Penuh Roh Kudus dan sukses di marketplace

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 6 Oktober 2024 01.10 oleh Leo (bicara | kontrib) (Penggantian teks - "Rudi Julianto Limuria" menjadi "Rudi Limuria")
Lompat ke: navigasi, cari
Renungan Khusus 2019.jpgRenungan Khusus 2019-1x1.jpg
Renungan khusus
Tanggal26 Juni 2022
Penulis‑1Pdp Rudi Limuria, MA, CFP
Penulis‑2Pdm Dr Dony Lubianto, MA
Renungan khusus lainnya

Tidak sedikit orang-orang Pentakosta yang bertanya-tanya, “Mengapa di era sekarang ini lebih banyak orang-orang non-pentakostal, agnostic, atau bahkan atheist yang menjadi terkenal serta menghasilkan penemuan-penemuan dahsyat, paling kreatif, paling cerdas yang menjadi pemenuhan kebutuhan umat manusia?

Contohnya:

  • Bill Gates dengan Microsoft nya,
  • Elon Musk dengan Tesla dan space-X nya,
  • Jack Ma dengan Alibaba nya,
  • Warren Buffett dengan kekayaan portfolio investasinya.

Mereka menjadi terkenal karena terobosan dan penemuan-penemuan yang paling kreatif, paling cerdas yang menjadi jawaban atas pemenuhan kebutuhan umat manusia saat ini serta menjadi icon dan market leader.

Mereka bukanlah orang Kristen yang dipenuhi Roh Kudus. Bukankah kita yang dipenuhi oleh Roh Kudus ‘seharusnya’ lebih berprestasi, lebih kreatif, lebih inovatif dibandingkan dengan mereka semua? Sebab Roh Kudus bukan hanya berdiam tetapi juga memenuhi orang-orang percaya. Roh kudus adalah Roh Tuhan sendiri yang bisa mengajar, memberi hikmat kepandaian, memberi kuasa, bahkan membangkitkan orang mati.

Tuntunan Tuhan dalam penemuan-penemuan

Jika kita kilas balik ke beberapa abad yang lalu, kita akan mendapati bagaimana pada abad ke- 16, ke-17 dan ke-18 banyak penemuan-penemuan besar yang mengubahkan dunia dan membuat landmark dalam kehidupan umat manusia, baik dalam dunia ilmu pengetahuan (science) atau seni (art) oleh orang-orang Kristen, antara lain:

  • Blaise Pascal (matematika),
  • Newton (hukum gravitasi),
  • J. S. Bach (musik),
  • C. S. Lewis (literatur).

Namun sayang, sekarang ini tidak banyak terdengar anak-anak Tuhan; khususnya orang Pentakosta, yang memiliki kapasitas seperti itu.

Makmur namun bukan sukses

Sebelum kita melangkah lebih jauh, tentunya kita harus menentukan definisi yang tepat dan biblikal terkait dengan “sukses” terlebih dahulu. Bagi orang percaya, kesuksesan tidak dapat diukur dengan harta, uang, atau ketenaran. Seorang bisa saja memiliki banyak uang, bahkan menguasai sekian puluh persen dari jumlah uang dan kekayaan yang beredar di dunia (bilyuner), namun hal tersebut tidak menjamin hidupnya bahagia.

Jika kita merenungkan kembali tokoh-tokoh yang menjadi icon dan market leader tersebut di atas, kita akan menemukan fakta kehidupan bagaimana:

  • Bill Gates pada akhirnya mengakhiri pernikahannya yang sudah dibangun selama 27 tahun dengan perceraian.
  • Jack Ma dengan kekayaan bersihnya sebesar US$ 52, 1 miliar, tampil dalam sebuah acara televisi di Tiongkok menyatakan kepada pembawa acara bahwa hari-hari terbahagia dalam hidupnya adalah saat ia bekerja sebagai seorang guru dengan penghasilan kurang dari US$ 15 per-bulan.
  • Elon Musk, yang baru-baru ini kembali menjadi bahan pembicaraan setelah membeli salah satu flatform media sosial Twitter senilai US$ 44 miliar atau berkisar 634 Triliun rupiah, berharap dia bisa tidur dan bebas dari gangguan insomnia sementara dia harus bekerja 120 jam per-minggu, dua sampai tiga kali lipat jam kerja normal rata-rata pekerja yang umumnya hanya 40-60 jam per-minggu.

Meskipun mereka sukses dan berdampak bagi dunia, namun hidupnya miserable, jika tidak didasarkan oleh kebenaran firman, sebagaimana Alkitab nyatakan:

“Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Markus 8:36-37)

Sukses sejati

Tujuan hidup mereka belum tentu untuk memuliakan Tuhan, melainkan lebih ke arah self-actualization. Definisi keberhasilan harus mempunyai arti yang luas. Tuhan memang berjanji kepada umat-Nya bahwa Dia akan membuat mereka terkenal, tetapi tentunya dengan satu maksud, yakni menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain (Kejadian 12:2). Tentunya kesuksesan bukan hanya tentang berapa banyak materi yang berhasil dikumpulkan, serta seberapa besar penghormatan yang diterima dari manusia, melainkan nilai yang hakiki dan kekal yaitu damai sejahtera dan sukacita oleh karena Roh Kudus.

Bunda Maria Teresa Bojaxhiu atau lebih dikenal sebagai Bunda Teresa (nama lahir Anjezë Gonxhe Bojaxhiu), adalah seorang biarawati Katolik dan misionaris India berdarah Albania. Ia mendirikan Misionaris Cinta Kasih (Missionaries of Charity; M. C.) di Kolkata, India, pada tahun 1950. Selama lebih dari 47 tahun, dia melayani orang miskin, sakit, yatim piatu dan sekarat. Sebelum meninggal dunia, dia telah menjalankan 610 misi di 123 negara, termasuk penampungan dan rumah bagi penderita HIV/AIDS, lepra, dan TBC, program konseling untuk anak dan keluarga, panti asuhan, dan sekolah.

Pemerintah, organisasi sosial, dan tokoh terkemuka telah terinspirasi dari karyanya. Bunda Teresa adalah seorang yang sukses dan mempunyai dampak, sekalipun dia tidak memiliki harta apapun. Jadi ukuran kesuksesan dalam Tuhan adalah apakah kita telah menggunakan karunia dan bakat yang kita peroleh dari Tuhan dengan maksimal dan untuk kepentingan kerajaan Allah.

Berbicara tentang memaksimalkan karunia, bakat dan talenta tentunya tidak dipungkiri tidak sedikit anak-anak Tuhan yang tidak memiliki daya saing dalam marketplace karena mereka kurang maksimal dalam menggunakan karunia yang dimilikinya dalam bekerja. Etos mereka cukup puas dengan keadaan yang biasa-biasa saja, kurang kreatif, dan tidak mau bekerja keras. Tidak tertutup kemungkinan juga, banyak anak-anak Tuhan yang belum menemukan bidang atau profesi yang tepat, yang Tuhan inginkan untuk mereka geluti.

Tantangan bagi insan Pentakosta

Ada 4 (empat) kemungkinan yang dapat menjadi penyebab mengapa orang Kristen khususnya insan Pentakosta belum mencapai kesuksesan dalam setiap aspek kehidupan, sementara dia sendiri telah dipenuhi oleh Roh Kudus dan seharusnya hidup dipimpin oleh Roh Kudus.

  1. Anggapan sempit bahwa Roh Kudus hanya mengurus hal-hal rohani
  2. Banyak orang beranggapan bahwa Roh Kudus hanya sekedar bekerja dalam ranah membangun hubungan rohani yang intim antara orang percaya dengan Tuhan atau membangun Tubuh Kristus di dalam gereja dan tidak terlibat dalam aktivitas pekerjaan atau profesi kita.

    Hal ini tentunya tidak sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Firman Allah.

    Contohnya dalam Keluaran 35:30-35; 39:42-43 di mana Roh Allah telah memenuhi Bezaleel dan Aholiab dengan keahlian dan hikmat untuk suatu pekerjaan khusus. Roh Kudus juga bisa memampukan kita dengan hikmat dan keahlian khusus.

  3. Mentalitas kemalasan
  4. Insan Pentakosta sendiri tentunya tidak terlepas dari hambatan internal yang umumnya dimiliki oleh manusia, yaitu kemalasan dan kurang gigih dalam upaya pencapaian visi Allah dalam hidupnya. Ada sementara orang yang hanya bergantung pada doa, tapi malas bekerja (Amsal 19:15; 2 Tesalonika 3:10-12).

    Tuhan mengingatkan agar jangan terjebak dalam kemalasan. (Amsal 6:6, 9; 10:26; 13:4; 15:19; 19:24; 20:4; 21:25; 22:13; 24:30; 26:13-16).

  5. Persepsi bahwa marketplace itu duniawi
  6. Tidak sedikit kalangan yang masih memiliki pandangan bahwa semua yang baik hanyalah yang bersifat rohani semata, yang dilaksanakan oleh dalam dan melalui gereja. Di luar ranah gereja adalah hal yang duniawi. Sehingga orang-orang Kristen yang mendapat pemberdayaan dan pewahyuan khusus dari Roh Kudus untuk menjadi dampak di marketplace seperti ini, tidak mendapat dukungan, bahkan mungkin tidak terdeteksi oleh gereja.

    Meskipun mereka diurapi Roh Kudus, memiliki dampak besar serta memiliki prestasi, tidak dapat kesempatan untuk memberikan kesaksian yang mampu mendorong anggota jemaat yang lain, yang bergerak dalam marketplace.

  7. Pemahaman yang keliru tentang kedatangan Tuhan
  8. Memiliki pemahaman eskatologis yang overdosis, sehingga menanti kedatangan Tuhan Yesus kedua kali dengan pemahaman yang keliru, menanti secara pasif dengan meninggalkan hal-hal yang tidak berkaitan dengan rohani, sehingga mereka kehilangan daya saing. Mereka lupa ada Amanat Agung yang harus diselesaikan serta mandat budaya yang harus dikerjakan. Ini menjadi salah satu kemungkinan yang melatarbelakangi teguran rasul Paulus kepada sekelompok jemaat di Tesalonika sebagaimana dinyatakan oleh beberapa penafsir Alkitab (2 Tesalonika 3:6-7).

Roh Kudus terus bekerja dalam kehidupan anak-anak-Nya, agar menghasilkan karya-karya terbaik dan signifikan yang akan membantu kehidupan banyak orang. Orang percaya perlu dipenuhi Roh Kudus agar dapat mengeluarkan potensi terbaik dalam hidupnya dan menghasilkan karya yang besar agar nama Bapa dipermuliakan.

Mari kita memiliki paradigma yang baru terkait dengan kesuksesan dalam hidup, etos kerja dan pemahaman yang benar mengenai panggilan khusus berdasarkan karunia dan talenta yang Tuhan berikan kepada kita sehingga berdampak besar di marketplace, dengan terus dipenuhi oleh Roh Kudus, berlari pada tujuan, panggilan sorgawi: masuk sorga dengan menerima mahkota sorgawi. (RL & DL)