Janji-janji Allah dan perhentian Allah (2)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
Jadi masih tersedia suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat Allah. Sebab barangsiapa telah masuk ke tempat perhentian-Nya, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya, sama seperti Allah berhenti dari pekerjaan-Nya. (Ibrani 4:9-10)

Di dalam janji-janji Allah ada janji akan sebuah perhentian bagi umat-Nya. Perhentian ini tidak hanya berhenti dari rasa bersalah dan dakwaan dosa, tetapi juga berkembang menjadi perhentian dari perjuangan daging dan mementingkan diri sendiri yang sia-sia. Ayat renungan kita hari ini berbicara mengenai perhentian yang kedua. “Jadi masih tersedia suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat Allah.” Ketika kita menjadi umat Allah, kita masuk ke dalam perhentian Allah terhadap dosa dan rasa bersalah. Namun, setelah menikmati perhentian di awal ini, “masih tersedia suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat Allah.”

Untuk memasuki perhentian rohani selanjutnya, kita harus berhenti dari usaha dengan kekuatan sendiri. “Sebab barangsiapa telah masuk ke tempat perhentian-Nya, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya.” Dengan menolak usaha diri sendiri sebagai sumber dari pertumbuhan rohani, kita akan masuk dalam perhentian Allah sehingga hidup kita bertumbuh dalam pelayanan Ilahi yang berbuah-buah. Sebelumnya, kita melihat bahwa Rasul Paulus berjalan dengan Allah dan untuk Allah dengan cara demikian. “Aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku” (1 Korintus 15:10). Paulus bekerja lebih keras dari pada para rasul yang lain di zaman gereja mula-mula. Namun, ia mengakui bahwa hal tersebut bisa terjadi karena kuasa kasih karunia Allah, bukan karena dirinya sendiri. Hal ini sesuai dengan pengakuan Paulus yang lain yang sudah kita bahas dalam renungan sebelumnya. “Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah” (2 Korintus 3:5). Hidup yang demikian adalah karena Kristus sendiri yang menyatakan dirinya di dalam dan melalui hidup kita. “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Galatia 2:20).

Perhentian dari usaha diri sendiri ini sama dengan ketika Allah berhenti dari pekerjaan-Nya pada saat penciptaan. “Dan Allah berhenti pada hari ketujuh dari segala pekerjaan-Nya” (Ibrani 4:4), “Sebab barangsiapa telah masuk ke tempat perhentian-Nya, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya, sama seperti Allah berhenti dari pekerjaan-Nya” (Ibrani 4:10). Tuhan berhenti pada hari ke tujuh, karena pekerjaan penciptaan-Nya sudah selesai. Kita juga berhenti dari pekerjaan kita, karena kita tidak dapat menambahkan sesuatu apa pun dari pekerjaan Kristus yang sudah selesai bagi kita. Kristus menyelesaikan karya penebusan-Nya di atas kayu salib. “Berkatalah Ia: "Sudah selesai." Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya” (Yohanes 19:30). Ia juga sudah selesai mempersiapkan segala pekerjaan yang Ia ingin kita sekarang lakukan di dalam iman. “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10).

Doa

Tuhan, aku sadar bahwa aku harus memasuki tempat perhentian di dalam Engkau supaya aku dapat bertumbuh dalam pelayanan seperti aku masuk tempat perhentian di dalam Engkau untuk keselamatanku. Tolong aku untuk dapat berhenti berusaha dengan kekuatanku sendiri yang sia-sia, supaya aku sepenuhnya mengandalkan Engkau untuk bekerja di dalam dan melalui aku. Amin.

Jadi masih tersedia suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat Allah. Sebab barangsiapa telah masuk ke tempat perhentian-Nya, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya, sama seperti Allah berhenti dari pekerjaan-Nya. (Ibrani 4:9-10) Di dalam janji-janji Allah ada janji akan sebuah perhentian bagi umat-Nya. Perhentian ini tidak hanya berhenti dari rasa bersalah dan dakwaan dosa, tetapi juga berkembang menjadi perhentian dari perjuangan daging dan mementingkan diri sendiri yang sia-sia.