Gereja Bethel Indonesia: Perbedaan antara revisi

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
k (upd)
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Logo GBI.png|200px|right|Logo Gereja Bethel Indonesia]]
[[Berkas:Logo GBI.svg|200px|right|Logo Gereja Bethel Indonesia]]
 
'''Gereja Bethel Indonesia''', disingkat '''GBI''', adalah salah satu sinode gereja di Indonesia yang didirikan oleh [[Ho Lukas Senduk|Pdt Dr Ho Lukas Senduk]] pada 6 Oktober 1970. Sinode ini bernaung di bawah Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), dan juga merupakan anggota dari Dewan Pentakosta Indonesia (DPI) dan Persekutuan Injili Indonesia (PII).
'''Gereja Bethel Indonesia''', disingkat '''GBI''', adalah salah satu sinode gereja di Indonesia yang didirikan oleh [[Ho Lukas Senduk|Pdt Dr Ho Lukas Senduk]] pada 6 Oktober 1970. Sinode ini bernaung di bawah Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), dan juga merupakan anggota dari Dewan Pentakosta Indonesia (DPI) dan Persekutuan Injili Indonesia (PII).


Baris 184: Baris 183:
{{utama|Logo Gereja Bethel Indonesia}}
{{utama|Logo Gereja Bethel Indonesia}}


[[Berkas:Logo GBI.png|200px|right|Logo Gereja Bethel Indonesia]]
[[Berkas:Logo GBI.svg|200px|right|Logo Gereja Bethel Indonesia]]


Arti keseluruhan logo GBI adalah '''Gereja Bethel Indonesia''' dipanggil untuk bersekutu dan memberitakan Injil ke seluruh dunia dengan penuh semangat oleh kuasa Roh Kudus, pengorbanan dan kesetiaan dalam kekudusan dan kebenaran untuk kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja.
Arti keseluruhan logo GBI adalah '''Gereja Bethel Indonesia''' dipanggil untuk bersekutu dan memberitakan Injil ke seluruh dunia dengan penuh semangat oleh kuasa Roh Kudus, pengorbanan dan kesetiaan dalam kekudusan dan kebenaran untuk kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja.

Revisi per 11 Juli 2018 09.10

Logo Gereja Bethel Indonesia

Gereja Bethel Indonesia, disingkat GBI, adalah salah satu sinode gereja di Indonesia yang didirikan oleh Pdt Dr Ho Lukas Senduk pada 6 Oktober 1970. Sinode ini bernaung di bawah Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), dan juga merupakan anggota dari Dewan Pentakosta Indonesia (DPI) dan Persekutuan Injili Indonesia (PII).

Gereja Bethel Indonesia juga merupakan mitra penuh Church of God di Indonesia sejak ditandatanganinya perjanjian persekutuan (amalgamation agreement) pada 5 Februari 1967 di Jakarta (oleh Pdt HL Senduk, Dr The Sian King, Pdt Ong Ling Kok, Pdt Koe Soe Liem, dan Pdt AI Palealu) dan pada 9 Maret 1967 di Cleveland, Tennessee (oleh Pdt HL Senduk dengan Ketua Umum Church of God saat itu, Dr Charles W Conn). Dengan perjanjian ini, maka para pendeta atau misionaris Church of God yang melayani di Indonesia akan menjadi pejabat yang sah dalam Sinode GBI, dan demikian pula sebaliknya setiap pejabat GBI menjadi anggota Majelis Umum COG dengan suara penuh. Nama GBI dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Bethel Church of God.

Keberhasilan Church of God di Indonesia bukanlah hasil dari misionaris asing, walaupun ada banyak misionaris Church of God yang melayani sebagai Guru dan Penginjil yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan pekerjaan Tuhan ini. Keberhasilan Gereja Bethel Indonesia sebagai persekutuan Church of God di Indonesia adalah hasil dari kepemimpinan Pdt HL Senduk yang memiliki visi kepemimpinan rohani yang visioner sejak pertama kali Gereja berdiri hingga ia meninggal pada tahun 2008.[1]

Sejarah pendirian

Berikut adalah sejarah perjalanan umum gereja pentakosta di Indonesia dan perjalanan Pdt HL Senduk dan rekan-rekan sebagai pendeta di Gereja Pentakosta, kemudian memisahkan diri untuk membentuk Gereja Bethel Injil Sepenuh pada tahun 1952, dan pemisahan kembali hingga berdirinya Gereja Bethel Indonesia pada tahun 1970.

Gereja Pantekosta

1921, Pendeta WH Offiler dari Bethel Pentecostal Temple Inc., Seattle, Washington, Amerika Serikat, mengutus dua orang misionarisnya ke Indonesia, dengan payung Bethel Temple Mission, yaitu Rev Cornelius Groesbeek dan Rev Richard Van Klaveren, keturunan Belanda yang berimigrasi ke Amerika. Mereka memulai pemberitaan injilnya di Bali.

1922, Pelayanan Groesbeek dan Van Klaveren beralih ke Surabaya.

1923, Pelayanan berpindah kota minyak Cepu, Jawa Tengah. Di Cepu, mereka bertemu dengan FG Van Gessel, seorang Kristen Injili yang bekerja di Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), sebuah perusahaan minyak Belanda. Van Gessel pada tahun sebelumnya telah bertobat dan menerima hidup baru dalam kebaktian Vrije Evangelisatie Bond yang dipimpin oleh Ds CH Hoekendijk (ayah dari Karel Hoekendijk). Groosbeek kemudian menetap di Cepu dan melayani kebaktian bersama-sama dengan Van Gessel. Sementara itu, Van Klaveren pindah ke Lawang, Jawa Timur. Di Cepu ini, banyak terjadi pertobatan dan kepenuhan Roh Kudus, di antaranya HN Runkat, J Repi, A Tambuwun, J Lumenta, E Lesnusa, GA Yokom, R Mangindaan, W Mamahit, SIP Lumoindong, dan AE Siwi, yang kemudian menjadi pionir-pionir pergerakan Pantekosta di Indonesia.

Januari 1923, Nyonya Van Gessel sebagai wanita yang pertama di Indonesia menerima Baptisan Roh Kudus, disusul suaminya beberapa bulan setelahnya.

19 Maret 1923, berdiri "Vereninging de Pinkstergemeente in Nederlandsch Oost Indie" (Jemaat Pentakosta di Hindia Timur Belanda).

30 Maret 1923, pada hari raya Jumat Agung, jemaat Cepu yang masih kecil ini mengadakan Baptisan Air yang pertama kali. Groesbeek mengundang Rev J Thiessen dan Weenink Van Loon dari Bandung untuk turut hadir dalam pelayanan baptisan air yang pertama ini. Sebanyak 15 jiwa baru dibaptiskan pada hari itu. Dalam kebaktian-kebaktian bersama itu, 10 anggota lagi menerima Baptisan Roh Kudus, banyak orang sakit mengalami kesembuhan secara mujizat. Karunia-karunia Roh Kudus dinyatakan secara ajaib di tengah-tengah jemaat. Inilah permulaan dari kegerakan Pantekosta di Indonesia.

4 Juni 1924, karena kemajuannya yang pesat, Pemerintah Hindia Belanda mengakui eksistensi jemaat Pantekosta ini sebagai sebuah Vereeniging (perkumpulan) yang sah. Oleh kuasa Roh Kudus serta semangat pelayanan yang tinggi, maka jemaat-jemaat baru mulai bertumbuh dimana-mana.

Kemudian Groesbeek pindah ke Surabaya, dan Van Gessel yang telah menjadi Evangelis meneruskan kepemimpinan Jemaat Cepu.

April 1926, Groesbeek dan Van Klaveren berpindah lagi ke Batavia (Jakarta). Van Gessel merasakan panggilan Tuhan dan meletakkan jabatannya sebagai Pegawai Tinggi di BPM untuk pindah dan memimpin Jemaat Surabaya.

1932, Jemaat Surabaya membangun gedung Gereja berkapasitas 1000 tempat duduk dan menjadi gereja terbesar di Surabaya pada waktu itu.

1935, Van Gessel mulai mulai meluaskan pelajaran Alkitab yang disebutnya "Studi Tabernakel". Dalam tahun yang sama, Bethel Pentecostal Temple, Seattle, mengutus beberapa misionaris lagi. Satu di antaranya adalah W.W. Patterson yang membuka Sekolah Akitab di Surabaya, Netherlands Indies Bible Institute (NIBI). Para misionaris ini kemudian membuka Sekolah Alkitab di berbagai tempat sesudah pecah Perang Dunia kedua.

1937, Jemaat yang dipimpin Van Gessel bertumbuh dan berkembang pesat dengan membuka cabang-cabang di mana-mana.

4 Juni 1937, dengan pesatnya perkembangan jemaat ini, Pemerintah meningkatkan pengakuannya kepada pergerakan Pantekosta menjadi "Kerkgenootschap" (badan hukum gereja) berdasarkan Staatblad 1927 nomor 156 dan 523 dengan Beslit Pemerintah No 33 tanggal 4 Juni 1937 Staadblad nomor 768, nama "Pinkstergemeente" berubah menjadi "De Pinksterkerk in Nederlansch Oost Indie" ("Gereja Pantekosta di Hindia Timur Belanda").

Maret 1938, keluarga Ralph Mitchell Devin dan istrinya, Edna Lucy Devin, tiba di Makassar, Hindia Belanda, sebagai misionaris swadana dan kemudian melayani di Ambon, Maluku, bersama-sama dengan cabang Pinksterkerk di sana.

September 1938, Ralph Devin memisahkan diri dari Pinksterkerk karena ketidakcocokan cara ibadah dan keyakinan doktrinal, dan kemudian mendirikan "Bethel Indies Mission" yang kemudian pada tahun 1951 secara resmi menjadi "Assemblies of God in Indonesia" atau "Gereja Sidang-sidang Jemaat Allah" (GSJA).

1942, setelah Perang Dunia kedua dimulai, pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, nama Belanda "Pinksterkerk in Nederlansch Indie" diubah menjadi "Gereja Pantekosta di Indonesia" (GPdI). Jemaat gereja yang seharusnya menjaga jarak dari sikap politik yang terpecah belah, mulai terjebak dalam nasionalisme yang tengah berkobar-kobar saat itu. Roh nasionalisme juga berkobar-kobar meliputi suasana kebaktian dalam gereja-gereja Pantekosta. Van Gessel menyadari bahwa ia tidak bisa lagi bertindak sebagai pemimpin, dan kepemimpinan gereja harus diserahkan kepada orang Indonesia. HN Runkat pun terpilih sebagai Ketua Badan Pengoeroes Oemoem (Majelis Pusat) Gereja Pantekosta di Indonesia untuk menggantikan Van Gessel.

Gereja Bethel Injil Sepenuh

Pdt Prof Dr Ho Lukas Senduk

1952, kondisi rohani Gereja Pantekosta pada saat itu menyebabkan ketidakpuasan di sebagian kalangan pendeta-pendeta Gereja tersebut. Ketidakpuasan ini juga ditambah lagi dengan kekuasaan otoriter dari Majelis Pusat Gereja. Akibatnya, sekelompok pendeta yang terdiri dari 22 orang, memisahkan diri dari organisasi Gereja Pentakosta, di antaranya adalah Van Gessel dan Pdt Ho Liong Seng (Ho Lukas Senduk).

21 Januari 1952, kelompok pendeta yang memisahkan diri dari GPdI ini kemudian membentuk sebuah organisasi gereja baru yang bernama "Badan Persekutuan Gereja Bethel Injil Sepenuh" (BP GBIS). Van Gessel dipilih menjadi "Pemimpin Rohani" dan HL Senduk ditunjuk menjadi "Pemimpin Organisasi" (Ketua Badan Penghubung, BP). Senduk berperan sebagai Pendeta dari jemaat di Jakarta, sedangkan Van Gessel memimpin jemaatnya di Jakarta dan Surabaya.

31 Januari 1953, pemerintah melalui Kementerian Agama mengesahkan Badan Persekutuan GBIS dengan keputusan No A/VII/16 tanggal 31 Januari 1953.

1954, Van Gessel meninggalkan Indonesia dan pindah ke Irian Jaya (waktu itu masih di bawah Pemerintahan Belanda). Jemaat Surabaya diserahkannya kepada menantunya, Pdt C Totays. Di Hollandia (sekarang Jayapura), Van Gessel membentuk suatu organisasi baru yang bernama Bethel Pinkesterkerk (sekarang Bethel Pentakosta).

1955, Misionaris Dalraith N Walker dari Church of God (Cleveland, Tennessee, Amerika Serikat) mengadakan kontak dengan Pdt Ho Lukas Senduk.[1]

1957, Van Gessel meninggal dunia dan kepemimpinan Jemaat Bethel Pinkesterkerk diteruskan oleh Pdt C Totays.

1958, Pdt HL Senduk bertemu dengan Rev Paul H Walker, Executive Secretary Church of God World Missions (COGWM), dalam acara World Pentecostal Conference di Toronto, Kanada. Pada tahun yang sama, Pdt HL Senduk bergabung dan ditahbiskan sebagai anggota Church of God. Sejak itu, Pdt HL Senduk memiliki visi agar gereja di Indonesia dan Amerika dapat bekerja sama sebagai sebuah persekutuan. Tapi visi ini belum dapat teralisasi karena Indonesia saat itu masih dalam belenggu komunisme.[1]

1962, sesudah Irian Jaya diserahkan kembali kepada Pemerintah Indonesia, maka semua warga negara Kerajaan Belanda harus kembali ke negerinya. Jemaat berbahasa Belanda di Hollandia ditutup, tetapi jemaat-jemaat berbahasa Indonesia berjalan terus di bawah pimpinan Pendeta-pendeta Indonesia.

Perjanjian kerja sama dengan Church of God

Church of God, Cleveland, Tennessee

1966, James L Slay, Field Representative dari COGWM mendapatkan dari Pdt Senduk bahwa waktunya telah tepat untuk membangun kerja sama dan persekutuan antara gereja pentakosta Church of God (COG), Amerika Serika, dengan gereja yang dipimpin oleh Pdt Senduk.[1]

1967, Dr Charles W Conn (General Overseer COG) bersama dua Pendeta dari COG lainnya, C Raymond Spain dan WE Johnson, datang ke Jakarta untuk bertemu dengan Pdt Senduk dan Komite Eksekutif GBIS saat itu. Selama tiga hari, kedua belah pihak berdiskusi/bernegosiasi mengenai perjanjian-perjanjian persekutuan yang akan dilakukan, meskipun ada perbedaan bahasa dan budaya.

5 Februari 1967, setelah menyetujui poin-poin perjanjian, hubungan kerja sama dengan Church of God ini diresmikan dalam bentuk sebuah Perjanjian Peleburan (Amalgamation Agreement), yang ditandatangani di Jakarta dari pihak GBIS: Pdt HL Senduk, Dr The Sian King, Pdt Ong Ling Kok, Pdt Koe Soe Liem, dan Pdt AI Palealu; dan ketiga pejabat dari COG tersebut.[1]
Dalam perjanjian ini, kedua denominasi, COG dan GBIS, menjadi mitra penuh dan setara. Nama GBIS dalam bahasa Inggris menurut perjanjian ini menjadi "Bethel Full Gospel Church of God".
Selanjutnya, setiap Pendeta atau Misionaris Church of God yang sah yang akan melayani di Indonesia akan menjadi anggota Majelis Besar GBIS, dan sebaliknya setiap Pendeta GBIS yang sah akan menjadi anggota Majelis Besar COG dengan suara penuh.
Penandatanganan perjanjian ini dengan segera menimbulkan pro dan kontra di dalam tubuh GBIS.
Pihak yang pro-amalgamation berpendapat bahwa:
  • Hubungan ini adalah sepenuhnya tidak lebih dari sekedar hubungan kemitraan. GBIS tetap duduk sama tinggi dan duduk sama rendah dengan COG.
  • Hubungan kemitraan ini adalah hal yang sangat menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan GBIS karena COG akan membantu GBIS secara finansial. Di antaranya dengan menyediakan dana untuk membangun Seminari Bethel di Jakarta, sebuah lembaga Alkitab yang setara dengan Perguruan Tinggi.
Pihak yang menentang amalgamation menuduh bahwa BP GBIS saat itu telah menjual GBIS kepada COG, dengan menjadikan GBIS sebagai bagian atau dilebur dalam COG. Pro-kontra perjanjian amalgamation ini semakin berkembang dengan munculnya isu-isu bahwa ada aliran uang di balik perjanjian ini yang hanya dinikmati oleh orang-orang yang dekat dengan elit BP. Akibatnya timbul kecurigaan yang semakin kuat bahwa tujuan amalgamation tersebut adalah untuk mendapatkan keuntungan material belaka, yang hanya menguntungkan kelompok-kelompok tertentu saja. Apalagi, menurut pihak yang kontra terhadap perjanjian amalgamation ini, Yayasan Bethel yang dibentuk dalam rangka amalgamation tersebut, pengurus-pengurusnya adalah "orang-orang dekat" Ketua BP Pdt HL Senduk, dan menyebabkan kecurigaan mengenai ke mana larinya dana dari COG.

Skisma GBIS

21 Juni 1968, diadakan Sidang Majelis Besar (SMB) X. Dalam SMB X ini, diupayakan untuk menjernihkan persoalan-persoalan yang masih menggantung. Namun rupanya upaya tersebut pun belum mampu menyelesaikan masalah ini secara tuntas. Bahkan bayang-bayang perpecahan dalam tubuh GBIS telah mulai nampak.

1968, Pdt HL Senduk dianugerahi gelar Doctor of Divinity dari American Divinity School, Chicago, Amerika Serikat.

17-19 Juli 1969, Badan Penasehat GBIS mengadakan pertemuan di Parat, Danau Toba, karena memandang Badan Penghubung GBIS telah melakukan penyelewengan dan melanggar Tata Gereja. Pertemuan Badan Penasehat ini dihadiri oleh Pdt JL Pardede (alm), Pdt BH Pardede (alm), Pdt JSAO Papilaya (alm), Pdt S Chandrabuana Chr (alm), Pdt J Setiawan (alm), Pdt Bagenda (alm), dan Pdt A Simangunsong (alm). Dalam pertemuan yang kontroversial ini, Badan Penasehat mengeluarkan keputusan untuk memecat Pdt Dr HL Senduk dan kawan-kawan, serta menetapkan Pdt J Setiawan selaku Ketua Badan Penghubung GBIS yang berkantor di Solo.

Akibatnya, muncul dualisme kepemimpinan dalam tubuh GBIS. Kelompok pertama adalah kelompok Jakarta yang tetap mengakui Pdt Dr HL Senduk selaku ketua BP GBIS, dan kelompok kedua adalah kelompok Solo yang mengakui Pdt J Setiawan selaku ketua BP GBIS. Selama beberapa waktu, hampir setiap hari surat-surat dikirim ke seluruh petugas yang isinya pernyataan-pernyataan dari kedua BP GBIS, baik yang bersifat penjelasan maupun yang bersifat "serangan" balik atas masing-masing pernyataan. Suasana keprihatinan menguasai para petugas GBIS melihat terjadinya kemelut dalam Badan Persekutuan yang sedang berkembang pesat ini. Di luar kelompok pro dan kontra ini, akhirnya ada kelompok yang memutuskan pindah ke organisasi lain, misal GBIS Mojokerto, yang bergabung dengan GIA.
Oleh karena segala upaya untuk menyelesaikan tidak berhasil, maka dengan kelompok Solo GBIS mulai melibatkan pemerintah dalam masalah ini.

16 Mei 1970, pemerintah c.q. Menteri Agama RI turut campur tangan dalam penyelesaian konflik intern GBIS tersebut, dengan mengeluarkan keputusan Menteri Agama No 68 tahun 1970 tanggal 16 Mei 1970 yang antara lain memutuskan bahwa pemerintah mengakui jemaat GBIS yang menolak perjanjian Amalgamation dengan Church of God.

Kelompok Solo juga diakui oleh pemerintah sebagai Badan Persekutuan yang sah, dan dengan demikian Pdt J Setiawan diakui pemerintah sebagai Ketua Badan Penghubung GBIS yang sah. Dengan terbitnya keputusan ini, Pdt Dr HL Senduk harus meninggalkan organisasi GBIS.

Gereja Bethel Indonesia

6 Oktober 1970, Pdt Dr HL Senduk dan rekan-rekannya membentuk sebuah organisasi Gereja baru bernama Gereja Bethel Indonesia (GBI) di kota Sukabumi, Jawa Barat.

9 Desember 1972, Gereja Bethel Indonesia diakui oleh Pemerintah secara resmi melalui Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 41 tanggal 9 Desember 1972 sebagai sebuah Kerkgenootschap (badan hukum gereja) yang berhak hidup dan berkembang di bumi Indonesia. Gereja ini memulai organisasinya dengan 129 pendeta[2] dan kurang dari 20 gereja jemaat.[3]

2007, Ketua Umum Sinode GBI, Pdt Dr Jacob Nahuway, MA dan para pejabat Sinode menetapkan sebuah sasaran hingga tahun 2017 telah ada 10.000 gereja GBI dengan pertambahan 1 juta jemaat baru.[1]

6 Oktober 2009, jumlah gereja jemaat GBI telah mencapai lebih dari 4600, yang tersebar di seluruh pelosok tanah air dan luar negeri, dengan jumlah pejabat telah mencapai lebih kurang 15000 orang (terdiri dari Pdt, Pdm, dan Pdp).[2]

6 Oktober 2010, dalam ulang tahun GBI ke-40, GBI telah memiliki 5048 gereja, 2456 misi, 10.092 pejabat, dan sekitar 2,5 juta jemaat.[1]

6 Oktober 2016, dalam ulang tahun GBI ke-46, GBI telah memiliki sekitar 5608 gereja (jemaat lokal) dengan 17.371 orang pejabat, tersebar di seluruh dunia.

Pengakuan Iman

Pengakuan iman Gereja Bethel Indonesia[4]

Aku percaya bahwa:

Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Allah yang diilhamkan oleh Roh Kudus.

Allah yang Maha Esa itulah Allah Tritunggal yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus, tiga pribadi di dalam Satu.

Yesus Kristus adalah Anak Allah yang Tunggal yang dilahirkan oleh Perawan Maria yang dinaungi oleh Roh Kudus, bahwa Yesus telah disalibkan, mati, dikuburkan dan dibangkitkan pada hari yang ketiga dari antara orang mati, bahwa Ia telah naik ke Surga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa sebagai Tuhan, Juruselamat, dan pengantara kita.

Semua manusia sudah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah sehingga harus bertobat dan berpaling kepada Allah untuk menerima pengampunan dosa.

Pembenaran dan kelahiran baru terjadi karena iman di dalam darah Yesus Kristus yang dikerjakan oleh Roh Kudus.

Setiap orang yang bertobat harus dibaptis secara selam dalam Nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, yaitu dalam Nama Tuhan Yesus Kristus.

Penyucian hidup adalah buah kelahiran baru karena percaya dalam darah Yesus Kristus yang dikerjakan oleh kuasa Firman Allah dan Roh Kudus; karena itu kesucian adalah asas dan prinsip hidup umat Kristen.

Baptisan Roh Kudus adalah karunia Tuhan untuk semua orang yang telah disucikan hatinya; tanda awal baptisan Roh Kudus adalah berkata-kata dengan bahasa roh sebagaimana diilhamkan oleh Roh Kudus.

Perjamuan Kudus dilakukan setiap kali untuk meneguhkan persekutuan kita dengan Tuhan dan satu dengan yang lain.

Kesembuhan ilahi tersedia dalam korban penebusan Yesus untuk semua orang yang percaya.

Tuhan Yesus Kristus akan turun dari sorga untuk membangkitkan semua umat-Nya yang telah mati dan mengangkat semua umat-Nya yang masih hidup lalu bersama-sama bertemu dengan Dia di udara, kemudian Ia akan datang kembali bersama orang kudus-Nya untuk mendirikan Kerajaan Seribu Tahun di bumi ini.

Pada akhirnya semua orang mati akan dibangkitkan, orang benar akan bangkit pada kebangkitan yang pertama dan menerima hidup kekal, tetapi orang jahat akan bangkit pada kebangkitan yang kedua dan menerima hukuman selama-lamanya.

Logo Gereja Bethel Indonesia

Arti keseluruhan logo GBI adalah Gereja Bethel Indonesia dipanggil untuk bersekutu dan memberitakan Injil ke seluruh dunia dengan penuh semangat oleh kuasa Roh Kudus, pengorbanan dan kesetiaan dalam kekudusan dan kebenaran untuk kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja.

Badan Pekerja Sinode

Kegiatan sehari-hari Sinode dipimpin oleh "Badan Pekerja Harian" (BPH) yang terdiri atas Ketua Umum dan beberapa ketua, Sekretaris Umum dan beberapa sekretaris, Bendahara Umum dan beberapa bendahara, serta Ketua-Ketua Departemen.

Ketua Umum Sinode GBI untuk periode kerja 2008-2012 adalah Pdt Dr Jacob Nahuway, MA yang dibantu oleh Sekretaris Umum Pdt H Ferry Haurissa Kakiay, STh dan Bendahara Umum Pdt Ir Arwijanto Tjokro. Kepengurusan GBI ini terpilih dalam Sidang Sinode XIV yang berlangsung pada tanggal 21-24 Oktober 2008.

Departemen-departemen yang membantu dalam BPH adalah Departemen Theologia, Departemen Pendidikan, Departemen Wanita, Departemen Pemuda dan Anak, Departemen Media dan Litbang, Departemen Pekabaran Injil, Departemen Misi, Departemen Pelayanan Masyarakat, Departemen Hukum dan Advokasi, Departemen Gereja dan Masyarakat, Departemen Usaha dan Dana, dan Departemen Hubungan Luar Negeri.

Program kerja Badan Pekerja Harian GBI 2008-2012 difokuskan pada 5 Pilar, yaitu:

  1. Organisasi dan kepemimpinan
  2. Teologi dan pendidikan
  3. Pekabaran Injil dan misi
  4. Pembinaan keluarga dan generasi muda
  5. Pemberdayaan masyarakat

Kelima Pilar tersebut merupakan keputusan dari badan tertinggi Gereja Bethel Indonesia yaitu pada Sidang Sinode Raya GBI XIV yang berlangsung di Senayan pada bulan Oktober 2008.

Sinode baru

Seperti GBI yang merupakan sinode yang lahir dari tubuh Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) dan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI), maka dari tubuh Sinode GBI juga lahir beberapa sinode-sinode baru, di antaranya:

  1. Gereja Bethany Indonesia
  2. Gereja Mawar Sharon
  3. Gereja Tiberias Indonesia
  4. Gereja Berita Injil

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e f g Church of God World Mission (31 Oktober 2011). "Indonesia". Asia/Pacific Region. Church of God World Mission. Diakses pada 09 November 2011.
  2. ^ a b Mia (18 September 2009). "Sejarah GBI". Ministry. GBI Kapernaum. Diakses pada 11 April 2010.
  3. ^ Raymondnelson (6 Mei 2009). "Sejarah Singkat Gereja Bethel Indonesia". Sinode GBI. Diakses pada 11 April 2010.
  4. ^ Raymondnelson (23 Agustus 2009). "Pengakuan Iman". BPH GBI. Sinode GBI. Diakses pada 11 April 2010.

Referensi untuk bagian sejarah pendirian:

Pranala luar