Tindakan yang dilakukan terhadap bejana tanah liat

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 2 Mei 2023 03.29 oleh Leo (bicara | kontrib) (Penggantian teks - "| judul =" menjadi "| title=")
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Lompat ke: navigasi, cari
Sebab kami, yang masih hidup ini, terus-menerus diserahkan kepada maut karena Yesus, supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana ini. (2 Korintus 4:11)

Harta yang hidup di dalam kita yang akan menerima kemuliaan dan kehormatan yaitu saat kita mengandalkan Dia untuk hidup di dalam dan melalui bejana tanah liat manusia kita. “Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2 Korintus 4:7). Renungan kita sebelumnya mengingatkan kita bahwa kita harus memiliki sikap mematikan kepentingan diri kita sendiri. “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami” (2 Korintus 4:10). Sebagai tambahan, ada Tindakan yang dilakukan terhadap bejana tanah liat yang juga menggenapi rencana agung Tuhan. Tindakan ini adalah juga mengenai mematikan sesuatu supaya mendapatkan kehidupan.

Tindakan ini dilakukan kepada bejana tanah liat: “Kami, yang masih hidup ini." Kita yang sudah mendapatkan hidup yang baru di dalam Kristus adalah mereka yang “terus-menerus diserahkan kepada maut." Tuhan menaruh kita (atau mengijinkan kita) ada di dalam situasi yang melebihi dari kesanggupan kita untuk menanggungnya. Bahkan Rasul Paulus juga harus mengalami situasi ini. “Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati” (2 Korintus 1:8-9). Hal ini bukanlah kejadian yang terjadi sekali saja. Paulus mengalaminya berkali-kali. “Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut” (2 Korintus 11:24-25).

Seperti inilah hidup ini berlangsung bagi kita bejana-bejana tanah liat. Bejana tanah liat memang memiliki sifat yang lemah. Akibatnya, situasi-situasi yang Tuhan perhadapkan kepada kita adalah seperti “terus-menerus diserahkan kepada maut." Namun, tindakan terhadap kita ini dilakukan “karena Yesus." Di dalam kondisi yang terus menerus menghadapi situasi yang mustahil, Yesus mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menyatakan diri-Nya. Allah Bapa kita di Sorga menempatkan kita di dalam situasi yang tidak mungkin kita atasi dengan kekuatan kita sendiri. Kita berseru kepada Tuhan, menaruh pengharapan dan pengandalan diri kita kepada Dia. Dan karena kesetiaan-Nya, Ia akan bekerja di dalam kita. Hasilnya adalah: “Supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana ini."

Doa

Allah Bapa di Sorga, ampuni aku karena sering kali aku menolak Engkau menempatkan aku kepada maut. Aku lebih memilih dapat mengatasi situasi yang ada di hadapanku. Ingatkan aku untuk memandang situasi mustahil di hadapanku sebagai kesempatan bagi Yesus untuk menyatakan diri-Nya di dalam dan melalui hidupku. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus aku berdoa. Amin.

Sebab kami, yang masih hidup ini, terus-menerus diserahkan kepada maut karena Yesus, supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana ini. (2 Korintus 4:11) Harta yang hidup di dalam kita yang akan menerima kemuliaan dan kehormatan yaitu saat kita mengandalkan Dia untuk hidup di dalam dan melalui bejana tanah liat manusia kita. “Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2 Korintus 4:7).