Article: 20210808/RK: Perbedaan antara revisi
k (upd) |
k (upd) |
||
Baris 2: | Baris 2: | ||
| namespace= Article | | namespace= Article | ||
| pagename= 20210808/RK | | pagename= 20210808/RK | ||
| judul= Kualitas | | judul= Kualitas, bukan popularitas | ||
| tanggal= 2021-08-08 | | tanggal= 2021-08-08 | ||
| nama= Audy Rochadi Gunardi | | nama= Audy Rochadi Gunardi |
Revisi per 7 September 2021 08.35
Renungan khusus | |
---|---|
Tanggal | 08 Agustus 2021 |
Penulis | Pdt Ir Audy Rochadi Gunardi |
Sebelumnya |
|
Selanjutnya |
|
Integritas bukan hanya soal selarasnya ucapan dan perbuatan, tetapi juga berpegang teguhnya seseorang pada prinsip-prinsip kebenaran, dan memiliki keberanian untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran tersebut. Integritas tidak dapat dibangun dengan setengah-setengah, harus dengan totalitas atau sepenuhnya. Hal ini hanya dapat dicapai apabila kita konsisten. Jangan pernah malu untuk melakukan kebenaran. Kita tidak boleh malu melakukan sesuatu yang benar walaupun lingkungan kita menganggap apa yang kita lakukan itu sebagai sesuatu yang aneh.
Kita harus mampu berkata sebagaimana dinyatakan oleh firman Tuhan:
- “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” (Matius 5:37)
serta berpegang teguh dengan prinsip kebenaran di tengah dunia yang penuh dosa dan sandiwara.
Dalam dunia kerja, bisnis maupun pelayanan seringkali kita diperhadapkan dengan situasi yang ‘memaksa’ kita melakukan sesuatu yang tidak benar, karena yang meminta untuk melakukannya adalah atasan, sehingga kita tidak berani menolak atau mengatakan ‘tidak’. Menghadapi situasi demikian kita dituntut memiliki keberanian untuk mengatakan tidak! Sekalipun mengandung resiko menerima teguran bahkan pemecatan. Sebab sekali kita melakukan kompromi untuk melakukan hal yang tidak benar maka kita akan terus menerus diminta untuk melakukan kompromi tersebut di lain kesempatan, sehingga pada akhirnya kita tidak lagi merasa bahwa yang kita lakukan tersebut adalah dosa; karena sudah menjadi kebiasaan yang membentuk karakter.
Tidak dapat dipungkiri, mereka yang bersedia melakukan ‘hal-hal yang kotor’ untuk pimpinan biasanya menjadi ‘anak emas’ dan mendapatkan banyak keuntungan dan bonus dari atasan.
Sebagai seorang Kristen, bagaimana kita dapat menjalankan iman tanpa kompromi di dunia yang penuh dengan godaan? Sebab adalah sebuah kenyataan, tidak ada satu hari pun berlalu tanpa godaan yang dapat mengakibatkan kita menjadi tidak taat kepada Tuhan. Bagaimana kita sebagai orang percaya mempertahankan integritas kita tanpa menggadaikan iman dan kebenaran yang kita pegang? Apa yang harus kita lakukan ketika tantangan/godaan itu datang dan kita tetap memegang integritas?
- Tidak larut dengan dunia
- Tidak malu menghidupi kebenaran
- “Jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu.” (1 Petrus 4:16)
- Hidup seperti Yesus hidup
- “Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia. Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.”(1 Yohanes 2:5-6)
- “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48)
- "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:31-32)
Toleransi yang dipahami sebagian besar orang pada masa ini bukan lagi toleransi sejati yang sejak dulu kita kenal, tetapi lebih mengarah kepada kompromi. Toleransi yang dianut mayoritas orang saat ini adalah toleransi buatan postmodernism, yang sengaja diciptakan untuk melawan kebenaran Alkitab. Di zaman sekarang ini, fenomena yang nampak adalah semakin berkurangnya umat Kristen yang berani berdiri teguh dalam mempertahankan kebenaran firman Tuhan dalam praktek hidup sehari-hari. Kompromi dan kemunafikan sudah dianggap biasa di kalangan gereja yang mana dulunya mengajarkan dan sangat menekankan pentingnya ketaatan pada firman Tuhan.
Di zaman postmodernism ini, toleransi (versi baru postmodernism, yang tidak lain adalah nama baru untuk dosa kompromi) adalah kebajikan atau hikmat yang paling utama yang sering dibicarakan orang pada umumnya. Orang yang toleran selalu dianggap sebagai orang yang berpikiran luas, bebas, humanis—kecuali Kekristenan yang Alkitabiah.
Daniel adalah seorang pemuda Israel yang mengalami pembuangan pada saat Yerusalem ditaklukkan oleh Babel. Raja Babel mempunyai strategi membawa orang-orang terbaik dari negara taklukannya untuk dibawa ke Babel. Di sana, mereka diajar ilmu pengetahuan dunia, dibentuk karakternya, serta dicuci otaknya. Mereka sangat diistimewakan. Saking istimewanya, mereka bahkan diberi makanan sama seperti yang dimakan raja. Harapannya, orang-orang unggulan itu akan loyal kepada Babel (Daniel 1). Namun bagaimana respon Daniel? Walaupun mendapatkan kehidupan yang enak dan masa depan yang cerah di negeri yang baru, Daniel tetap memilih untuk menjalankan perintah Tuhan. Dia menolak memakan makanan raja. Kemungkinan besar, Daniel menolaknya karena makanan itu tidak sesuai dengan hukum Taurat (Imamat 11) yang berlaku bagi umat Tuhan saat itu. Daniel sadar bahwa berada di manapun, dia tetaplah anak Tuhan. Dia dengan sadar tetap meninggikan Tuhan, walaupun hidup di tengah-tengah bangsa yang tidak mengenal Tuhan!
Salah satu perjuangan dalam hidup beriman orang Kristen ialah bagaimana hidup dalam kebenaran. Hidup dalam kebenaran berarti hidup tanpa kepalsuan, hidup tanpa manipulasi. Dengan kata lain hidup dalam kebenaran berarti hidup secara jujur. Sebagai orang Kristiani yang mengakui diri sebagai pengikut Kristus mesti menyadari bahkan mempraktekkan kebenaran dalam hidup; bahwa Allah adalah kebenaran. Dalam diri Allah tidak ada kepalsuan, karena Allah adalah Kebenaran. Selalu ada keselarasan antara apa yang dikatakan Allah dan yang diperbuat-Nya.
Menurut orang dunia zaman ini, perintah-perintah Yesus Kristus terlalu susah, keras, kaku, dan tidak relevan di zaman postmodernism ini. Kebenaran objektif dan mutlak merupakan kebenaran yang tidak tergantung pada perasaan, hasrat, dan kepercayaan subjektif suatu ciptaan manapun. Kebenaran Allah tidak tergantung pada pengalaman atau penafsiran individu atau kelompok manapun. Kebenaran Allah adalah benar tanpa pengecualian. Orang Kristen yang sejati melihat integritas dirinya sebagai suatu ‘harga diri’ terpenting, dan kemunafikan sebagai sifat yang paling buruk dan tidak boleh ada dalam dirinya.
Kita tak perlu merasa malu berpihak pada kebenaran dan melakukan apa yang benar. Alkitab berkata:
Biarlah kita memuji Tuhan, sekalipun kita dihina karena nama-Nya.
Bagaimana cara kita bisa hidup dalam kebenaran? Pertama, Yesus adalah Kebenaran. Untuk dapat hidup secara benar, maka kita harus hidup dalam Yesus. Artinya bahwa hidup sesuai dengan yang dipraktekkan oleh Yesus sendiri,
'Hidup menjadi sama seperti Kristus' merupakan kehendak Bapa. Yesus berkata,
Barangsiapa yang mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia; pengertiannya menjadikan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat di dalam hidupnya; ia wajib hidup sama seperti Yesus hidup. Jadi apa yang Yesus perbuat dan lakukan selama hidup-Nya wajib dilakukannya juga.
Namun hidup sama seperti Kristus bukan berarti kita menjalani hidup yang sangat berat, tidak bebas, dengan tumpukan tugas dan tanggung jawab serta segudang larangan. Jika kita menyadari bahwa status kita adalah anak Tuhan, maka kita wajib menjalani suatu kehidupan menurut apa yang telah ditetapkan Tuhan bagi kita, sebagaimana Kristus taat mengerjakan apa yang ditetapkan oleh Bapa-Nya. Itulah yang menjadi kunci rahasia keberhasilan Kristus!
Jika kita ingin menjadi orang Kristen yang berhasil kita pun harus mengikuti jejak-Nya. Seringkali kita berpikir bahwa hidup sama seperti Kristus menjadikan kita hidup dalam penderitaan dan terkekang. Padahal,
Itulah sebabnya selama berada di bumi Yesus tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Waktu dan segenap keberadaan hidup-Nya sepenuhnya dicurahkan untuk melakukan kehendak Bapa-Nya secara sempurna. Sudahkah kita hidup sama seperti Kristus? Jika kita berjalan seturut kehendak Tuhan dan meneladani-Nya, maka kita telah hidup seperti Dia.
Jadi ketika dunia menawarkan untuk serupa dengannya, haruslah kita menolak dan berani mengambil keputusan yang berintegritas, yaitu dengan cara tidak larut dengan dunia serta segala kenikmatannya, tidak malu menghidupi kebenaran yang sejati, dan yang terutama hiduplah seperti Yesus hidup. Maka kita akan menjadi orang percaya yang berintegritas penuh di tengah dunia pada zaman ini. Tuhan Yesus Memberkati! (AR)
Integritas bukan hanya soal selarasnya ucapan dan perbuatan, tetapi juga berpegang teguhnya seseorang pada prinsip-prinsip kebenaran, dan memiliki keberanian untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran tersebut.