Article: 20230122/RK: Perbedaan antara revisi

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
(baru)
 
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 26: Baris 26:


| longsummary= <!-- 4-5 kalimat -->
| longsummary= <!-- 4-5 kalimat -->
| summary= <!-- 2-3 kalimat -->
| summary= <!-- 2-3 kalimat --> '''''Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.''''' ({{sabdaweb2v|Lukas 6:36}})
| shortsummary= <!-- 1 sentence -->
| shortsummary= <!-- 1 sentence --> '''''Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.''''' ({{sabdaweb2v|Lukas 6:36}})


| intro = <!-- 2-3 paragraf awal -->  
| intro = <!-- 2-3 paragraf awal -->  

Revisi per 20 Januari 2023 07.17

Renungan Khusus 2019.jpgRenungan Khusus 2019-1x1.jpg
Renungan khusus
Tanggal22 Januari 2023
PenulisPdt Ir Audy Rochadi Gunardi
Renungan khusus lainnya

Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.

Lukas 6:36

Murah hati (Yun: oiktirmon) adalah salah satu sifat Allah yang dinyatakan kepada kita umat-Nya. Kemurahan hati Allah nampak dalam hal menyatakan pengampunan (Roma 2:4-5), pemilihan (Roma 9) serta pemberian (Matius 20:8-16).

Ayat yang menjadi nats pembacaan kita, Lukas 6:36, tentunya tidak dapat dilepaskan dari konteks ayat 30 yang mengatakan:

Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu.

Artinya, sikap murah hati kita harus juga dinyatakan dalam hal pemberian kita, bahwa kita harus bermurah hati dalam memberi kepada mereka yang membutuhkan (ayat 30). Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu, kepada setiap orang yang kekurangan dan membutuhkan apa yang kamu miliki dengan berlebih.

Berilah kepada mereka yang tidak mampu mencukupi diri sendiri dan tidak mempunyai sanak keluarga yang dapat menolong mereka. Kristus ingin agar murid-murid-Nya siap memberi dan berbagi.

Memberi dalam kemurahan hati bukan hanya diwujudkan dalam pemberian yang bersifat horizontal, pemberian diantara sesama manusia, namun juga pemberian secara vertikal, yakni persembahan kita kepada Tuhan. Secara literal tentu kita tidak bisa memberikannya secara langsung kepada Tuhan; melainkan melalui gereja yang merupakan institusi yang sah dan valid untuk mengelola segala bentuk persembahan tersebut, guna perluasan pekerjaan Tuhan dan kerajaan-Nya di muka bumi.

Memberi dalam kemurahan hati adalah pemberian di mana tolok ukurnya bukan lagi perhitungan logis (cukup atau tidak cukup, seberapa besar pengeluaran dan seberapa besar yang dapat dipersembahkan), bukan seberapa besar kekayaan materi kita, melainkan kekayaan kemurahan hati kita. Terkait dengan hal ini, rasul Paulus memuji jemaat Makedonia,

Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia. Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan.
Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka. Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus. Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan ... (2 Korintus 8:1-5)

Belajar dari teladan jemaat di Makedonia sebagaimana disaksikan Paulus, secara faktual situasi dan kondisi sebenarnya tidak mendukung dan memberikan motivasi jemaat Makedonia untuk memberi bahkan orang lain dapat memaklumi jika mereka tidak memberi karena penderitaan dan kemiskinan yang dialami. Yang mendorong mereka untuk memberi bahkan melampaui kemampuan mereka adalah kekayaan dalam kemurahan hati. Pemberian yang melampaui logika, melampaui hitung-hitungan ekonomi manusia hanya dapat dilakukan karena kemurahan hati.

Kemurahan hati dimiliki jemaat Makedonia, karena mereka telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kita menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kita menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya. Dan untuk membuat semua itu terealisasi, Tuhan Yesus rela mati untuk kita, karena Dia mengasihi kita. Alkitab berkata,

Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, … (Yohanes 15:13-14a)

Adakah pemberian lain yang lebih murah hati dibandingkan dengan menyerahkan nyawa bagi orang lain? Memberi dalam kemurahan hati datang karena kasih. Karena Tuhan Yesus lebih dahulu mengasihi kita, dan kita mengasihi Dia, inilah yang mendorong kita untuk memberi dalam kemurahan hati.

Jemaat Korintus tentu juga telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus seperti halnya jemaat Makedonia. Itu sebabnya Paulus mengingatkan dan mendorong bukan dengan paksaan agar jemaat di Korintus merealisasikan persembahan mereka dengan kerelaan hati.

Orang yang suka perhitungan akan sulit memahami konsep kemurahan hati. Hal ini dapat kita lihat dalam Matius 20:8-16. Si pemilik kebun anggur membagikan upah yang sama, masing-masing 1 (satu) dinar kepada para pekerja yang bekerja di kebun anggurnya mulai dari yang masuk terakhir hingga masuk terdahulu. Mereka yang masuk bekerja terdahulu protes dan merasa diperlakukan tidak adil, sekalipun pemilik kebun anggur sudah memberikan upah sesuai dengan kesepakatan. Mengapa mereka protes? Karena iri hati! Mereka yang tidak memiliki kemurahan hati akan cenderung menjadi iri hati.

Bagaimana dengan kita? Bukankah sama seperti jemaat Makedonia dan jemaat Korintus, kita juga telah mengenal kasih karunia Tuhan Yesus? Adakah pengenalan akan kasih karunia tersebut membuat kita menjadi kaya dalam kemurahan hati sehingga kita dapat memberi melampaui kemampuan; bahkan pemberian yang melampaui perhitungan secara logika?

Prinsip memberi dalam kemurahan hati seharusnya diterapkan dalam keseharian hidup suami istri, dalam berumah tangga. Memberi dalam kemurahan hati dilandasi karena suami dan istri saling mengasihi, karena kasih Kristus telah mengikat mereka.

Paulus dengan inspirasi Roh Kudus dalam Efesus 5:25 menyatakan,

Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.

Dalam ayat ini sangat jelas bagaimana seharusnya suami rela menyerahkan dirinya bagi istrinya seperti Kristus menyerahkan diri-Nya bagi jemaat. Kalau dirinya sendiri saja rela diserahkan bagi istrinya, bukankah materi, harta dan lain-lain sebenarnya menjadi hal-hal yang terlalu kecil untuk diberikan?

Selain mempraktikkan dalam hidup sehari-hari antara suami-istri, praktik memberikan persembahan sulung setiap tahun yang dilakukan oleh jemaat GBI Jl. Jend. Gatot Subroto bukan terjadi karena paksaan, tetapi menurut kerelaan hati dan kekayaan kemurahan hati dari jemaat, juga adalah contoh yang konkrit serta tolok ukur yang valid untuk menguji apakah kita memberi dalam kemurahan hati.

Secara logika, rasanya mana mungkin kita mempersembahkan seluruh penghasilan kita? Nanti untuk biaya hidup sehari-hari bagaimana? Jika ada hal yang terjadi mendesak dan mendadak bagaimana? Inilah yang menjadi penyebab kekuatiran serta keraguan tidak sedikit orang dalam memberikan persembahan sulung. Tapi kekayaan dalam kemurahan hati pasti memampukan kita memberi melampaui perhitungan logika kita.

Where there is a will, there is a way. Di mana ada keinginan, disitu pasti ada jalan. Bertahun-tahun praktik mempersembahkan persembahan sulung kita laksanakan, sudah banyak mereka yang membuktikan pemeliharaan dan penyertaan Tuhan. Jika kita masih berkutat dengan keraguan, perhitungan kurang atau cukup, jika tidak ada keinginan untuk mempraktekkan sampai kapan pun kita tidak akan menemukan jalan untuk melakukannya. Tapi jika kita memiliki keinginan dan kerinduan untuk memberikan persembahan sulung, Tuhan pasti memberikan hikmat dan jalan untuk melakukannya, sebagaimana perintah yang mendahului Amsal 3:9-10, ayat 5 menyatakan:

Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.

Yang tidak kalah menariknya adalah ada orang yang disibukkan dengan perhitungan-perhitungan seberapa besar jumlah yang harus dipersembahkan jika bermaksud memberikan persembahan sulung? Kemudian seakan menjadikan pemimpin rohani atau bagian pengajaran di gereja sebagai bagian fatwa perhitungan besaran jumlah nominal persembahan sulungnya. Tentu tidak ada salahnya untuk bertanya, sebab setiap pemimpin rohani memang Tuhan tempatkan untuk menuntun dan menggembalakan kita menuju kedewasaan rohani. Namun yang dimaksudkan di sini, biarlah pemberian kita bukan berdasarkan paksaan, melainkan kerelaan hati, kemurahan hati, dan karena kita telah mengenal kasih karunia Tuhan Yesus bagi kita.

Dengan demikian kita mampu melakukannya dengan sukacita tanpa dipusingkan dengan perhitungan yang terlalu mendetail. Prinsipnya sangat sederhana, secara umum persembahan sulung adalah seluruh upah/gaji/penghasilan yang kita terima di bulan Januari dan kita persembahkan di bulan Februari. Persembahan sulung adalah berkat yang kita terima dari Tuhan dan kita kembalikan kepada Tuhan.

Tidak sedikit yang bertanya, “Apa dampak setelah memberikan persembahan sulung?” Kita percaya Tuhan memperhitungkan mereka yang taat melakukan firman-Nya. Apa yang Tuhan kerjakan bagi masing-masing orang tentu berbeda, tapi satu hal yang pasti, memberikan persembahan sulung menjadikan kita pribadi-pribadi yang semakin diperkaya dalam kemurahan hati seperti jemaat Makedonia. Selamat memberi dalam kemurahan hati! Tuhan Yesus memberkati. (AR)

Sumber