Penyembahan yang sejati
Renungan khusus | |
---|---|
Tanggal | 29 Januari 2023 |
Penulis | Pdt Nathan Subroto, MDiv |
Renungan khusus lainnya | |
| |
|
Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.
Sebagaimana seorang ayah ingin dekat dengan anak-anaknya, Bapa di sorga menghendaki anak-anak-Nya hidup dekat dengan-Nya, hidup dalam persekutuan yang intim. Salah satu tanda hidup yang intim dengan Tuhan adalah hidup dalam penyembahan yang sejati yang terjadi waktu seseorang menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran. Dalam tulisan ini, kita fokus dengan kata ‘kebenaran.’ Bahasa Yunani ‘kebenaran’ dalam ayat ini menggunakan kata ἀλήθεια (alētheia) yang memiliki arti ‘truth’ dan juga ‘verity’ yang berarti kebenaran, kejujuran, ketulusan, integritas.
Pertanyaannya:
- Tanpa kecenderungan untuk menghakimi, “Apakah bukti seseorang menyembah Bapa dalam kebenaran (jujur, tulus dan berintegritas)?”
- Juga untuk memeriksa diri kita sendiri (introspeksi), apakah penyembahan kita kepada Bapa sudah dalam kebenaran (jujur, tulus dan berintegritas)?
Mengenali seorang penyembah
Ada beberapa alat ukur untuk mengenali; apakah seseeorang itu adalah seorang penyembah, baik orang lain, terutama diri kita sendiri.
- Orang akan menjadi serupa dengan apa/siapa yang dia sembah (Mazmur 135:15-18)
- Penyelewengan secara jasmani dapat ditelusuri dari penyembahan yang semu/salah (Mazmur 73:27)
- Tuhan tidak berkenan dengan penyembahan yang hanya tampak baik dari luarnya saja (Matius 15:8-9; Amos 5:21-24)
Seorang penyembah, apabila sudah berulang-ulang, berkesinambungan dan dalam kurun waktu yang lama melakukan bahkan memimpin penyembahan, pasti akan menjadi semakin serupa dengan yang disembah. Bila ia sungguh-sungguh menyembah Bapa dalam kebenaran, pelan tapi pasti ia akan memiliki sifat dan karakter Bapa. Walaupun mungkin di masa lalu, saat baru memulai menyembah ia masih jauh dari sempurna, masih banyak kekurangan dan kelemahan tapi dengan berjalannya waktu, ia akan memiliki sifat dan karakter Bapa.
Salah satu sifat dan karakter Bapa adalah kudus. Seorang penyembah yang sungguh-sungguh menyembah Bapa dalam kebenaran, akan meninggalkan sifat-sifat yang tidak bersih dan tidak suci karena ia akan mengalami keserupaan karakter dengan Bapa.
Bila seorang berdiri di atas panggung, di depan banyak orang memimpin penyembahan dalam ibadah, tetapi hidupnya tidak menjadi serupa dengan Bapa bahkan semakin serupa dengan dunia, akan menimbulkan pertanyaan, "Apakah ia selama ini menyembah Bapa dalam kebenaran?"
Bila seorang menjadi sombong, mementingkan diri sendiri; bahkan tidak hidup sama sekali dalam kekudusan, sebetulnya siapa yang ia sembah?
Ingat prinsipnya bahwa seorang penyembah akan menjadi serupa dengan yang dia sembah. Mungkin selama ini yang ia sembah adalah kenikmatan dunia, sehingga ia menjadi semakin serupa dengan apa yang dunia cari.
Atau mungkin selama ini yang ia sembah adalah kedagingannya, dirinya sendiri yang tidak kudus, sehingga ia menjadi sombong, mementingkan diri sendiri bahkan hidupnya jauh dari kekudusan. Semakin ia menyembah dunia dan dirinya sendiri, semakin jauhlah ia dari sifat dan karakter Bapa.
Penyembahan yang salah dapat ditelusuri dari gaya hidup si penyembah itu. Bila gaya hidupnya tidak benar, selama ini siapa yang ia sembah dan bila ia berkata menyembah Bapa, apakah ia sudah menyembah Bapa dalam kebenaran?
Faktanya apa yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari adalah cerminan dari arah (tujuan) serta motivasi penyembahannya. Banyak orang yang mengaku sebagai anak Bapa, tetapi belum mengalami pertobatan yang sejati. Waktu ia masih belum bertobat, ia menyembah banyak ilah-ilah lain dengan tujuan supaya mendapatkan kekayaan, popularitas dan kenikmatan dunia. Waktu ia bertobat dan mulai mengenal Bapa, namun pola pikirnya yang lama belum berubah, ia memang sudah menyembah Bapa yang benar tapi dengan cara dan motivasi yang salah. Ia menyembah Bapa supaya apa saja yang ia kehendaki dapat terwujud. Subjek dari penyembahannya bukanlah Bapa, melainkan dirinya sendiri. Bapa hanya dianggap sebagai pemuas kebutuhannya. Dalam penyembahan ia menempatkan Bapa sebagai objek yang harus menuruti kehendaknya (keinginan dagingnya). Ia tidak menganggap Bapa sebagai sentral (pusat) penyembahan. Penyembah tipe seperti ini, dalam ibadah akan terlihat sepertinya menyembah, tetapi tingkah laku hidupnya sangatlah jauh dari kebenaran dan kekudusan.
Sekali lagi; penyembahan yang sejati adalah menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran. Kebenaran memiliki arti kejujuran, ketulusan, integritas, sehingga apa yang ditampilkan di luar harus sama dengan apa yang ada di dalam hati. Sayangnya, manusia tidak dapat menilai hati, manusia memiliki kecenderungan menyukai apa yang tampak dan tidak meneliti apa yang tidak tampak. Tapi Tuhan tidak dapat dikelabui dengan apa yang tampak, Tuhan melihat sampai jauh kedalaman hati.
Karena manusia memiliki kecenderungan untuk mengagumi apa yang tampak, tidak sedikit penyembah dan pemimpin upacara keagamaan fokus untuk menampilkan apa yang akan dikagumi oleh manusia dan melupakan ketulusan hati dan integritas. Padahal Tuhan sangat peduli dengan hati, bukan dengan apa yang tampak, bukan dengan upacara-upacara keagamaan yang palsu. Adalah baik mempersiapkan untuk menampilkan yang terbaik, tapi apapun yang ditampilkan harus dibarengi dengan hati yang tulus dan benar. Apapun yang ditampilkan jangan menjadi topeng untuk menutupi kepalsuan demi kepalsuan. Tuhan Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang kelihatan bersih di luar, tapi seperti kuburan yang dicat putih di luar, tapi berisi tulang belulang dan berbagai jenis kotoran di dalamnya. (Matius 23:27)
Pemurnian
Pemurnian menjadikan penyembahan orang percaya berkenan di hadapan Tuhan (Maleakhi 3:1-4)
Bagaimana supaya penyembahan kita menjadi berkenan di hati Tuhan?
- Relakan diri kita untuk masuk ke dalam pemurnian Tuhan
- Relakan hati dan pikiran kita untuk dimurnikan oleh Tuhan
Pemurnian adalah sebuah kata yang tidak nyaman, dimurnikan adalah sebuah proses yang tidak enak. Seperti emas yang ingin memperoleh nilai yang tertinggi, pemurnian adalah sebuah hal yang tidak dapat dihindarkan bila kita mau memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Demikian juga kita, bila ingin menjadi penyembah yang sejati, kita harus mau dimurnikan. Supaya hidup kita diperkenan oleh Tuhan dan supaya penyembahan kita kembali dapat menyenangkan hati Tuhan - kita harus rela untuk selalu dimurnikan.
Supaya kita dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. (Roma 12:2)
Relakan hati kita dimurnikan oleh Tuhan, karena dari hati kitalah terpancar kehidupan (Amsal 4:23). (NS)
Sumber
- Pdt Nathan Subroto, MDiv (29 Januari 2023). "Renungan Khusus". Warta Jemaat. GBI Jalan Gatot Subroto. Diakses pada 26 Januari 2023.
Sebagaimana seorang ayah ingin dekat dengan anak-anaknya, Bapa di sorga menghendaki anak-anak-Nya hidup dekat dengan-Nya, hidup dalam persekutuan yang intim.