Teladan Yesus dalam hal kasih karunia yang membentuk perkataan kita

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 29 November 2022 09.19 oleh Leo (bicara | kontrib)
Lompat ke: navigasi, cari

Engkau yang terelok di antara anak-anak manusia, kemurahan tercurah pada bibirmu, sebab itu Allah telah memberkati engkau untuk selama-lamanya.

Mazmur 45:3

Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang.

Kolose 4:6

Dalam dua renungan kita sebelumnya, kita melihat bagaimana Yesus menjadi contoh dari dua hal. Pertama, Ia memberikan teladan bahwa penderitaan mempersiapkan kita untuk menerima kelimpahan kasih karunia Allah di dalam hidup kita. Kedua, Ia memberikan contoh mengenai hubungan antara kasih karunia Allah dan pertumbuhan kerohanian kita. Sekarang kita akan melihat teladan Yesus mengenai kasih karunia bagi perkataan kita.

Beberapa abad sebelum Yesus datang ke dunia ini, pemazmur menubuatkan kata-kata kasih karunia yang akan mengalir dari Yesus sang Mesias.

Engkau yang terelok di antara anak-anak manusia, kemurahan tercurah pada bibirmu.

Kasih karunia Allah yang menuntun kata-kata yang keluar dari mulut Yesus, membuat perkataan-Nya lebih mulia dari pada orang-orang yang lain. Mereka yang mendengar Dia ketika Ia melayani di bumi bersaksi mengenai kebenaran itu.

Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya. (Lukas 4:22)

Salah satu hal yang istimewa dari perkataan Yesus adalah adanya kuasa yang mengikuti perkataan-Nya.

Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu mengajar di situ pada hari-hari Sabat. Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab perkataan-Nya penuh kuasa. (Lukas 4:31-32)

Pada satu titik dalam pelayanan-Nya, para pemimpin agama Yahudi memerintahkan pengawal Bait Suci untuk menangkap Yesus, tetapi mereka kembali tanpa hasil.

Maka penjaga-penjaga itu pergi kepada imam-imam kepala dan orang-orang Farisi, yang berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak membawa-Nya?" Jawab penjaga-penjaga itu: "Belum pernah seorang manusia berkata seperti orang itu!” (Yohanes 7:45-46)

Tuhan ingin agar kasih karunia yang sama ini menuntun perkataan kita. “Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih." Ketika dengan rendah hati kita mengizinkan Tuhan untuk membanjiri perkataan kita dengan kasih karunia-Nya, kata-kata kita akan dipengaruhi secara ilahi, tidak hambar. Kasih karunia-Nya juga akan memberikan hikmat ilahi kepada perkataan kita: “sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang." Artinya perkataan kita akan membangun dan memberkati orang lain, karena adanya aliran kasih karunia ke dalam hidup mereka.

Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia. (Efesus 4:29)

Doa

Tuhan Yesus, aku ingin berkata-kata seperti Engkau berkata-kata—penuh dengan kasih karunia Allah. Ampuni aku untuk banyak perkataanku yang keluar dari hikmat manusia dan kepentingan diri sendiri. Dengan rendah hati aku mohon agar Engkau menuntun perkataanku dengan kebenaran sorgawi dan kebijaksanaan Ilahi. Aku rindu untuk membimbing dan memberkati orang lain dengan kasih karunia. Di dalam nama-Mu yang kudus. Amin.

Engkau yang terelok di antara anak-anak manusia, kemurahan tercurah pada bibirmu, sebab itu Allah telah memberkati engkau untuk selama-lamanya. (Mazmur 45:3)

Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang. (Kolose 4:6)

Dalam dua renungan kita sebelumnya, kita melihat bagaimana Yesus menjadi contoh dari dua hal.