Kasih karunia dan perbuatan orang percaya

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 5 Oktober 2024 14.11 oleh Leo (bicara | kontrib) (baru)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Lompat ke: navigasi, cari
Renungan Khusus 2019.jpgRenungan Khusus 2019-1x1.jpg
Renungan khusus
Tanggal06 Oktober 2024
PenulisPdt Dr Dony Lubianto, MTh
Renungan khusus lainnya

Kasih karunia atau anugerah, perbuatan orang percaya dan keselamatan bagi sebagian orang adalah entitas yang tidak dapat dihubungkan secara paralel. Kita diselamatkan karena anugerah oleh iman, tetapi kita kan tidak diselamatkan karena perbuatan-perbuatan kita (Efesus 2:8-9). Jadi bagaimana kita dapat menghubungkan ketiganya? Nyatanya, dalam konteks keselamatan, kedua entitas lainnya yakni kasih karunia dan perbuatan menimbulkan tensi (tension) dalam diri orang percaya. Jika kita condong lebih ke arah kasih karunia, maka kita terjebak dalam hyper grace, sebaliknya jika kita condong kepada perbuatan, kita akan terjebak dalam legalisme. Karenanya sangat penting bagi kita untuk memiliki pemahaman yang benar terhadap ketiga entitas ini.

John Christopher Thomas, seorang Profesor Studi Biblika Clarence J. Abbott di Pentecostal Theological Seminary, Cleveland, Tennessee, Amerika Serikat dalam tulisannya, Grace and Works – A Johannine Perspective, yang terdapat dalam buku berjudul The Truth about Grace, menolong kita untuk dapat memahami tulisan rasul Yohanes yang diinspirasi Roh Kudus (Injil Yohanes serta Surat-surat Yohanes) terkait dengan kasih karunia, perbuatan dan keselamatan.

Dalam tulisan Yohanes, kata Yunani yang diterjemahkan “kasih karunia” (charis) muncul hanya empat kali dalam Injil Yohanes dan semua kemunculan ditemukan dalam prolog kitab, yakni Yohanes 1:14, 16, 17, satu kali dalam Surat 1-3 Yohanes (2 Yohanes 3), dan dua kali dalam Wahyu (Wahyu 1:4; 22:21).

Di sisi lain, kata Yunani yang diterjemahkan “bekerja” (ergon) muncul dua puluh delapan kali dalam Injil, lima kali dalam 1-3 Yohanes, dan dua puluh satu kali dalam Wahyu. Penekanan seperti itu menunjukkan bahwa peran kasih karunia, meskipun ada dalam tulisan Yohanes, mungkin dipahami agak berbeda dibandingkan dengan beberapa ayat dalam kitab Perjanjian Baru lainnya. Karena seringnya istilah “kerja” muncul dalam tulisan Yohanes, tampaklah bahwa pemahaman Yohanes tentang kasih karunia harus dilihat dari hubungannya dengan pekerjaan/perbuatan.

Firman itu telah menjadi manusia, dan tinggal di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh anugerah dan kebenaran. (Yohanes 1:14 TB2)

Ayat ini berfokus pada penjelmaan Firman (Logos) dalam wujud manusia. Pada titik inilah kata anugerah (kasih karunia) pertama kali muncul dalam tulisan Yohanes. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa di sini terdapat interaksi yang sangat erat antara kasih karunia (anugerah) dan Firman (Logos).

Bagaimana pun kita memahami kasih karunia dalam konteks ini, jelaslah bahwa kasih karunia harus dipahami sebagai sesuatu yang dikondisikan secara kristologis, bukan sekedar dipahami sebagai “kemurahan yang tidak layak diterima.” Hal ini memungkinkan kita untuk berbicara tentang Yesus sebagai kebenaran seperti identifikasi yang Yesus buat tentang diri-Nya (Yohanes 14:6).

Dengan demikian, sebagaimana Yesus menjadi alat yang melaluinya murid-murid-Nya mengenal dan mengalami kebenaran, demikian pula Dialah yang memberikan anugerah demi anugerah kepada murid-murid-Nya.

Kemunculan “perbuatan” dalam Injil keempat memiliki makna yang luas, antara lain:

  • Mengungkapkan apakah seseorang mencintai terang (penyelamat) seperti tertulis dalam Yohanes 3:19, 20, 21.
  • Mengungkapkan hubungan seseorang, apakah dengan Tuhan atau setan (Yohanes 3:21).
  • Menyingkapkan asal usul seseorang.

Karena seseorang menunjukkan identitas orang tuanya melalui apakah perbuatannya mirip dengan perbuatan “bapaknya,” apakah itu Abraham (Yohanes 8:39) atau Iblis (Yohanes 8:41, 44).

  • Mengungkapkan apa yang menjadi kehendak Bapa yakni agar semua orang dapat diselamatkan melalui Yesus (Yohanes 4:34-38).

Pekerjaan/perbuatan yang Yesus lakukan harus memberikan kesempatan kepada individu untuk percaya karena perbuatan/pekerjaan itu sendiri bersaksi tentang Yesus (Yohanes 14:10-12).

Itu sebabnya para murid tidak hanya diajak untuk percaya kepada Yesus dan perbuatan-perbuatan-Nya, namun diajak untuk berpartisipasi di dalamnya ketika hari masih siang (Yohanes 9:4), dan para murid dijanjikan bahwa mereka akan mampu melakukan pekerjaan/perbuatan yang lebih besar daripada yang Dia lakukan (Yohanes 14:12).

Dengan memiliki pemahaman tentang kasih karunia (anugerah) dan perbuatan sebagaimana diuraikan dalam penjelasan di atas, tentunya kita tidak lagi memiliki pandangan yang sempit tentang ‘perbuatan’ dan menganggap bahwa perbuatan-perbuatan orang percaya adalah sebagai bentuk legalisme. Kita diselamatkan karena anugerah oleh iman (Paulus – Efesus 2:8-9), dan iman kita haruslah iman yang hidup, di mana iman yang hidup dinyatakan melalui perbuatan-perbuatan kita (Yakobus 2:14-26).

Lalu bagaimana hubungannya dengan keselamatan? Rasul Yohanes dalam kitab Wahyu memberikan gagasan tentang perbuatan. Dimana perbuatan itu mencakup aktivitas atau tindakan seseorang serta kualitas hubungan seseorang dengan Tuhan Yesus.

Dalam kitab Wahyu, istilah ‘perbuatan’ bukanlah sebuah kata yang harus dihindari, sebagaimana ditemukan dalam berbagai terjemahan bahasa Inggris, atau komentari-komentari kitab Wahyu. Perbuatan merupakan sebuah istilah yang harus dipahami dengan benar. Perbuatan memiliki tempat dan makna yang menonjol dalam kitab ini. Hal ini menunjukkan bahwa perbuatan tidak bisa dianggap tidak penting, melainkan memainkan peran penting dalam kehidupan dan keselamatan akhir orang percaya.

Kitab Wahyu menyajikan pemahaman yang sangat menarik mengenai hubungan antara kasih karunia dan perbuatan. Di satu sisi, peran penting perbuatan dalam teologi Wahyu mengungkapkan sifat esensialnya dalam pemahaman soteriologi. Di sisi lain, semua referensi tentang ‘perbuatan’ dirangkum oleh referensi tentang ‘kasih karunia’ yang kita temukan di awal dan akhir kitab (Wahyu 1:4; 22:21).

Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Sebab, hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia. Kepadanya dikaruniakan supaya memakai kain linen halus yang berkilau-kilauan dan putih bersih! (Wahyu 19:7-8 TB2)

‘Linen halus’ itu adalah perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus. Persiapan ini menunjukkan adanya aktivitas kerja sama, atau bahkan timbal balik, antara mempelai Anak Domba dan Tuhan. Kemunculan kata kerja “dikaruniakan” (didomi) dalam bentuk pasif (suatu bentuk yang muncul di seluruh Wahyu). Berarti Tuhan (Anak Domba) adalah Dia yang memberikan pakaian dari linen halus ini kepada mempelai Anak Domba. Tujuan pemberian ini diperjelas dengan kata kerja diberi kain linen (periballo), yang bunyi tengahnya menunjukkan bahwa dia harus mengenakan pemberian itu.

Perbuatan benar orang-orang kudus adalah perbuatan yang telah terbukti sangat penting sepanjang kitab Wahyu. Mengingatkan kita pada kegiatan kasih, kerja keras, ketekunan dengan kesabaran, memelihara iman, menaati Firman, kesaksian yang setia, pelayanan, kemurnian moral, dan kebijaksanaan.

Kain linen halus yang diberikan kepada mempelai wanita merupakan perbuatan benar dari orang-orang kudus (Wahyu 19:8) akan mencerminkan kerja sama yang penting untuk pemahaman yang tepat tentang keselamatan dalam kitab Wahyu.

Kemunculan ganda istilah perbuatan benar (dikaioma) dalam kitab ini di satu sisi menggambarkan perbuatan benar Allah yang dilakukan atas nama orang-orang kudus (Wahyu 15:4), sedangkan di sisi lain menggambarkan perbuatan benar para orang-orang kudus yang dilakukan atas nama Tuhan.

Dengan kata lain, perbuatan benar mereka konsisten dengan perbuatan benar-Nya; tindakan mereka mencerminkan Tuhan yang telah memberi mereka keselamatan. Identifikasi kain lenan halus dengan perbuatan saleh orang-orang kudus meneguhkan bagi kita bahwa mempelai Anak Domba yang dimaksudkan dalam ayat ini memang identik dengan orang-orang kudus. Perbuatan mempunyai hubungan erat dengan keselamatan. Dalam tulisan Yohanes tampaknya mustahil untuk memahami keselamatan tanpa perbuatan, karena perbuatan seseorang membuktikan apakah seseorang berjalan dalam persekutuan dengan Tuhan dan saudara seiman atau tidak. (DL)

Kasih karunia atau anugerah, perbuatan orang percaya dan keselamatan bagi sebagian orang adalah entitas yang tidak dapat dihubungkan secara paralel. Kita diselamatkan karena anugerah oleh iman, tetapi kita kan tidak diselamatkan karena perbuatan-perbuatan kita (Efesus 2:8-9). Jadi bagaimana kita dapat menghubungkan ketiganya?