Article: 20211107/RK: Perbedaan antara revisi
k (Penggantian teks - "| tanggal=" menjadi "| date=") |
k (Penggantian teks - "| ringkasan =" menjadi "| summary =") |
||
Baris 30: | Baris 30: | ||
| illustration16x9 = Background_2021_The_Year_of_Integrity.jpg<!--MorningDevotion.jpg--> | | illustration16x9 = Background_2021_The_Year_of_Integrity.jpg<!--MorningDevotion.jpg--> | ||
| | | summary = Mungkin sebagian besar kita masih mengingat bahwa sewaktu kita kecil, orang tua kita mungkin pernah bertanya kepada kita, “Nanti kalau sudah besar, kamu mau jadi apa? Atau mau jadi seperti siapa?” Dengan pikiran yang polos biasanya dijawab, “Saya mau jadi Superman” atau “Saya mau jadi Presiden." | ||
| intro = | | intro = |
Revisi per 15 November 2022 10.01
Renungan khusus | |
---|---|
Tanggal | 07 November 2021 |
Penulis | Willy Pandi, BSc, MTh |
Renungan khusus lainnya | |
| |
|
“Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya
dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya,
supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.
Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya.
Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya.
Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya."
(Roma 8:29-30)
Mungkin sebagian besar kita masih mengingat bahwa sewaktu kita kecil, orang tua kita mungkin pernah bertanya kepada kita, “Nanti kalau sudah besar, kamu mau jadi apa? Atau mau jadi seperti siapa?” Dengan pikiran yang polos biasanya dijawab, “Saya mau jadi Superman” atau “Saya mau jadi Presiden." Secara tidak langsung, orang tua yang menanyakan hal tersebut kepada si anak, sedang mengajarkan keserupaan dengan seorang idola yang informasinya sering didengar oleh si anak.
Seiring berjalannya waktu, dengan perkembangan kognitif si anak, konsep keserupaan itu berubah menjadi konsep cita-cita. Kalimat “Saya mau jadi Superman” yang pernah diucapkannya sewaktu kecil mungkin tidak pernah terlontar lagi dari mulutnya, tetapi sekarang yang terlontar adalah “Saya bercita-cita ingin menjadi seperti Thomas Alva Edison yang menemukan lampu." Tentu yang dimaksud si anak yang beranjak besar ini adalah bahwa ia ingin menjadi seorang penemu seperti seorang Thomas Alva Edison. Ia tidak mungkin menjadi Thomas Alva Edison, tapi ia dapat menjadi serupa dengan beliau dalam hal menjadi seorang penemu.
Seiring dengan makin dewasanya si anak, ia pun akan sadar bahwa menjadi seorang penemu bukanlah hal yang dapat terjadi dalam satu atau dua malam, melainkan butuh bertahun-tahun, seperti yang terjadi pada idolanya. Dalam hal ini, si anak telah masuk ke dalam suatu proses berpikir, bagaimana caranya untuk bisa menjadi seperti idolanya tersebut. Hal-hal apa saja yang harus dilakukan di dalam proses untuk mencapai tujuannya itu?
Ada 2 (dua) pelajaran penting dari analogi di atas sehubungan dengan konteks “ditentukan menjadi serupa dengan Kristus”:
- Pemahaman yang tidak lengkap
- Menuntut ketaatan aktif secara terus-menerus
- “Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal." (Roma 6:22)
- Firman Tuhan
- “Kamu memang sudah bersih karena Firman yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 15:3)
- “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran, Firman-Mu adalah kebenaran” (Yohanes 17:17)
- Roh Kudus
Saya DITENTUKAN oleh Tuhan untuk menjadi serupa dengan Kristus! Itu adalah bagian Tuhan yang menentukan, saya tidak perlu mengusahakan. Saya santai saja, toh keselamatan karena anugerah. Dan saya sudah percaya pada Yesus; artinya saya sudah menjadi serupa dengan Kristus tanpa perlu berusaha apa-apa lagi. Ini adalah sebuah pemahaman yang keliru!
Ditentukan Allah menjadi seperti Kristus tidak berhenti hanya sampai pada tahapan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi atau yang sering kita kenal dengan istilah JUSTIFICATION/PEMBENARAN.
Memang benar Justification adalah 100% bagian Allah yang diberikan melalui kematian Tuhan Yesus Kristus bagi kita semua yang percaya. Di tahapan ini, benarlah adanya bahwa kita tidak diselamatkan karena perbuatan baik dan benar.
Sebagaimana dinyatakan dalam Galatia 2:16a dan Roma 5:1, dapat kita lihat bahwa pembenaran adalah tindakan hukum Allah, di mana orang-orang berdosa diberikan status benar oleh karena imannya kepada Yesus Kristus.
Adapun dasar dari pembenaran adalah kematian Kristus, dan pembenaran ini menjadi efektif karena iman di dalam Yesus Kristus. Peristiwa pembenaran ini terjadi sekali dan seketika itu juga menghasilkan pendamaian dengan Allah. Di titik inilah terjadi perubahan status dari ‘orang berdosa’ menjadi ‘anak Allah.’ Namun, ditentukan menjadi serupa dengan Kristus tidak berhenti hanya sampai pembenaran saja, lebih dari itu, kita harus masuk ke dalam tahapan berikutnya yaitu SANCTIFICATION/ PENGUDUSAN.
Kembali kepada analogi di atas, saat anak beranjak dewasa, ia mulai berpikir; tidak mungkin bisa menjadi seorang penemu jika tidak melakukan apa-apa. Ia harus mempersiapkan dirinya.
Dari ayat tersebut di atas dapat kita lihat bahwa orang yang sudah dimerdekakan dari dosa (menerima pembenaran), orang tersebut harus masuk ke dalam proses pengudusan dengan menjadi hamba Allah. Proses pengudusan ini juga adalah titik dimulainya perjalanan rohani sebagai orang percaya. Di bagian inilah terjadinya perjuangan untuk mematikan kedagingan untuk semakin hari semakin menjadi serupa dengan Kristus, yaitu dengan cara menghasilkan buah Roh (Galatia 5:22-23).
Kita perlu mengingat bahwa Tuhan tidak membiarkan orang percaya berjalan di dalam proses pengudusan tanpa arahan. Ia memberikan kepada kita:
Tuhan Yesus mengatakan:
Di dalam doa-Nya kepada Bapa Ia berkata:
Roh Kudus bekerja lewat Firman-Nya dengan memberikan penerangan ke dalam hati sehingga impartasi kebenaran Firman Tuhan memampukan orang percaya untuk berjalan di dalam kekudusan. Pengudusan adalah hasil karya Roh Kudus yang ada di dalam kita dan secara sinergi bekerja sama dengan kerelaan kita untuk taat kepada perintah-Nya.
Pekerjaan Roh Kudus dalam pengudusan sangatlah penting, namun tanpa respons orang percaya untuk mengerjakan bagiannya, pengudusan itu tidak akan terwujud.
Jadi, ditentukan menjadi seperti Kristus tidak hanya mencakup pada satu peristiwa orang berdosa menerima Yesus dan mendapat pembenaran, tetapi harus ada usaha aktif manusia untuk terus-menerus taat pada Firman Allah dan Roh Kudus sampai ia menjadi serupa dengan Kristus. (Roma 8:29)
Hendaknya pembenaran itu dipandang sebagai suatu fondasi bagi proses pengudusan, di mana status sebagai orang benar memberikan orang percaya kuasa untuk terus berjalan di dalam proses pengudusan.
Pemuliaan
Arti 'ditentukan menjadi serupa dengan Kristus' juga tidak berhenti di Pengudusan. Karena tujuan akhir dari proses pengudusan adalah GLORIFICATION/PEMULIAAN orang percaya, titik di mana orang percaya akan mengalami pengangkatan dan menerima kuasa untuk memerintah bersama dengan Kristus, dan hidup yang kekal. (Wahyu 20:6)
Pemuliaan juga merupakan akhir dari perjalanan rohani orang percaya, di mana tubuh kemuliaan akan diberikan, dan dengan demikian, orang percaya dibebaskan dari kehadiran dosa.
Tuhan Yesus berfirman melalui penglihatan kepada Rasul Yohanes di pulau Patmos. Tujuh kali Ia berkata kepada jemaat-jemaat di Kitab Wahyu, “Barangsiapa menang…” Orang yang menang adalah orang percaya yang berhasil di dalam proses pengudusannya, dan akhirnya dimuliakan bersama dengan Tuhan Yesus.
Pembenaran, pengudusan, dan pemuliaan adalah 3 (tiga) rangkaian tahapan keselamatan yang dianugerahkan Tuhan kepada semua orang percaya, yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Dan melalui 3 tahapan inilah seseorang baru bisa menjadi seperti Kristus.
Oleh karena itu, ditentukan menjadi serupa dengan Kristus itu memiliki dua bagian: yaitu bagian Allah yang menyediakan sebagai provisi, dan bagian manusia memberikan respons terhadap anugerah tersebut. Respons itu adalah bagian dari mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar; dengan tujuan menjadi semakin serupa dengan Kristus. (Filipi 2:12)
Pada akhirnya, orang percaya akan dimuliakan bersama dengan Kristus.
Sudahkah kita sebagai orang percaya meresponi penentuan Allah menjadi serupa dengan Kristus ini dengan benar? (WP)
Mungkin sebagian besar kita masih mengingat bahwa sewaktu kita kecil, orang tua kita mungkin pernah bertanya kepada kita, “Nanti kalau sudah besar, kamu mau jadi apa? Atau mau jadi seperti siapa?” Dengan pikiran yang polos biasanya dijawab, “Saya mau jadi Superman” atau “Saya mau jadi Presiden."