Berdoa dengan ketulusan hati

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 29 Maret 2021 20.46 oleh Leo (bicara | kontrib) (upd)
Lompat ke: navigasi, cari

"Pada suatu kali, setelah mereka habis makan dan minum di Silo, berdirilah Hana, sedang imam Eli duduk di kursi dekat tiang pintu bait suci TUHAN, dan dengan hati pedih ia berdoa kepada TUHAN sambil menangis tersedu-sedu...Ketika perempuan itu terus-menerus berdoa di hadapan TUHAN, maka Eli mengamat-amati mulut perempuan itu; dan karena Hana berkata-kata dalam hatinya dan hanya bibirnya saja bergerak-gerak, tetapi suaranya tidak kedengaran, maka Eli menyangka perempuan itu mabuk." (1 Samuel 1:9-13)

Hidup sebagai istri dari seorang suami yang memiliki dua istri karena dirinya tidak dapat mengandung dan memberikan keturunan bukanlah hal yang mudah. Sekalipun praktek poligami dan poliandri tidak dibenarkan dalam kekristenan, namun kita dapat membayangkan betapa pedih hatinya saat melihat perlakuan yang berbeda yang diperoleh karena tidak mempunyai keturunan ditambah dengan perlakuan dari madunya, istri kedua sang suami.

Itulah yang dihadapi oleh Hana bertahun-tahun setiap kali dia pergi bersama suami dan seluruh keluarga menghadap ke Rumah TUHAN di Silo. hal ini mendorong Hana untuk menyampaikan doanya kepada TUHAN. Hana, istri Elkana adalah seorang contoh seorang wanita yang berdoa dengan ketulusan hati. Mari kita renungkan bagaimana Hana menyampaikan doa dan nazarnya kepada TUHAN:

  1. Hana mengungkapkan seluruh perasaan hatinya kepada TUHAN.
  2. "dan dengan hati pedih ia berdoa kepada TUHAN sambil menangis tersedu-sedu." (1 Samuel 1:10)

    Inilah esensi dari berdoa. berdoa adalah komunikasi dengan TUHAN, doa adalah ungkapan perasaan hati kita yang tulus dan jujur kepada TUHAN. Terbuka sebagaimana kita adanya kepada TUHAN tanpa ada yang ditutup-tutupi. Jika hatimu mengalami kesedihan bahkan kepedihan, nyatakan itu kepada TUHAN. Jika hatimu senang, bahagia dan bersyukur akan segala kebaikan TUHAN, nyatakan itu kepada-Nya. Jika hatimu galau dan gundah gulana, ungkapkan kepada-Nya. Tidak perlu menahan-nahan perasaan hati kita kepada-Nya, Dia Allah yang mengerti dan peduli akan segala persoalan dan pergumulan yang kita hadapi. Kedekatannya dengan TUHAN membuat Hana tidak ragu untuk mengungkapkan kepedihan hatinya kepada TUHAN bahkan sampai menangis tersedu-sedu.

  3. Hana percaya TUHAN sanggup menjawab doanya
  4. "Kemudian bernazarlah ia, katanya: "TUHAN semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki,..." (1 Samuel 1:11)

    Coba simak apa yang diungkapkan dalam nazarnya kepada TUHAN, dia mengatakan: "TUHAN semesta alam, Jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsaraku..."

    Hana mengawali doanya dengan mengagungkan TUHAN, dengan deklarasi bahwa Dia adalah TUHAN semesta alam. Hana juga tidak meragukan kuasa dan keberadaan (eksistensi) TUHAN. Dalam doanya dia tidak mengatakan: "TUHAN, jika Engkau memang ada..." atau "TUHAN, jika engkau memang berkuasa..." seperti layaknya kebanyakan orang yang depresi karena persoalan sehingga berdoa dengan putus asa dan penuh keraguan. Hana tidak demikian!

  5. Hana berdoa dengan tekun
  6. "Ketika perempuan itu terus-menerus berdoa di hadapan TUHAN, maka Eli mengamat-amati mulut perempuan itu;" (1 Samuel 1:12)

    Hana terus menerus berdoa. Dia berdoa dengan tekun sampai kalimat doanya menjadi tak terucapkan oleh bibirnya. menunjukkan betapa pedih, serius dan tekunnya ia dalam doanya. sampai-sampai imam Eli berpikir dia seorang perempuan dursila yang sedang mabuk (ayat 13-16) Hatinya tulus, ia menggunakan setiap momen di Rumah TUHAN untuk berdoa sampai ia mendapatkan konfirmasi (ayat 17-20).

Seperti halnya Hana, marilah kita berdoa dengan ketulusan hati. (DL)

"Pada suatu kali, setelah mereka habis makan dan minum di Silo, berdirilah Hana, sedang imam Eli duduk di kursi dekat tiang pintu bait suci TUHAN, dan dengan hati pedih ia berdoa kepada TUHAN sambil menangis tersedu-sedu...Ketika perempuan itu terus-menerus berdoa di hadapan TUHAN, maka Eli mengamat-amati mulut perempuan itu; dan karena Hana berkata-kata dalam hatinya dan hanya bibirnya saja bergerak-gerak, tetapi suaranya tidak kedengaran, maka Eli menyangka perempuan itu mabuk." (1 Samuel 1:9-13)