Janji-janji Allah dan perhentian Allah (3)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari

Karena itu baiklah kita berusaha untuk masuk ke dalam perhentian itu, supaya jangan seorangpun jatuh karena mengikuti contoh ketidaktaatan itu juga. (Ibrani 4:11)

Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah. (Ibrani 6:11-12)

Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya. (Ibrani 6:15)

Sekali lagi kita akan merenungkan janji-janji Allah dan perhentian Allah. Dalam ayat-ayat yang sangat menarik di atas, dua istilah yang bermakna dikaitkan dengan janji dan perhentian Allah: kesungguhan dan kesabaran. Walaupun terdengar saling bertolak belakang, namun sesungguhnya kedua makna tersebut saling melengkapi.

Bagi mereka yang percaya kepada Tuhan Yesus, Ia menjanjikan perhentian rohani. Perhentian ini dimulai dengan penyelamatan Ilahi dari beban dosa dan rasa bersalah yang meremukkan. Lalu, perhentian ini berkembang menjadi kelegaan Sorgawi dari beban kehidupan Kekristenan dengan kekuatan diri sendiri. Masuk ke dalam perhentian rohani sehari-hari ini bukanlah sebuah pilihan dan bukanlah hal yang biasa. “Karena itu baiklah kita berusaha untuk masuk ke dalam perhentian itu.” Tuhan ingin membangkitkan di dalam kita suatu kebutuhan akan perhentian Allah dari hari ke hari ini. Ia ingin agar kita dengan sungguh-sungguh dan penuh perhatian mencari Dia untuk perhentian yang hanya dapat disediakan oleh Tuhan saja. Tuhan ingin membawa kita masuk ke dalam keyakinan yang semakin dewasa, di mana kita semakin yakin akan janji-janji-Nya. “Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya.” Jika kita tidak mau berseru kepada Tuhan untuk kesungguhan mencari perhentian-Nya dari hari ke hari, maka akhirnya kita akan menjadi lamban secara rohani: “agar kamu jangan menjadi lamban.” Perhentian Allah dirancang untuk menghasilkan gairah rohani, bukan kemalasan: “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan” (Roma 12:11).

Selain kesungguhan dalam mencari Tuhan untuk janji perhentian-Nya, Tuhan juga ingin menumbuhkan di dalam kita kesabaran akan janji-janji-Nya. “Menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah… Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya.” Tuhan tidak ingin kesungguhan rohani kita membawa kita kepada kecemasan dan ketidaksabaran akan pemenuhan janji-janji-Nya. Namun, bagaimana caranya kita bisa tumbuh dalam kesungguhan dan kesabaran sekaligus? Bukankah mereka sepertinya bertolak belakang? Kesungguhan berkaitan dengan apa yang Tuhan sudah janjikan. Kita harus dengan sungguh-sungguh mengejarnya. Kesabaran berkaitan dengan kapan Tuhan hendak memenuhi janji-janji-Nya. Kita harus dengan sabar menantikan Dia sesuai dengan waktu-Nya yang sempurna.

Doa

Tuhan, aku memuji Engkau untuk semua yang Engkau sediakan melalui janji-janji-Mu. Aku ingin mencari Engkau dengan sungguh-sungguh agar semuanya digenapi dalam hidupku. Namun, aku juga akan sabar menantikannya, seperti Abraham menantikan anak yang dijanjikan kepadanya, tolong aku untuk bersabar menantikan penggenapan janji-Mu sesuai dengan waktu-Mu. Amin.

Karena itu baiklah kita berusaha untuk masuk ke dalam perhentian itu, supaya jangan seorangpun jatuh karena mengikuti contoh ketidaktaatan itu juga. (Ibrani 4:11) Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah. (Ibrani 6:11-12)