Article: 20101122/RK: Perbedaan antara revisi

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
Leo (bicara | kontrib)
k Leo memindahkan halaman Renungan khusus/2010-47 ke Article:20101122/RK
Leo (bicara | kontrib)
k upd
Baris 1: Baris 1:
{{unified info | templatetype=renungankhusus
{{unified info | templatetype=renungankhusus
| namespace= Article
| pagename=  20101122/RK
| judul        = Menjadi Saksi Kristus dimulai dari keluarga
| judul        = Menjadi Saksi Kristus dimulai dari keluarga
| tahun        = 2010
| tahun        = 2010

Revisi per 11 Februari 2021 13.26

RK.jpgRK.jpg
Renungan khusus
Tanggal23 November 2010
Renungan khusus lainnya

Pesan Tuhan yang amat sangat, sangat, sangat kuat hari-hari terakhir ini ialah: ”Tuhan Yesus akan datang segera”. Karena itu kita harus jadi saksi Kristus. Tanda-tanda kedatangan Tuhan Yesus kedua kali dalam Matius 24, hampir semuanya telah digenapi, melalui kejadian dan peristiwa yang terjadi di dunia pada hari-hari terakhir ini. Bencana alam silih berganti terjadi, baik di Indonesia juga di belahan bumi lain. Tingkat kejahatan juga meningkat baik segi kwalitas dan kuantitasnya.

Menjadi saksi di pengadilan ialah seseorang yang telah mengalami satu kejadian atau perkara, kemudian menceriterakan di depan hakim, apa yang dilihat dan apa yang diketahuinya, tanpa menambah dan menguranginya. Demikian juga menjadi saksi Kristus berarti mengalami sesuatu dengan Tuhan seperti keselamatan, pertolongan, anugerah, perlindungan, penyertaan, mujizat dari Tuhan. Tetapi juga mengalami proses yang Tuhan ijinkan. Ketika hal-hal tersebut disaksikan, maka dapat menjadi berkat bagi banyak orang.

Menjadi saksi Kristus harus diawali dari keluarga. Kepribadian dan karakter seseorang tidak dapat dilepaskan dari pendidikan keluarga yang diterima. Keluarga adalah tempat yang Tuhan siapkan untuk menabur dan menanamkan nilai-nilai kehidupan (Ulangan 6:6-7). Keluarga adalah sekolah kehidupan yang pertama dan yang terutama. Karena itu Suami-Isteri, Ayah dan Ibu sebagai inti keluarga sangatlah berperan dalam menanamkan nilai-nilai kepada anak-anak mereka.

Ayah dan Ibu, harus menjadi kesaksian yang hidup melalui tutur katanya yang sama dengan pola kehidupannya. Seorang anak akan mengalami kesulitan jika melihat kedua orang tuanya mengajarkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dilakukannya. Tetapi orang tua yang memiliki integritas yang tinggi, akan jauh lebih mudah mentransfer nilai-nilai kebenaran kepada anaknya. Seorang anak juga harus mengawali kesaksian hidup yang baik dari dalam keluarganya. Melalui ketaatannya dan hormat terhadap orang tua.

Ketika saya masih kecil, kedua orang tua saya selalu mengajarkan untuk rajin berdoa dan membaca Alkitab. Saat saya melihat kedua orang tua saya juga rajin berdoa dan membaca Firman Tuhan, maka dengan mudah saya mengikuti teladan mereka. Karena tindakan lebih kuat pengaruhnya dari pada hanya sekedar kata-kata.

Pada umumnya ada empat kelompok orang tua di dunia ini.

  • Pertama: Kelompok yang mampu memberikan keuangan yang cukup, tetapi tidak mampu memberikan waktunya terhadap anak-anaknya.
Kelompok ini kaya secara ekonomi, tetapi mereka dipenuhi dengan berbagai kesibukan dan mereka menyerahkan anak-anaknya untuk dibesarkan oleh orang-orang bayaran seperti pengasuh, pembantu, sopir, tukang kebun, jurumasak, dan sebagainya. Mereka memiliki persepsi dasar bahwa membesarkan anak berarti sekedar ”membayar”. Makin banyak yang mereka bayar, mereka merasa makin tuntas memainkan perannya sebagai orang tua. Boleh jadi mereka dibesarkan dengan cara yang seperti itu juga, sehingga mereka mengikuti pola yang mereka alami. Orang tua dalam kelompok ini menempatkan anak-anak mereka di dompet mereka. Anak-anak mereka menikmati fasilitas yang paling lengkap, mainan yang tidak pernah habis, pakaian bagus, sekolah yang terbaik. Hanya sayang orang tua tidak punya waktu dengan mereka.
  • Kedua: Kelompok yang tidak mampu memberikan uang dan juga tidak mampu meluangkan waktu untuk bersama-sama.
Inilah kelompok orang tua yang miskin secara ekonomi serta harus meninggalkan dan menitipkan anak-anaknya kepada tetangga, orang tua/mertua, ketika mencari nafkah. Pasangan pembantu dan sopir angkot, pekerja bangunan yang menitipkan anak mereka di kampung merupakan contoh kelompok ini. Anak-anak dalam kelompok ini hidup dalam serba kekurangan. Mereka dibesarkan kekurangan kasih dari orang tua. Perjumpaan dengan orang tua hanya pada hari-hari besar tertentu.
  • Ketiga: Kelompok yang tidak terlalu mampu memberikan uang, tetapi mampu memberikan waktu.
Inilah kelompok orang tua yang rajin mengantar anak-anak mereka ke sekolah, tempat kursus, berlibur bersama, makan malam bersama, bermain bersama, membaca bersama, dan menemani dan bercerita kepada anak sebelum tidur. Orang tua dalam kelompok ini menempatkan anak-anak di hati mereka. Mereka melihat apa atau siapa yang bisa membuat anak-anak mereka tertawa terpingkal-pingkal. Mereka juga tahu apa atau siapa yang membuat buah cinta mereka menangis tersedu-sedu. Anak-anak memiliki banyak kenangan bersama dengan orang tua kelompok ini. Perhatian yang melimpah dari orang tua membuat mereka lebih berkembang kecerdasan emosinya.
  • Keempat: Kelompok yang mampu memberikan fasilitas dan juga bersedia memberikan waktu bersama anak-anak dalam banyak kesempatan (kaya waktu).
Inilah orang tua yang paling ideal. Mereka tidak hanya memberikan fasilitas, melainkan juga perhatian yang melimpah. Sungguh beruntung anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua jenis ini. Memang kelompok orang tua seperti ini tidak banyak.

Menjadi saksi Kristus harus diawali dari keluarga, yakni oleh orang tua terhadap anak-anaknya. Sebagai orang tua, dalam kelompok manakah keberadaan kita ?

  • Kaya secara ekonomi, tetapi miskin waktu dengan anak.
  • Miskin ekonomi, juga miskin waktu dengan anak.
  • Miskin ekonomi tetapi kaya waktu dengan anak.
  • Kaya secara ekonomi dan juga kaya waktu dengan anak.

Bagaimana pun keadaan ekonomi keluarga kita, ciptakan dan usahakanlah kaya waktu dengan anak. Sebab semakin dekat orang tua dengan anak, maka semakin kuat ikatan emosi anak dengan orang tua. Semakin dekat orang tua dengan anak, maka semakin mudah nasihat dan kesaksian orang tua diterima oleh anak. Semakin jauh orang tua dengan anak, maka semakin rapuh ikatan emosi anak dengan orang tua. Semakin jauh anak dengan orang tua, maka semakin sulit anak menerima masukan, nasihat dan kesaksian orang tua.

Menjadi orang tua adalah satu mandat dari Tuhan. Mengajar anak juga adalah perintah Tuhan. ”Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun” (Ulangan 6:6-7).

Dalam ayat ini tersirat pengertian bahwa orang tua harus kaya waktu dengan anak. Karena dalam setiap kesempatan, Tuhan minta kita untuk mengajar anak; ketika sedang duduk di rumah, sedang dalam perjalanan, saat berbaring dan saat bangun. Memang tidak semua orang tua kaya secara materi, tetapi semua orang tua dapat menciptakan waktu-waktu yang bernilai dengan anak.

Setiap orang tua yang kaya waktu menanamkan nilai kebenaran melalui Firman Tuhan maka mereka mengalami: ”Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan airmata, akan menuai dengan bersorak sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak sorai sambil membawa berkas-berkasnya.” (Mazmur 126:5-6).

Sumber

  • [JS] (23 November 2010). "Renungan Khusus". Warta Jemaat. GBI Jalan Gatot Subroto. Diakses pada 23 November 2010.