap Petrus. Petrus melihat dirinya sebagai orang yang gagal, itu sebabnya setelah ayam berkokok dan Tuhan Yesus memandang kepadanya, ia sadar bahwa ia telah menyangkal Tuhan Yesus sebagaimana pernah diberitahukan kepadanya. Hal ini membuat Petrus terpukul dan merasakan kesedihan yang mendalam karena penyangkalannya.

Namun perspektif Tuhan Yesus berbeda, Tuhan Yesus tahu bahwa Petrus akan menyangkal diri-Nya dan sudah mengingatkan Petrus. Tuhan tahu bahwa apa yang Petrus lakukan bukan karena Petrus tidak lagi mengasihi diri-Nya sebagai Gurunya, juga bukan karena Petrus tidak lagi percaya kepada-Nya. Tetapi karena secara rohani dia telah menjadi lemah ketika menghadapi pencobaan.

Dalam konteks percakapan yang sama, Kristus juga menyatakan bahwa apa yang dialami Petrus merupakan salah satu bentuk penampian Iblis. Jadi di satu sisi Iblis mencoba menghancurkan Petrus, tetapi di sisi lain Tuhan Yesus sedang membentuk dalam diri Petrus suatu karakter kerendahan hati untuk bersandar pada Allah.

Yesus selanjutnya juga berpesan kepada Petrus agar di kemudian hari ia menguatkan para saudaranya (Lukas 22:31-32). Setelah peristiwa Pentakosta, kita melihat bahwa pesan Tuhan Yesus ini digenapi. Petrus yang dipenuhi oleh Roh Kudus menunjukkan komitmen dan kesetiaan yang luar biasa dalam pelayanan pemberitaan Injil, sebagaimana yang dicatat dalam kitab Kisah Para Rasul. Itulah sebabnya Tuhan Yesus tidak ingin Petrus terus berada dalam suasana hati yang sedih, kecewa pada diri sendiri serta merasa terintimidasi akibat penyangkalannya terhadap Tuhan Yesus. Paska kebangkitan-Nya, Tuhan Yesus mengagendakan untuk menjumpai murid-murid-Nya, secara khusus kepada Petrus untuk melakukan restorasi dan rehabilitasi.

Menurut Merriam Webster Dictionary, 'restorasi' berarti an act of restoring or the condition of being restored: a bringing back to a former position or condition (tindakan memulihkan atau kondisi yang dipulihkan: membawa kembali ke posisi atau kondisi sebelumnya), dan rehabilitasi berarti the process of restoring someone to a useful and constructive place in society (proses mengembalikan seseorang ke tempat yang berguna dan konstruktif dalam masyarakat).

Pengertian yang senada juga kita temukan dalam Cambridge Dictionary, di mana restorasi berarti the act or process of returning something to its earlier good condition or position, or to its owner (tindakan atau proses mengembalikan sesuatu ke kondisi atau posisi semula, atau kepada pemiliknya) dan rehabilitasi dimaknai sebagai the process of returning to a healthy or good way of life, or the process of helping someone to do this after they have been in prison, been very ill, etc. (proses kembali ke cara hidup yang sehat atau baik, atau proses membantu seseorang untuk melakukan hal ini setelah mereka berada di penjara, sakit parah, dan lain-lain).

Berdasarkan pengertian di atas, paling tidak dapat kita simpulkan bahwa dalam konteks pembahasan kita, restorasi berarti tindakan Yesus untuk memulihkan Petrus yang dalam keadaan terpuruk akibat kegagalan dalam menepati komitmennya kepada Yesus dan rehabilitasi berarti tindakan Yesus untuk menempatkan kembali Petrus ke posisi dan peran yang berguna dan konstruktif dalam komunitas orang percaya dan masyarakat.

Restorasi dan rehabilitasi terhadap Petrus dilakukan Tuhan Yesus dengan cara yang luar biasa:

  1. Menegaskan kasih Petrus kepada-Nya, bukan kesalahan Petrus kepada-Nya
  2. Tuhan Yesus tidak datang kepada Petrus dan menegaskan: "betul kan apa yang Ku katakan? Makanya jangan sok jago, kamu akhirnya menyangkali Aku dan kabur kan? Takut mati juga kan?" Sebaliknya, Dia datang kepada Petrus dan menanyakan serta menegaskan kasih Petrus kepada-Nya sebanyak 3 kali, "Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?"

    Dari peristiwa ini kita melihat bagaimana Tuhan Yesus memberikan ruang bagi kesalahan untuk membuat seseorang belajar dari pengalaman tersebut. Mengingatkan dan menegaskan kesalahan tidak akan membuat Petrus bangkit dan jadi pemenang, sebaliknya justru akan membuat Petrus makin terintimidasi dan terpuruk dengan penyesalan dan perasaan gagalnya. Tetapi penegasan akan kasihnya kepada Tuhan Yesus memulihkan Petrus dan membuatnya bangkit kembali.

    Amsal 10:12 menyatakan:

    Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran.

    Dengan inspirasi Roh Kudus, pengalaman itu yang ia bagikan kepada yang lain melalui suratnya:

    Yang terutama: Kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa. (1 Petrus 4:8 TB2)

    Bagi kita yang saat ini sedang merasakan kegagalan dalam komitmen kita mengasihi, mengiring dan melayani Tuhan, jangan menghindar dan lari dari Tuhan. Sebaliknya mari kita mendekat kepada-Nya dengan jujur dan hancur hati, izinkan kasih-Nya menjamah kita dan memulihkan kita.

    Para pemimpin rohani penting sekali untuk bersikap dan bertindak bijaksana terhadap orang yang di pimpin dan bimbing, khususnya mereka yang mengalami kegagalan atau merasa gagal. Bawa mereka kembali kepada komitmen mereka untuk mengasihi Tuhan Yesus dan izinkan kasih Tuhan Yesus memulihkan mereka, sehingga mereka bangkit dan jadi pemenang!

  3. Memberikan Petrus tugas dan tanggung jawab penggembalaan
  4. Kontra dengan situasi kebanyakan yang dialami oleh pelayan Tuhan di masa sekarang ini. Ketika seseorang melakukan kesalahan dan bertobat kemudian mengalami pemulihan, tidak sedikit yang harus memulai kembali pelayanannya dari nol, seperti kalimat pamungkas yang disampaikan petugas pom bensin: "dimulai dari nol yaa..." artinya seseorang harus mulai merangkak kembali dalam pelayanannya dari awal. Hal itu terjadi karena semua jabatan dan tanggung jawabnya dilucuti saat dia melakukan pelanggaran.

    Jika kita menyimak peristiwa yang dicatat Yohanes dalam bacaan kita di atas, Tuhan Yesus memiliki pendekatan yang berbeda. Saat memulihkan Petrus, Tuhan Yesus juga melakukan rehabilitasi bagi Petrus dengan memberikan tanggung jawab: "Gembalakanlah domba-domba-Ku..." (ayat 16-17) dan kita melihat bagaimana Petrus menjadi soko guru pada era gereja mula-mula.

    Tentunya hal ini tidak kemudian menjadi pola rehabilitasi yang dapat diberlakukan kepada semua orang. Seorang pemimpin rohani perlu bisa menilai kesungguhan pertobatan dari staf atau anak rohani yang digembalakannya, serta potensi yang bersangkutan dalam pelayanan dan kepemimpinan. Dengan demikian proses rehabilitasi terjadi kepada orang yang tepat, pada saat yang tepat dan posisi yang tepat.

Mengingat peristiwa restorasi dan rehabilitasi yang dikerjakan Tuhan Yesus kepada Petrus, teringatlah kita akan pesan yang disampaikan Gembala Jemaat Induk, Bapak Pdt Dr Ir Niko Njotorahardjo mengutip Firman yang tertulis dalam Mazmur 37:23-24,

"Perlu dicatat, sebagai orang-orang yang berkenan kepada Tuhan kita bisa jatuh ke dalam berbagai macam kegagalan dan masalah, tetapi Alkitab berkata kita bisa jatuh tapi tidak sampai tergeletak sebab Tuhan menopang tangan kita." Amin!

Sebagai pribadi yang telah ditebus oleh Tuhan Yesus, mungkin kita juga pernah bahkan sering gagal dalam memenuhi komitmen kita untuk setia kepada Dia. Hal ini mungkin terjadi karena kita cenderung menggunakan kekuatan kita sendiri dalam mempertahankan komitmen tersebut.

Oleh karena itu, agar kita tidak terjebak dalam kegagalan terus menerus, marilah kita bersandar pada kekuatan, pengurapan serta penyertaan Roh Kudus.

Apabila suatu saat kita harus mengalami kegagalan, janganlah kita cepat berputus asa, tetapi perbaharuilah komitmen kita itu dengan tetap bersandar dan mengandalkan kekuatan Roh Kudus. Tuhan Yesus - baik secara langsung maupun melalui pemimpin rohani yang Dia tempatkan di atas kita, akan merestorasi dan merehabilitasi kita untuk bangkit dan jadi pemenang! (DL)

Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?"