Dari timur ke barat
Renungan khusus | |
---|---|
Tanggal | 15 Maret 2020 |
Penulis | Pdt Dr Abraham B Lalamentik, MTh |
Voice of Pentecost | Voice of Pentecost 62 (Helen Wahyu) |
Renungan khusus lainnya | |
| |
|
Sebab sama seperti kilat memancar dari sebelah timur dan melontarkan cahayanya sampai ke barat, demikian pulalah kelak kedatangan Anak Manusia.
Pengertian bahwa gerakan Pentakosta Ketiga adalah gerakan yang menyebar dari timur ke barat memang diucapkan oleh Rev. Cindy Jacobs pada Empowered21 Asia Congress Fire and Glory, Juli 2018 di SICC, namun sebenarnya pengertian ini lahir dari suatu konsep Alkitab yang diucapkan oleh Tuhan Yesus sendiri.
Ada 2 alasan yang mendasar, di mana kita dapat menyetujui dan menganggap bahwa faham ini adalah Alkitabiah.
#1 Alasan Alkitabiah
Di dalam Alkitab seringkali kita melihat pola seperti ini: yang bungsu menggantikan yang sulung. Di dalam kitab Kejadian kita melihat bagaimana Ishak yang meskipun secara jasmani adalah adik dari Ismail, tetapi dia menggantikan posisi Ismail sebagai yang sulung dalam rencana keselamatan Allah, demikian pula dengan Esau dan Yakub.
Di dalam Perjanjian Baru, Yesus berkata dalam Matius 19:30 dan Matius 20:16 bahwa yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu. Ini berbicara mengenai bangsa Yahudi sebagai yang pertama diberikan keselamatan namun karena kekerasan hati sebagian besar dari mereka, maka keselamatan diberikan kepada bangsa-bangsa lain terlebih dahulu.
Paulus pun menjelaskan lebih lanjut konsep itu di dalam Roma 11:12,
- “Sebab jika pelanggaran mereka berarti kekayaan bagi dunia, dan kekurangan mereka kekayaan bagi bangsa-bangsa lain, terlebih-lebih lagi kesempurnaan mereka."
Di dalam sejarah gereja, secara historik trend penyebaran Injil sejak perjalanan Paulus menyeberang ke Makedonia di Kisah Para Rasul 16 ialah ke arah barat. Mulai dari Asia kecil (Anatolia; negara Turki sekarang) menyeberang masuk ke benua Eropa di tanah Yunani, menyeberang ke Roma dan semenanjung Italia akhirnya menyebar ke seluruh benua Eropa, baik barat sampai ke timur dan kemudian di abad pertengahan melalui penjelajahan para petualang seperti Christopher Columbus, Vasco Da Gama, Magellan dan lain-lain. Injil menyeberang ke benua baru yaitu Amerika. Mulai dari penghujung abad ke-19 ketika misionaris dari Amerika mulai menyeberang ke benua Asia dan Afrika hingga lengkaplah putaran Injil mengitari belahan bumi.
Ahli-ahli sejarah gereja dan para pendoa syafaat sering bertanya-tanya mengapa Roh Kudus tidak mengijinkan Paulus untuk menyeberang ke Asia di kitab Kisah Para Rasul 16:16,
- “Pada suatu kali ketika kami pergi ke tempat sembahyang itu, kami bertemu dengan seorang hamba perempuan yang mempunyai roh tenung; dengan tenungan-tenungannya tuan-tuannya memperoleh penghasilan besar."
Kesimpulan umum yang didapat ialah pada waktu itu tanah Eropa lebih mudah untuk dimenangkan. Benua Asia (Asia kecil pada khususnya namun benua Asia secara luas pada umumnya) lebih sulit untuk menerima Injil karena banyaknya ‘raksasa-raksasa’ yang masih bercokol kuat di sana (ideologi, kepercayaan, agama dan tradisi yang membentuk peradaban di Asia Tengah dan Timur jauh).
Hal ini bukan berarti tidak adanya usaha misi ke arah benua Asia. Rasul Tomas murid Tuhan Yesus dapat memberitakan Injil sampai Kerala, India dan ada spekulasi kuat bahwa murid-murid rasul Tomas berhasil mencapai pulau Sumatera pada abad ke-5 pada masa kerajaan Sriwijaya. Namun pada umumnya benih Injil tidak bisa berkembang pesat karena tanah benua Asia belum subur pada waktu itu. Sebaliknya tanah Eropa siap untuk ditaburi dengan Injil karena pada dasarnya hanya memiliki satu lawan yang tangguh yaitu kekaisaran Romawi.
Setelah bergumul selama 3 abad akhirnya kekaisaran Romawi yang perkasa runtuh dan Kekristenan menjadi pengaruh kuat yang membentuk sejarah dan peradaban benua Eropa terutama Eropa Barat. Apalagi ditambah dengan sejarah reformasi ‘Renaissance’, dan transformasi ilmu pengetahuan Eropa yang membuat perjumpaan antara Barat dan Timur mulai dari abad ke-17 berhasil menunjukkan ‘superioritas’ peradaban Kristiani terhadap peradaban yang lain. Hal ini seringkali dipandang dengan rasa kepahitan dan penolakan oleh semangat nasionalisme negara-negara di Asia.
Pada dasarnya tidak ada negara yang mau dijajah dan ditaklukkan oleh negara lain. Namun pertanyaan yang harus ditanyakan adalah bagaimana negara-negara Eropa yang 150 tahun sebelumnya berada dalam posisi di bawah negara-negara Asia? Mungkin Tuhan di dalam kemahatahuan dan kedaulatannya memakai peristiwa yang kurang mengenakkan ini untuk meruntuhkan ‘orang-orang kuat’ yang menguasai benua Asia. Jika kita melihat alinea berikutnya sejarah modernisasi peradaban-peradaban besar di Asia (India, China dan Jepang) dan juga pada skala kecil negara-negara seperti Indonesia, Thailand, Korea dan Vietnam mereka ‘dipaksa’ untuk menerima peradaban barat yang banyak mengandung unsur Kristiani (supremasi hukum, nilai individual yang berharga, keluarga monogami, pasar bebas, kapitalisme, ilmu pengetahuan dan teknologi).
Banyak di antara mereka ingin menjadi maju seperti bangsa-bangsa di Eropa dan Amerika tetapi mereka menolak iman Kristiani yang merupakan jiwa dan unsur yang membuat peradaban barat maju melebihi peradaban lainnya. Negara Jepang adalah contoh kasus nomor satu. mereka menerima sepenuhnya unsur-unsur modernisasi peradaban barat tetapi menolak nilai-nilai Kekristenan sehingga negara Jepang menjadi negara fasis, terutama di benua Asia. Militerisme Jepang membawa malapetaka bagi seluruh benua Asia dan berkulminasi di dalam kehancuran kekaisaran Jepang. Hal ini ditandai oleh pemboman Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945.
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, negara-negara di Asia dan Eropa mulai mendapatkan kemerdekaan secara politik dan bersamaan dengan itu terjadi suatu musim baru di dalam sejarah penyebaran Injil di belahan bumi Timur. Dimulai dengan pertumbuhan gereja di Korea Selatan, RRC (pasca 1949) dan juga Indonesia sendiri.
#2 Alasan praktikal
Pasca Perang Dunia II, negara-negara Asia mengalami pertumbuhan penduduk, kemajuan ekonomi dan teknologi yang sangat signifikan. Sebuah studi dilakukan pada tahun 1946 yang mencoba membayangkan dua negara mana sajakah di Asia dan Afrika yang akan menjadi negara maju di tahun 1996. Studi itu menunjukkan bahwa India dan Kenya akan menjadi negara maju tahun 1996 dikarenakan faktor penguasaan bahasa Inggris (Kenya dan India) adalah bagian dari persemakmuran Inggris Raya dan keadaan infrastruktur yang relatif tidak tersentuh kehancuran di Perang Dunia II. Menurut studi yang sama dua negara yang menjadi paling tertinggal adalah Korea Selatan dan Jepang, karena merekalah dua negara yang paling mengalami penderitaan akibat Perang Dunia II. Kenyataan membuktikan bahwa 50 tahun kemudian (1996), kemajuan Jepang dan Korea Selatan jauh melebihi Kenya dan India. Ini menunjukkan bahwa terjadi suatu shift yang luar biasa di dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan ke arah Asia Timur; dan bersama dengan itu tingkat kemakmuran juga bertambah.
Negara-negara seperti India dan RRC juga memimpin dunia di dalam bidang pertumbuhan penduduk. Dua negara itu saja (India 1,1 milyar dan RRC 1,4 milyar) sudah melebihi dari sepertiga penduduk dunia. Di dalam kitab Yunus 4:10-11 dikatakan bahwa Allah amat memperdulikan nasib kota Niniwe yang berjumlah lebih dari 120.000 orang. Benua Asia mencakup 2/3 penduduk dunia, dan 2/3 kekuatan ekonomi dunia. Prinsip yang sama juga berlaku bagaimana mungkin Tuhan tidak peduli pada keselamatan 2/3 penduduk dunia.
Penutup
Di dalam Yohanes 2 kita melihat perumpamaan Tuhan Yesus dalam mengubah air menjadi anggur. Di dalam peristiwa itu pemimpin pesta mengatakan bahwa Engkau menyimpan anggur yang terbaik sampai ke akhir pesta (saving the best for last). Inilah juga yang akan terjadi pada akhir zaman. Allah menyiapkan kegerakan roh-Nya yang terbesar dan terakhir dimulai dari benua timur; secara spesifik dari Indonesia.
Gerakan ini akan mempengaruhi negara-negara besar di Asia Timur dan akan bergerak ke barat dan juga akan memberikan kesempatan yang ketiga dan yang terakhir untuk benua Eropa dan akan diselesaikan di pintu gerbang Yerusalem di mana bangsa Yahudi kembali diberi kesempatan untuk mengakui Yesus adalah Mesias yang mereka nanti-nantikan. Seperti kilat yang menyambar dari timur ke barat demikianlah juga gerakan Pentakosta Ketiga yang akan menyongsong kembali datangnya Anak Manusia. (AL)
Sumber
- Pdt Dr Abraham B Lalamentik, MTh (15 Maret 2020). "Renungan Khusus". Warta Jemaat. GBI Jalan Gatot Subroto. Diakses pada 15 Maret 2020.