KOM/KOM 300/310.1: Perbedaan antara revisi
k (upd pagename) |
k (upd edition) |
||
Baris 7: | Baris 7: | ||
| edition= 1 (ebook) | | edition= 1 (ebook) | ||
| year= 2020 | | year= 2020 | ||
| month= | | month= 10 | ||
}} | }} | ||
{{blockquote | {{blockquote |
Revisi terkini sejak 29 September 2024 01.29
Orang yang bijak menyembunyikan pengetahuannya, tetapi hati orang bebal menyeru-nyerukan kebodohan.
Tujuan
Memberikan pengertian tentang bagaimana memiliki pola hidup dan pola pikir yang arif dan bijaksana sehingga berkenan kepada Tuhan dan disukai semua orang.
Setiap orang Kristen, apapun jenis kepribadian mereka, harus membangun suatu kepribadian yang disebut ‘orang bijak’. Menilai semua kejadian yang terjadi atas dirinya dengan menggunakan standar Ilahi, yaitu kebenaran firman Allah.
Hal ini tidak terjadi dengan sendirinya, diperlukan suatu disiplin kebiasaan-kebiasaan baik yang harus dibangun.
Berbagai aspek disiplin rohani
- Esensi dari disiplin rohani
- Batas-batas disiplin rohani
- 1 Tim 4:7-8 Latihan disiplin rohani
Disiplin rohani bukan untuk keselamatan, tetapi untuk pengudusan. Itu bukan untuk memperoleh posisi kita di hadapan Tuhan, tetapi untuk perkenanan Tuhan atas kita.
Batas-batas dari disiplin itu bukan untuk menghasilkan orang Kristen yang tabah, legalistik, dan ber “wajah pepaya” yang keluar untuk membasmi keceriaan dari muka bumi ini. Seseorang yang terlatih dalam disiplin rohani akan dilengkapi dengan karakter dari sebuah kehidupan yang dimerdekakan serta diisi dengan hadirat Tuhan yang mengalir dari kedalaman hati.
Ibadah yang dimaksud di sini adalah ‘godliness’ yang berarti hidup yang saleh. Latihan yang kita jalani adalah disiplin rohani. Semakin banyak kita melatih disiplin-disiplin ini, kita semakin berubah ke arah keilahian.
Disiplin dalam keheningan dan kesendirian
- Yak 1:19, 26; Pkh 3:7 Perpaduan dari keheningan dan kesendirian
- Tujuan dari keheningan dan kesendirian
- Hasil dari keheningan dan kesendirian
- Membuat kita lebih bebas untuk mendengarkan Tuhan dan menikmati dia
- Membebaskan kita dari keterikatan kepada orang lain
- Membuat kita lebih bebas untuk memikirkan masalah-masalah secara lebih mendalam
- Membebaskan kita dari aktivitas yang simpang siur
- Mzm 34:11-13; Ams 13:3 Membebaskan kita dari mengeluarkan kata-kata yang tidak membawa berkat
- Ul 23:21; Hak 11:29-40 Respons yang tergesa-gesa
- Ams 12:18 Kata-kata yang gegabah
- Ams 26:20 Menyebarkan kabar angin/gosip
- Mempraktikkan keheningan dan kesunyian
- Ciptakan ‘tempat yang aman’
- Lakukan secara rutin
- Catat hasil perenungan
Tanpa kesendirian tidak akan terjadi keheningan, demikian pula sebaliknya. Orang yang tidak dapat mengendalikan lidahnya tidak akan dapat menguasai disiplin berdiam diri dan kesendirian.
Esensi utama dari pelatihan disiplin ini adalah mengubah sebatang kara menjadi kesendirian. Kesendirian tidak sama dengan kesepian.
Hasil akhir dari mempraktikkan berdiam diri dan kesendirian adalah kemerdekaan yang sejati. Kita menemukan kebebasan untuk berada sendirian, namun tidak merasa kesepian.
Kita belajar untuk mendengarkan dengan penuh perhatian kepada perkataan Tuhan di dalam keheningan-Nya yang indah, penuh kasih dan mencakup segalanya.
Kita mampu berpegang kepada apa yang Tuhan katakan lebih daripada apa yang diharapkan oleh manusia.
Keheningan dan kesendirian membebaskan kita dari kebutuhan akan persetujuan dan tepuk tangan orang lain.
Mempraktikkan kesunyian dan kesendirian memampukan kita untuk mengembangkan kehidupan yang penuh dengan pemikiran.
Hindari kesibukan-kesibukan kita dan temukan sebuah tempat yang hening dan tersendiri di hadapan hadirat Tuhan untuk melakukan satu refleksi dan kontemplasi.
Itu membawa kita dari hal-hal yang lahiriah dan dangkal kepada kenyataan dan kedalaman dari kehidupan rohani kita.
Disiplin dalam keheningan dan kesendirian membuat kita lebih peka terhadap hadirat Tuhan. Kita berjalan dalam rasa takut akan Tuhan.
Ketika lidah kita berada di bawah disiplin dalam hal keheningan dan kesendirian, kita tidak akan tergesa-gesa dalam mengeluarkan perkataan-perkataan seperti:
Menciptakan “tempat aman dan nyaman” untuk perhentian batiniah kita dan menggunakan momen-momen itu untuk memusatkan diri pada hadirat Tuhan.
Dengan menetapkan waktu dan tempat khusus untuk kegiatan tersebut akan membantu mengembangkan disiplin keheningan dan kesunyian ini.
Merekam percakapan kita dengan Tuhan dengan cara membuat jurnal. Kita mencatat bisikan kasih-Nya kepada kita.
Disiplin kesederhanaan
- Mat 6:25-33 Roh kesederhanaan
- Area-area kesederhanaan
- Sederhana dalam iman
- Pkh 5:1-5 Sederhana dalam berbicara
- Mat 6:24 Sederhana dalam gaya hidup
- Hidup di atas standar
- Hidup setara standar
- Hidup di dalam standar
- Hidup di bawah standar
- Kunci untuk menyederhanakan gaya hidup
- Membeli karena kegunaannya
- Mengembangkan kebiasaan memberi
- Waspada terhadap iklan modern
- Berhenti menuruti kata hati dalam membeli
- Yes 58:6-7 Mengendalikan nafsu makan
- Menikmati banyak hal tanpa harus memilikinya
- Menikmati alam dan melihat Tuhan di dalamnya
- Mengembangkan rencana keuangan yang alkitabiah
Disiplin kesederhanaan adalah realitas batiniah yang dimanifestasikan di dalam gaya hidup. Keduanya sama pentingnya, yang satu tidak bisa terjadi tanpa yang lain.
Ini adalah titik di mana orang Kristen modern yang berpikir terlalu rumit dan kadang-kadang kacau, untuk kembali kepada iman seperti anak-anak.
Kita sederhana dalam berbicara ketika “kita mengatakan apa yang kita maksudkan dan memaknai apa yang kita katakan.”
Sebelum dapat menyederhanakan gaya hidup, pertama-tama kita harus menyatakan ‘perang’ terhadap materialism (ketamakan akan hal-hal kebendaan).
Membelanjakan uang karena fungsi; bukan karena gengsi.
Belajar untuk tidak menimbun barang-barang.
Iklan-iklan masa kini bukan lagi memberi informasi, tetapi menciptakan kebutuhan.
Ini terutama bagi kaum wanita yang kadang-kadang lebih emosional dalam berbelanja.
“Kita menggali kuburan kita dengan sendok dan garpu kita sendiri.”
Dengan cara ini, kita dapat bergembira dengan orang lain ketika mereka diberkati, tanpa merasa bahwa Tuhan harus memberi kita berkat yang sama.
Tidak semua hal yang menyenangkan harus berupa barang elektronik. Banyak keindahan alam semesta ini yang sama menyenangkannya.
Ada dua jalan untuk mendapatkan kecukupan.
Yang satu adalah dengan mengumpulkan semakin banyak.
Yang lain adalah dengan menginginkan sedikit dan semakin sedikit lagi.
Disiplin penundukan diri
Mat 5:4 Mempertahankan ‘kebenaran’ sendiri adalah salah satu ‘penyakit’ yang paling lazim di kalangan para pria.
- Sikap penundukan diri
- Area-area penundukan diri
- Flp 2:9-11 Pencipta
- 1 Kor 11:3 Keluarga
- 1 Pet 2:13-14; Ef 6:8 Masyarakat
- Ef 6:5-6 Sebagai pekerja Melayani dengan sepenuh hati dan dengan ketaatan yang tulus.
- Ef 6:9 Sebagai pemberi kerja Memperhatikan kepentingan para pekerjanya.
- Ibr 13:17 Gereja
- Ketaatan adalah tindakan kita terhadap otoritas.
- Penundukan diri adalah sikap kita terhadap otoritas.
- Yak 1:27 Orang miskin dan lemah
- Kel 16:8 Ketiadaan penundukan diri
- Penyalahgunaan penundukan diri
- Membangun kekuasaan
- Keasyikan akan pencapaian
- Aturan yang penuh dengan larangan
Hati kita akan mengalami kebebasan bila mampu menyerahkan hak kita demi hak-hak orang lain.
Kita belajar merendahkan diri; tubuh, jiwa dan roh kepada Tuhan.
Sebagaimana Gereja mempunyai Penatua, Diaken dan Jemaat; demikian pula keluarga mempunyai Bapa (penatua), Bunda (diaken) dan Anak-anak (jemaat).
Orang-orang yang kelaparan, mengalami ketidakadilan, tekanan, anak-anak yang dieksploitasi dan lain-lain.
Hal ini mempengaruhi kita sebab Tuhan memperhatikan mereka.
Tuhan memposisikan diri-Nya di dalam otoritas yang Dia tetapkan. Maka ketika kita memberontak terhadap otoritas di atas kita, itu berarti memberontak terhadap Tuhan.
Tema utamanya adalah Pengurapan, sehingga: “Jangan mengusik orang yang diurapi.”
Tema utamanya adalah Pencapaian, sehingga yang tidak berprestasi akan merasa berdosa.
Tema utamanya adalah Kendali, sehingga setiap orang harus ekstra berhati-hati agar tidak ‘di luar kendali'.
Disiplin kepelayanan
- Sikap
- Kerendahan hati
- Ibr 3:5; 1 Kor 4:1-2 Berbakti
- Kesetiaan
- Perilaku
- Menikmati dalam melayani hal-hal yang kecil
- Menempatkan manusia di atas pekerjaan/pelayanan
- Rela berkorban dalam pelayanan
- Bersedia dilayani
- Kontradiksi
- Ingin dikagumi oleh orang lain
- Mengandalkan usaha manusia dan memuliakan diri
Dalam proses menjadi seorang pelayan, kita akan belajar kebaikan dari kerendahan hati. Dan itu akan membebaskan kita dari obsesi modern tentang kekuasaan, keunggulan dan ketenaran.
Pelayan berhati hamba tidak punya obsesi untuk membuktikan sesuatu dan juga merasa tidak punya apa-apa sehingga tidak takut kehilangan.
Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ‘ternyata dapat dipercayai’.
Terlalu banyak dari antara kita yang tidak cukup berbesar hati untuk dipakai Tuhan dalam perkara yang cukup kecil.
Pelayan yang sejati selalu peka dan menaruh kepentingan orang-orang di atas keinginan mereka sendiri.
Kita melakukannya walaupun hal itu tidak menyenangkan bagi diri kita sendiri.
Mengijinkan orang lain untuk melayani kita adalah suatu tindakan yang mencerminkan kerendahan hati.
Di lain pihak pelayanan yang berpusat kepada diri sendiri akan terperangkap di dalam ekses-ekses:
Hanya mau melayani jika dalam skala besar dan hasilnya mengesankan.
Cenderung berfokus pada kemampuan diri sendiri dan bukan pada kemampuan Tuhan.
Diskusi
Bagian mana dalam uraian di atas, yang merupakan kesulitan terbesar bagi kita di dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Aplikasi
Melalui pelajaran ini, keputusan-keputusan apa saja yang perlu kita ambil, sebagai langkah konkrit agar hidup kita berubah.
"Spiritual people are not those who engage in certain spiritual practices; they are those who draw their life from a conversational relationship with God."
— Dallas Wilard
Spiritual maturity isn't measured by how high you jump in praise, but how straight you walk in obedience.
Sumber
- Abraham Lalamentik dan Tim (Oktober 2020). "310.1 Kedalaman rohani melalui disiplin". The Soldier (edisi ke-1 (ebook), Oktober 2020). Jakarta: GBI Jalan Gatot Subroto. ISBN 978-979-3571-20-1.