Memaknai perbuatan orang percayaIdentitas, bukan legalisme

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 10 Oktober 2024 15.22 oleh Leo (bicara | kontrib) (upd)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Lompat ke: navigasi, cari
Renungan Khusus 2019.jpgRenungan Khusus 2019-1x1.jpg
Renungan khusus
Tanggal13 Oktober 2024
PenulisPdt Dr Dony Lubianto, MTh
Sebelumnya

Kita diselamatkan karena anugerah bukan karena perbuatan. Hal ini sebagaimana disampaikan Paulus kepada jemaat di Efesus,

Sebab karena anugerah kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu, supaya tidak ada orang yang memegahkan diri. (Efesus 2:8-9 TB2)

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah selanjutnya perbuatan-perbuatan kita sebagai orang percaya tidak memiliki arti sama sekali? Jika jawabannya adalah “iya,” maka ekses yang dapat ditimbulkan dengan kesalahpahaman seperti ini adalah menyepelekan perbuatan-perbuatan sebagai orang beriman dan pada akhirnya tidak mempedulikan perbuatannya. Benarkah demikian?

Bagaimana kita dapat menjelaskan tulisan Yakobus saat ia dengan inspirasi Roh Kudus mengatakan,

Apa gunanya, Saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?
Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, iman itu pada hakikatnya mati. Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah?
Engkau lihat bahwa iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatannya dan karena perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna.” (Yakobus 2:14, 17, 21-22 TB2)

Apakah hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi kontradiksi antara Paulus dan Yakobus dalam tulisan mereka yang sama-sama diinspirasi oleh Roh Kudus? Tentunya tidak demikian.

Untuk dapat memahami benang merah antara Paulus dengan Yakobus, Yohanes dalam tulisan-tulisannya (Injil Yohanes, Surat Yohanes 1-3) memberikan kepada kita pemahaman yang bukan saja memberikan kejelasan bahwa tidak ada kontradiksi antara Paulus dan Yakobus, tetapi juga betapa perbuatan-perbuatan kita sebagai orang percaya memiliki arti yang sangat penting.

Pada kesempatan ini ada 4 (empat) hal yang patut kita renungkan dan pelajari dari tulisan Yohanes terkait dengan hal tersebut, berdasarkan tulisan dari John Christopher Thomas, seorang Profesor Studi Biblika Clarence J. Abbott di Seminari Teologi Pentakosta, Cleveland, Tennessee, Amerika Serikat berjudul Grace and Works – A Johannine Perspective.

  1. Perbuatan mengungkapkan asal usul atau garis keturunan seseorang
  2. Tentunya yang dimaksudkan bukan secara lahiriah.

    Anak-anak, janganlah membiarkan seorang pun menyesatkan kamu. Siapa yang melakukan kebenaran adalah benar, sama seperti Dia adalah benar. Siapa yang tetap berbuat dosa berasal dari Iblis, sebab sejak semula Iblis terus-menerus berbuat dosa.
    Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis. Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak terus-menerus berbuat dosa. Sebab, benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat terus-menerus berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah.
    Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: Setiap orang yang tidak melakukan kebenaran tidak berasal dari Allah, demikian juga siapa saja yang tidak mengasihi saudaranya. (1 Yohanes 3:7-10 TB2)

    Nyatalah bahwa perbuatan seseorang menunjukkan apakah ia adalah anak Allah atau anak Iblis. Perbuatan-perbuatan menurut Yohanes dihasilkan secara alami karena asal usul seseorang – sama seperti buah dihasilkan oleh pokok anggur sejati. Jadi, jika seseorang berasal dari Allah, itu akan nampak dari perbuatan-perbuatannya.

    Dalam bagian lain kembali ditegaskan oleh Yohanes dalam Yohanes 8:39-42 TB2,

    Jawab mereka kepada-Nya: "Bapa kami ialah Abraham."
    Kata Yesus kepada mereka: "Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. Namun, sekarang kamu berusaha membunuh Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, kebenaran yang Kudengar dari Allah. Pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham. Kamu melakukan pekerjaan bapakmu sendiri."
    Jawab mereka, "Kami tidak dilahirkan dari zina. Bapa kami satu, yaitu Allah."
    Kata Yesus kepada mereka, "Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku datang dari Allah dan sekarang Aku ada di sini. Lagi pula Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku.”

    Perbuatan seseorang menyingkapkan asal usul seseorang, karena perbuatan seseorang menunjukkan identitas orang tuanya. Apakah perbuatannya konsisten dengan perbuatan “bapaknya,” apakah itu Abraham (Yohanes 8:39) atau Iblis (Yohanes 8:41, 44).

  3. Perbuatan mengungkapkan hubungan seseorang dengan Tuhan atau setan, dengan terang atau gelap
  4. Seperti halnya dengan asal usul, perbuatan mengungkapkan hubungan seseorang dengan terang keselamatan atau dengan kegelapan.

    Dan inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat.
    Sebab siapa yang berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak tampak.
    Namun, siapa yang melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah." (Yohanes 3:19-21 TB2)

    Seseorang bisa saja menyatakan bahwa dirinya mengasihi Tuhan Yesus, menyanyikan lagu pujian cinta kepada-Nya. Namun, pada akhirnya semuanya akan tampak nyata dari perbuatan-perbuatannya. Ingatlah bahwa perbuatan berbicara lebih keras daripada perkataan. Orang yang melakukan perbuatan yang jahat tidak mungkin mengasihi Tuhan, sebab jika ia mengasihi Tuhan maka ia akan melakukan yang benar dan ia akan datang kepada terang. Dengannya perbuatan-perbuatannya tampak nyata karena dilakukan dalam Allah yang adalah Terang itu sendiri. Sebaliknya mereka yang berbuat jahat membenci terang dan tidak mungkin datang kepada terang.

  5. Perbuatan menjadi dasar penilaian terhadap orang beriman
  6. Jika kita membaca dalam Wahyu 2-3, kita akan mendapat fakta bahwa Tuhan Yesus yang bangkit dari kematian, naik ke Surga dan duduk di sebelah kanan Bapa memberikan evaluasi terhadap kehidupan jemaat-jemaat berdasarkan perbuatan mereka.

    Jemaat Efesus dipuji karena jerih payah dan ketabahan mereka, ketidaksabaran mereka terhadap orang-orang jahat, bagaimana mereka menguji dan mendapati rasul palsu. Jemaat Efesus juga dipuji karena tabah dan sabar menderita karena nama Yesus serta tidak mengenal lelah. Namun demikian, mereka juga dicela Yesus karena telah meninggalkan kasih yang semula, yang menurut pemandangan Tuhan adalah sebuah kejatuhan yang dalam. Mereka disuruh untuk bertobat dan melakukan lagi sebagaimana mereka lakukan semula.

    Selain jemaat Efesus, keenam jemaat lainnya juga mendapatkan penilaian dari Tuhan Yesus atas dasar perbuatan mereka. Penilaian yang diberikan itu baik berupa pujian dan atau teguran. Hal ini menunjukkan adanya hubungan simbiosis antara perbuatan seseorang dan hubungan seseorang dengan Yesus.

  7. Perbuatan mempunyai nilai kekal
  8. Rasul Yohanes dengan inspirasi Roh Kudus menulis kepada jemaat dalam Wahyu 14:13 TB2,

    Kemudian aku mendengar suara dari surga berkata, “Tuliskan: Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini."
    "Sungguh," kata Roh, "supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka.

    Perbuatan orang saleh akan mengikuti mereka bahkan setelah kematian. Kita melihat bagaimana Roh Kudus menghormati dan menggunakan kesaksian perbuatan orang-orang percaya sekalipun mereka telah meninggal (misal para nabi Perjanjian Lama dan rasul Perjanjian Baru serta jemaat mula-mula).

Jika kita menyimak keempat ulasan singkat di atas, maka jelaslah bagi kita bagaimana perbuatan-perbuatan orang percaya memiliki makna yang penting. Kita tidak dapat mengesampingkan atau menyepelekan perbuatan kita sebagai orang percaya, sehingga adalah sebuah kesalahpahaman yang tragis jika kita menganggap karena anugerah maka perbuatan kita tidak memiliki arti apa-apa terhadap kehidupan kita.

Perbuatan-perbuatan orang percaya bukanlah sebuah bentuk legalisme. Perbuatan menjadi identitas kita sebagai orang percaya, sekaligus menjadi dasar penilaian terhadap orang percaya sebagaimana Tuhan Yesus lakukan kepada ketujuh jemaat dalam kitab Wahyu. Maranatha. (DL)

Kita diselamatkan karena anugerah bukan karena perbuatan. Hal ini sebagaimana disampaikan Paulus kepada jemaat di Efesus: Sebab karena anugerah kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu, supaya tidak ada orang yang memegahkan diri. (Efesus 2:8-9 TB2)