COVID-19 merupakan wake-up call bagi keluarga
Renungan khusus | |
---|---|
Tanggal | 05 April 2020 |
Penulis | Pdt Jaliaman Sinaga, MDiv |
Sebelumnya |
|
Selanjutnya |
|
"Setiap orang yang mendengarkan perkataan-Ku dan melaksanakannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.
Tetapi setiap orang yang mendengarkan perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu dan hebatlah kerusakannya."
Keluarga merupakan institusi pertama yang Allah ciptakan dalam dunia ini. Melalui keluarga Allah menyatakan kehendak-Nya, juga memakai keluarga sebagai mitra kerja-Nya. Hal ini terlihat dalam kehidupan keluarga Abram dan Sarai, Nuh, isteri dan anak menantunya, bahkan sampai kepada kelahiran Juruselamat, Allah memakai keluarga Yusuf dan Maria. Tuhan Yesus mengakhiri khotbah di bukit dengan memberi gambaran membangun rumah dan badai. Berarti tiap keluarga harus siap menghadapi badai. Saat ini ada badai yang kita hadapi yakni Virus Corona yang disebut WHO: COVID-19, berasal dari “Co” singkatan dari Corona, “Vi” singkatan dari Virus, sedangkan “d” singkatan dari Disease. Sementara “19” adalah untuk tahun 2019 karena wabah pertama kali diidentifikasi pada tanggal 31 Desember 2019 (Tedros Adhanom, WHO, Jenewa, 11 Februari 2020).
Hari-hari terakhir ini banyak orang mengalami kekuatiran dan ketakutan, sejak Indonesia dinyatakan telah terpapar dengan Virus Corona. Bagaimanakah sikap kita terhadap wabah ini? Alkitab menggambarkan melalui pengajaran Yesus, yaitu kisah orang yang membangun rumah di atas dua macam dasar yang berbeda, serta angin dan banjir yang melandanya. (Matius 7:24-27)
Mengapa Yesus melukiskan melalui rumah?
Rumah adalah sesuatu yang penting, bukan hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga tempat pembentukan, pembelajaran yang pertama bagi setiap pribadi yang lahir ke dalam dunia ini. Dan juga sebagai tempat yang pertama dalam menaburkan nilai-nilai kebenaran. Seseorang sebagaimana dia ada saat ini, tidak dapat dilepaskan dari bagaimana ia dibesarkan dan dididik di dalam rumahnya.
Dalam ayat di atas digambarkan dua orang yang sama-sama membangun rumah. Yang satu membangun di atas dasar batu, sedangkan yang lain membangun di atas pasir. Kemudian mereka mengalami hal yang sama, yakni datanglah hujan, banjir, lalu angin melanda rumah itu. Perbedaannya terlihat saat badai datang. Rumah yang dibangun di atas batu tetap tegar, tetapi yang dibangun di atas pasir rubuh dan hebatlah kerusakannya.
- Setiap orang yang mendengar Firman Allah dan melakukannya, digambarkan seperti orang yang membangun rumah di atas batu dan orang ini disebut sebagai orang yang bijaksana.
- Tetapi yang mendengar Firman Allah, tetapi tidak melakukannya, digambarkan dengan orang yang membangun rumah di atas pasir, mereka disebut sebagai orang bodoh.
Bagaimana dengan ‘rumah’ yang sedang kita bangun selama ini, apakah di atas batu atau pasir? Prinsip penting dalam ayat ini adalah melakukan Firman Allah. Bukan seberapa banyak mengetahui atau mempelajari Firman Allah. Mengetahui dan mempelajari banyak Firman Allah belum tentu berarti pasti melakukannya. Kata ‘hujan’, ‘banjir’, dalam ayat ini melukiskan tentang masalah, persoalan, kesulitan yang sedang terjadi. Virus Corona yang melanda dunia dan Indonesia saat ini, merupakan masalah global yang sedang terjadi, sehingga telah menjadi pandemi.
Bagaimana dengan “rumah” yang kita bangun selama ini? Apakah kita membangunnya di atas Firman dengan melakukannya? Bila kita membangunnya berdasarkan harta, kekayaan, pengetahuan, kekuatan sendiri, maka semuanya akan rubuh dan hebatlah kerusakannya di saat badai datang (Matius 7:27).
Setiap orang yang mendengar Firman Allah dan melakukannya, mereka jugalah yang disebut membangun rumah di atas batu. Bagaimana hal ini diterapkan dalam keluarga?
Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI telah menghimbau masyarakat untuk sekolah, bekerja dan beribadah di rumah demi untuk menghindari penularan COVID-19.
Selama ini kesibukan sering menyita waktu dalam keluarga, sehingga waktu bersama keluarga sangat minim. Tetapi saat ini, merupakan waktu yang penting, ada banyak waktu di rumah.
Apa artinya menjadi pelaku firman?
- Seorang suami/bapa sebagai kepala keluarga hari-hari ini dituntut untuk melakukan perannya sebagai imam, nabi dan kepala bagi keluarganya, memimpin ibadah bersama istri dan anak. Mengasihi istri, seperti Kristus mengasihi jemaat, menjadi figur teladan, mentor bagi anak. Saat seorang ayah memimpin mezbah keluarga, ia sedang menegakkan otoritasnya sebagai seorang imam untuk keluarganya. (Efesus 5:25)
- Bagi seorang istri/ibu, hari-hari seperti ini merupakan waktu untuk merenungkan perannya selama ini, apakah telah dijalankan secara maksimal sebagai penolong, pendamping, penghibur/penopang bagi suami dan anak?
- Bagi seorang anak, ini adalah waktu untuk melakukan introspeksi; seberapa Alkitabiahnya hubungan kita selama ini dengan kedua orangtua.
Adanya banyak waktu untuk berada di rumah akan merupakan saat yang indah bila hubungan dalam keluarga selama ini baik. Tetapi justru merupakan siksaan, pergumulan berat, apabila hubungan satu dengan yang lain sedang bermasalah. Melakukan Firman merupakan cara untuk menyelesaikan masalah, merendahkan diri satu dengan yang lain dan meminta maaf dan saling mengampuni. (Matius 6:14-15).
Melalui kebersamaan saat ini, merupakan waktu yang indah untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga.
Saat ini merupakan 'Wake-Up Call' bagi keluarga untuk membangun kembali dan menjalankan fungsi sebagai institusi rencana Allah dinyatakan. Melalui mezbah keluarga, beribadah bersama dengan keluarga, mengundang hadirat Allah hadir dalam keluarga. Kita tidak tahu untuk berapa lama kita tidak dapat beribadah bersama, karena itu ibadah keluarga merupakan hal yang sangat penting.
Tuhan mau pakai keluarga sebagai pembawa kabar baik, pembawa api Pentakosta Ketiga dalam goncangan ini. Kita berdoa agar wabah ini cepat berakhir, namun terus bangun benteng pertahanan rohani dengan memperkuat ibadah bersama keluarga. Perhatikan seruan Gembala Sidang untuk ikut Doa Puasa Raya sejak tanggal 1 Maret 2020 sampai 9 April 2020. Mari kita satukan tekad berdoa puasa bersama, mujizat pasti terjadi, melalui goncangan maka penuaian akan terjadi.
Firman Tuhan mengingatkan kita:
- "Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka". (Matius 18:19-20)
(JS)
Sumber
- Pdt Jaliaman Sinaga, MDiv (15 April 2020). "Renungan Khusus". Warta Jemaat. GBI Jalan Gatot Subroto. Diakses pada 04 November 2020.