Hati-hati dengan mulutmu!

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
Renungan Khusus 2019.jpgRenungan Khusus 2019-1x1.jpg
Renungan khusus
Tanggal11 April 2021
PenulisPdt Audy Rochadi Gunardi
Voice of PentecostVoice of Pentecost 40 (Victoria Glory S Kumaseh)
Sebelumnya
Selanjutnya

Perkataan adalah salah satu sarana untuk mengekspresikan hati, mengungkapkan isi kepala (pikiran) serta berinteraksi dengan lingkungan di sekitar kita. Tidak dapat dibayangkan jika manusia tanpa memiliki perkataan, dunia pastinya akan menjadi sepi, tidak ada ungkapan pendapat dan ekspresi manusia tentang sukacita atau kesedihan, hal yang menyenangkan atau bahkan yang mengganggu.

Perkataan memegang aspek penting dalam kehidupan manusia khususnya dalam berkomunikasi, di mana untuk menciptakan komunikasi yang berkualitas tentunya harus mengikuti norma dan etika yang berlaku sehingga melaluinya terjalin persahabatan, penghiburan serta kekuatan dan bukan perselisihan, permusuhan bahkan percideraan.

“Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.” (Yesaya 50:4)

Berbicara tentang perkataan, sepanjang satu dekade ke depan, secara penanggalan Ibrani disebut sebagai dekade "Pey" yang memiliki makna rohani "mulut" atau "perkataan", tuntunan bagi kita terkait dengan dekade Pey ini adalah kita harus lebih memperhatikan perkataan (mulut) kita. “Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;” (Mazmur 34:14)

Apa yang dinyatakan oleh Pemazmur ini juga diulangi oleh rasul Petrus dalam 1 Petrus 3:10, "Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu.” “Jagalah lidahmu” alias “jagalah perkataanmu”. Sampai dua kali pernyataan yang sama diulang, memberikan indikasi kepada kita bahwa hal ini adalah sesuatu yang penting. Ada dua hal yang disampaikan dalam ayat ini yang harus kita jaga, yakni jaga lidah kita terhadap apa yang jahat dan ucapan-ucapan yang menipu.

Menjaga lidah

Pertanyaannya sekarang, bagaimana caranya?

#1 Menjaga perkataan (mengendalikan setiap perkataan dari mulut kita)

“Untuk pemimpin biduan. Untuk Yedutun. Mazmur Daud. Pikirku: "Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hendak menahan mulutku dengan kekang selama orang fasik masih ada di depanku." (Mazmur 39:1)

Sebagian besar orang mungkin tidak mengalami kesulitan menjaga diri untuk tidak jatuh ke dalam kedagingan, namun mengalami "kebobolan" dalam hal dosa perkataan. Sebagaimana sebuah ungkapan mengatakan "memang lidah tidak bertulang", artinya tidak memerlukan upaya yang besar untuk menggerakkannya. Dengan lancar dan mudahnya perkataan demi perkataan meluncur dari lidah kita yang jika tidak berhati-hati, kita sendiri akan kesulitan dalam mengendalikannya.

Perhatikan apa yang diungkapkan oleh Yakobus tentang lidah: “Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapa pun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. Lidah pun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka. Tetapi tidak seorang pun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan.” (Yakobus 3:5,6,8)

Betapa luar biasanya lidah kita. Hal ini harusnya menyadarkan kita bahwa terkait dengan dosa perkataan atau dosa lidah bukanlah sesuatu yang main-main. Daud sendiri menyatakan bagaimana dia memiliki tekad yang kuat untuk menjaga dirinya supaya jangan berdoa dengan lidahnya. Daud memberikan sebuah istilah "menahan mulutnya dengan kekang" seperti pada kuda tunggangan yang melaluinya dapat mengendalikan kehidupannya. Kekang artinya melakukan kontrol, memegang kendali terhadap mulut atau perkataan kita. Memang bukan sesuatu yang mudah, tapi juga bukan merupakan hal yang mustahil. Dengan pertolongan dari Roh Kudus kita pasti bisa.

#2 Menyadari bahwa semua perkataan kita diketahui oleh TUHAN.

“Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN.” (Mazmur 139:4)

Perkataan merupakan ekspresi hati dan ungkapan dari apa yang kita pikirkan. TUHAN melihat kita jauh ke lubuk hati kita yang terdalam. Ia mengetahui segala motivasi hati. Mungkin orang lain dapat kita bohongi dengan perkataan manis dan lembut yang sesungguhnya hanya sekedar kemasan yang membungkus hati yang busuk atau pikiran yang jahat. Tapi TUHAN tidak dapat dibohongi.

Mengapa orang jatuh ke dalam dosa perkataan? Berbohong, melakukan tipu daya, mengutuk, memaki, perkataan munafik, dolak-dalik? Selain karena mereka termakan dengan sakit hati serta menuruti emosi yang meledak-ledak atau motivasi mencari keuntungan sendiri dari penderitaan orang lain, secara spiritual karena mereka tidak menyadari bahwa TUHAN mengetahui semua perkataan kita sebelum lidah kita mengatakannya.

Setelah kita mengetahui hal ini, sudah seharusnya kita berpikir sebelum berkata-kata; apakah perkataan saya ini adalah sesuai kebenaran atau mengandung kebohongan dan tipu daya? Apakah perkataan saya melukai perasaan orang lain? Dan yang terutama adalah apakah perkataan saya mendukakan hati TUHAN?

Dalam konteks dunia modern saat ini di mana media sosial menjadi salah satu sarana komunikasi yang dipakai untuk mengungkapkan ide, pendapat, pandangan, komentar, informasi bahkan curahan isi hati, jari-jari kita sebagai alternatif lidah atau bisa dikatakan sebagai “lidah” yang menuliskan perkataan kita di medsos juga harus kudus. Jangan sampai jari-jari kita mengetikkan pesan atau berita hoax, berita yang sembarangan yang tidak terbukti kebenarannya apalagi yang menimbulkan perpecahan, kebencian, kebingungan bahkan penyesatan bagi orang-orang yang membacanya.

#3 Senantiasa memperkatakan Firman dan puji-pujian.

“Dan lidahku akan menyebut-nyebut keadilan-Mu, memuji-muji Engkau sepanjang hari.” (Mazmur 35:28)

“Mulut orang benar mengucapkan hikmat, dan lidahnya mengatakan hukum;” (Mazmur 37:30)

Salah satu cara efektif untuk menjaga agar kita tidak salah menggunakan perkataan adalah dengan “menggunakannya secara benar!” yakni dengan cara senantiasa memperkatakan Firman Tuhan dan puji-pujian kepada TUHAN. Sambil kita memuji-muji TUHAN, ingatlah apa yang TUHAN nyatakan melalui Yakobus dalam suratnya, “Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.” (Yakobus 1:26).

Belum lagi sebuah teguran yang keras terkait dualisme penggunaan mulut atau perkataan kita: “Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah,” (Yakobus 3:9)

Dengan beribadah, memuji TUHAN dan memperkatakan Firman Tuhan baik dalam ibadah korporat, ibadah pribadi maupun dalam keseharian kita, sambil kita beraktivitas dalam pekerjaan atau studi dapat menjaga kita untuk tidak jatuh dalam dosa perkataan.

Jadi, jangan lupa untuk memiliki gaya hidup berdoa, memuji dan menyembah TUHAN!

#4 Menyelaraskan perkataan dengan perbuatan

“Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.” (1 Yohanes 3:18)

Perkataan adalah sesuatu yang nyata, dapat didengar secara nyata, dapat direkam menjadi bentuk digital melalui gawai (gadget). Namun ketika perkataan diucapkan untuk menggambarkan atau menyatakan perasaan kasih kepada seseorang maka dia bisa menjadi sesuatu yang sifatnya semu dan kosong belaka jika tidak disertai dengan perbuatan nyata seperti yang dikatakan. Misalnya, ketika kita berkata bahwa kita mengasihi TUHAN dengan segenap hati, namun kita malas beribadah, tidak memiliki waktu khusus untuk bersekutu dengan TUHAN, melakukan Firman TUHAN, maka perkataan kita tidak bermakna sama sekali. Kita perlu mensinkronkan perkataan kita dengan perbuatan kita, dengan demikian membantu kita untuk berpikir sebelum berkata-kata. Apakah perkataan saya sesuai dengan perbuatan saya? Apakah saya menghidupi apa yang saya katakan dan sebaliknya mengatakan apa yang saya hidupi? Inilah yang disebut sebagai integritas, yang harus dimiliki oleh semua orang percaya.

Penutup

Mari kita sungguh-sungguh menjaga perkataan kita, sehingga perkataan kita adalah perkataan yang menghidupkan! “Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia dikenyangkan oleh hasil bibirnya. Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya.” (Amsal 18:20-21). Maranatha! (AR)