Persekutuan yang benar dengan Allah sumber segala kasih karunia (3)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 2 Mei 2023 05.05 oleh Leo (bicara | kontrib) (Penggantian teks - "| judul =" menjadi "| title=")
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Lompat ke: navigasi, cari
Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu. (1 Petrus 5:10)

Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah. (2 Korintus 3:5)

Ia menjadi Pengantara dari perjanjian yang lebih mulia, yang didasarkan atas janji yang lebih tinggi. (Ibrani 8:6)

Jika kita ingin hidup di dalam kasih karunia, kita harus mengenal “Allah sumber segala kasih karunia.” Ketika kita mengenal Dia, kerendahan hati dan iman akan tumbuh dalam hidup kita. Kedua hal itu akan menjadi semakin nyata dalam hidup kita saat kita semakin mengenal dia. Saat kita berjalan mengandalkan dia, kita hidup di dalam kasih karunia-Nya. Tuhan memberikan kasih karunia kepada mereka yang rendah hati (1 Petrus 5:5; Yakobus 4:6), dan iman adalah jalan masuk kepada kasih karunia (Roma 5:2; Roma 4:16). Alkitab memperlihatkan bahwa ada banyak cara untuk semakin mengenal Dia. Pada renungan yang lalu kita melihat bahwa hidup dalam Roh dan kuasa kebangkitan-Nya adalah dua dari kebenaran ini. Sekarang kita akan melihat dua cara berikutnya.

Hidup dengan kesanggupan yang dari Allah adalah sebuah kesempatan yang mulia untuk bersekutu dengan Dia dalam kerendahan hati dan iman. Cara pandang sorgawi ini dimulai dengan menyatakan ketidaksanggupan kita. “Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri.” Kita sebagai murid-murid Yesus tidak memiliki kesanggupan apapun untuk menghasilkan karakter yang serupa dengan Kristus dalam hidup kita. Yesus sendiri mengajarkan kebenaran ini. “Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yohanes 15:5b). Jika kita menerima kebenaran ini, maka kita berjalan dalam kerendahan hati di hadapan Tuhan. Langkah berikutnya adalah dengan menyatakan sumber kesanggupan yang kita butuhkan. “Kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah.” Hanya Allah-lah sumber kesanggupan kita untuk dapat hidup menghasilkan buah seperti yang dikehendaki-Nya. Yesus mengajarkan kebenaran ini juga. “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak” (Yohanes 15:5a). Jika kita menerima kebenaran ini, maka kita sedang berjalan dalam iman kepada Dia.

Hidup dalam janji-janji Allah adalah juga jalan untuk hidup dalam kerendahan hati dan iman kepada-Nya. “Ia menjadi Pengantara dari perjanjian yang lebih mulia, yang didasarkan atas janji yang lebih tinggi.” Janji-janji dalam hukum Taurat perjanjian lama bergantung kepada kesanggupan dan kesetiaan manusia. Janji-janji yang lebih baik dalam perjanjian baru kasih karunia bergantung kepada kesanggupan dan kesetiaan Tuhan. Abraham “penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan” (Roma 4:21). Sara “menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia” (Ibrani 11:11). Dengan rendah hati kita mengakui bahwa kita tidak sanggup untuk melakukan hukum Taurat. Sebaliknya, iman kita akan bangkit saat kita tahu bahwa kita dapat mengandalkan Tuhan untuk menggenapi semua janji-janji kasih karunia-Nya.

Doa

Allah sumber segala kasih karunia, dengan rendah hati aku mengakui bahwa aku hanya dapat hidup oleh karena kesanggupan yang Engkau berikan dan karena janji-janji-Mu. Dengan iman, aku menantikan Engkau untuk melakukan bagiku dan di dalam aku apa yang hanya Engkau dapat lakukan. Amin.

Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu. (1 Petrus 5:10)

Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah. (2 Korintus 3:5)

Ia menjadi Pengantara dari perjanjian yang lebih mulia, yang didasarkan atas janji yang lebih tinggi. (Ibrani 8:6)