Apakah orang Kristen pasti berbuah? (Sikap teologis)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
Logo OSP.png
Sikap teologis
GBI Jalan Gatot Subroto
Tanggal06 Desember 2020
PenulisPdp Rudy Limuria, MA, CFP
Video Voice of Pentecost 26 (Bryan Colin Njotorahardjo )
Unduh Unduh OSP

“Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.” (Galatia 5:22-23)

Secara biologi, buah adalah sesuatu yang dihasilkan oleh sebuah pohon sebagai bagian dari proses pertumbuhan. Semua buah secara alamiah mengandung benih dari pohonnya dan beberapa jenis buah juga memiliki bagian yang dapat dimakan oleh manusia.

Dalam kondisi normal, buah dari sebuah pohon muncul secara alamiah pada waktunya. Buah sebuah pohon sebenarnya ditujukan sebagai cara untuk pohon tersebut menyebarkan benihnya. Buah akan dimakan oleh binatang atau manusia, kemudian benih yang jatuh ke tanah akan tumbuh menjadi pohon yang lain. Jadi, buah sebuah pohon adalah cara untuk pohon tersebut bermultiplikasi.

Di dalam Alkitab, hidup orang percaya beberapa kali digambarkan seperti sebuah pohon (Mazmur 1:1-3)[1], artinya sesuatu yang ditanam kemudian bertumbuh dan akhirnya menghasilkan buah. Dalam hal ini, buah adalah sesuatu yang keluar dari hidup orang percaya setelah menerima pertumbuhan dari Roh Kudus, yang kemudian dinikmati oleh orang lain sehingga orang tersebut pada akhirnya juga bisa mengalami kehidupan yang sama.

I. Apa itu buah Roh?

Seseorang ketika lahir baru dan mempunyai iman percaya kepada Yesus sebagai sang juru selamat, maka orang itu akan mengalami transformasi dalam hidupnya. Perubahan dari arah suka akan dosa, tahap demi tahap, berubah menjadi cinta akan kebenaran. Transformasi tersebut dikerjakan oleh Roh Kudus yang ada di dalam setiap orang percaya. Roh Kudus merupakan pribadi Allah. Dalam Bahasa Yunani, Roh Kudus juga dikenal sebagai ‘Parakletos’ yang artinya “seorang yang dipanggil atau diutus untuk menolong orang lain[2] (Yohanes 14:26, “tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.”). Roh Kudus adalah pribadi Allah yang memiliki pikiran, perasaan dan kehendak.

Jika kita ijinkan Roh Kudus bekerja dengan leluasa, maka Dia akan bekerja keluar dengan memberikan karunia-karunia Roh untuk melayani, dan ke dalam dengan memanifestasikan sifat-sifat dari Allah melalui perilaku kehidupan orang percaya. Manifestasi Roh tersebut kita sebut dengan Buah Roh (Galatia 5:22-23). Buah Roh bukan sifat alamiah tetapi karakter orang percaya yang diperbaharui karena melekat pada Kristus (Yohanes 15:5) dan ini merupakan tanda kedewasaan rohani. Jadi buah roh itu adalah bukti dari hasil kerja Roh Kudus yang dapat kita lihat dari kehidupan seorang percaya.

Pada saat yang sama buah Roh juga merupakan standar karakter yang bisa dipakai oleh orang Kristen dalam mengukur perjalanan kedewasaan rohaninya. Dalam Roma 12:2 Paulus menasihatkan orang Kristen untuk tidak menjadi serupa dengan dunia ini, kita harus berubah. Pertanyaannya berubah ke arah mana? Rasul Paulus memberikan petunjuknya dalam Roma 8:29,

“Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara."

Kata Yunani untuk “gambar” dalam ayat tersebut adalah “eikon”, kata yang sama yang digunakan dalam terjemahan Yunani Septuaginta untuk ayat Kejadian 1:26 yaitu bahwa kita dijadikan menurut gambar dan rupa Allah. Pada awalnya manusia diciptakan segambar dengan Allah dan karena kejatuhan manusia dalam dosa maka sekarang manusia harus mengembalikan gambarnya kepada Allah yang dicerminkan dalam pribadi Yesus.

Menurut David Guzik, manusia dijadikan menurut gambar dan rupa Allah memiliki pengertian bahwa mereka memiliki kepribadian, moralitas dan kemampuan rohani untuk bersekutu dengan Allah[3] . Manifestasi dari buah roh mencerminkan karakteristik dari orang yang serupa dengan Kristus. Bahkan bukan suatu kebetulan jika kata “karakter” yang kita gunakan untuk menjelaskan perilaku seseorang, berasal dari bahasa Yunani “charakter” yang juga diterjemahkan menjadi kata “gambar” dalam Ibrani 1:3a,

“Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan.”

Munculnya karakter ini tidak terjadi secara instan tetapi melalui sebuah proses. Sama seperti buah pada sebuah pohon, tidak akan langsung muncul dalam kondisi matang, tetapi melalui sebuah proses. Jadi, buah Roh adalah karakter yang akan muncul secara progresif bagi seseorang yang sudah menerima Roh Kudus yang tinggal di dalam hidupnya sejak ia lahir baru (Efesus 1:13-14), yang semakin lama semakin serupa dengan Kristus.

Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar. (2 Korintus 3:18)

II. Apakah seseorang bisa menunjukkan nilai-nilai kebaikan tanpa pendiaman Roh Kudus?

Untuk bisa berbuat baik atau menunjukkan nilai-nilai seperti yang nampak dari manifestasi Buah Roh, seseorang tidak harus mengenal Roh Kudus. Orang dunia banyak berbuat kebaikan bahkan terlihat seperti lebih baik daripada orang percaya. Semua orang, di mana pun dia dibesarkan, dalam budaya apapun atau keluarga apapun, bisa menerima dan menyetujui prinsip-prinsip Buah Roh. Tidak heran jika dikatakan bahwa “…Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu (Galatia 5:23). Namun demikian ada perbedaan yang mendasari prinsip-prinsip dari buah roh tersebut antara orang percaya dan orang dunia.

Bagi orang percaya, di mana hidupnya didiami (indwelled) dan dituntun oleh Roh Kudus, prinsip-prinsip buah roh dilakukannya untuk memuliakan Tuhan. Semua ditujukan untuk menyenangkan Dia. Firman Tuhan menjadi standar untuk prinsip tersebut. Tetapi buat orang dunia, yang hidupnya dikuasai oleh kedagingan, prinsip perbuatan baiknya didasari oleh pemahaman orang itu sendiri. Motivasi orang yang melakukan kebaikan umumnya didasarkan pada keuntungan pribadi.

No Manifestasi Buah Roh Bagi orang percaya[4] Bagi orang dunia
1 Kasih (Agape) Kasih Ilahi yang memberi tanpa pamrih. Selalu mengupayakan yang terbaik kepada orang lain (Roma 5:5; 1 Korintus 13; Efesus 5:2; Kol 3:14). Kasih yang memperhatikan dan mencari yang terbaik sepanjang bisa memberikan keuntungan pribadi.
2 Sukacita (Chara) Perasaan senang yang berlandaskan kasih, kasih karunia, berkat, janji, dan kehadiran Allah yang dimiliki orang percaya pada Kristus (Mazmur 119:16; 2 Korintus 6:10; 2 Korintus 12:9; 1 Petrus 1:8) Perasaan senang berlandaskan hasil prestasi, pencapaian, terpenuhinya suatu keinginan/harapan, dan sesuatu kesenangan yang orang lain lakukan kepadanya.
3 Damai sejahtera (Eirene) Ketenangan hati dan pikiran yang berlandaskan pengetahuan bahwa semua beres di antara orang percaya dengan Bapanya di Sorga (Roma 15:33; Filipi 4:7; 1 Tesalonika 5:23; Ibrani 13:20) Ketenangan hati dan pikiran berlandaskan tercapainya suatu kekuasaan, jaminan hidup, atau kekayaan.
4 Kesabaran (makrothumia) Ketabahan, panjang sabar, tidak mudah marah, atau tidak putus asa (Efesus 4:2; 2 Timotius 3:10; Ibrani 12:1) Tabah, tenang tetapi ada batasnya.
5 Kemurahan (chrestotes) Tidak mau menyakiti orang lain atau menyebabkan penderitaan (Efesus 4:32; Kolose 3:12; 1 Petrus 2:3) Bermurah hati dan tidak menyakiti orang lain karena ada hukum yang mencegahnya atau demi nama baik dan keuntungan pribadi.
6 Kebaikan (agathosune) Bergairah akan kebenaran dan keadilan serta membenci kejahatan; dapat terungkap dalam perbuatan baik (Lukas 7:37-50) atau dalam menegur dan memperbaiki kejahatan (Markus 21:12-13) Bergairah akan kebenaran dan keadilan yang sifatnya sangat relatif/subyektif.
7 Kesetiaan (pistis) Kesetiaan yang teguh dan kokoh terhadap orang yang telah dipersatukan dengan kita oleh janji, komitmen, sifat layak dipercayai dan kejujuran (Matius 23:23; Roma 3:3; 1 Timotius 6:12; 2 Timotius 2:2; Titus 2:10) Setia sepanjang bisa menguntungkan.
8 Kelemahlembutan (prautes) Pengekangan yang berpadu dengan kekuatan dan keberanian. Ini menggambarkan seorang yang bisa marah pada saat diperlukan dan bisa tunduk dengan rendah hati apabila itu diperlukan (2 Timotius 2:25; 1 Petrus 3:15; Matius 11:29; 2 Korintus 10:1; Keluaran 32:19-20) Seringkali dianggap merupakan suatu bentuk kelemahan.
9 Penguasaan diri (egkrateria) Menguasai keinginan dan nafsu, diri sendiri antara lain dari: perselingkuhan, uang, rakus dan kesucian hidup (1 Korintus 7:9; 1 Korintus 9:25; Titus 1:8, 2:5; 1 Timotius 6:10) Menguasai keinginan, tidak tergesa-gesa demi suatu keuntungan pribadi dan mengambil kesempatan yang lebih besar jika ada peluang.

III. Apakah orang yang kelihatan berbahasa roh (glossolalia) pasti menunjukkan buah Roh dalam kehidupannya?

Seseorang bisa saja berdoa dengan sering berbahasa roh dalam pertemuan-pertemuan ibadah, tetapi hidupnya sama sekali masih sarat dengan kedagingan dan tidak menunjukkan tanda-tanda buah roh. Dalam hal ini, bahasa Roh tidak disertai dengan kepenuhan Roh Kudus yang senantiasa. Jadi harus ada suatu upaya agar orang percaya senantiasa membiarkan Roh Kudus bekerja, memimpin dan membentuk karakter Kristus. [5].

Sama seperti sebuah pohon agar dapat menghasilkan buah maka pohon tersebut harus dirawat dan diberikan nutrisi agar dapat bertumbuh dengan sehat, maka pada saatnya pohon tersebut akan menghasilkan buahnya. Daud menulis mengenai hal ini dalam Mazmur 1:1-3,

“Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.”

Disiplin rohani seperti: bersaat teduh, berdoa di Menara doa, berbahasa roh, membaca Firman Tuhan, bersekutu dalam COOL, ikut serta aktif dalam pelayanan, bisa membantu orang percaya untuk dapat hidup dalam pimpinan Roh Kudus, sehingga menghasilkan buah Roh dalam kehidupan mereka.

Di lain pihak kita menemukan orang-orang yang berbahasa roh dan juga menghasilkan buah roh dalam karakternya. Kedewasaan rohani dan kemampuan berbahasa roh bisa lebih tepat kita katakan merupakan co-relational, artinya dapat ditemukan bersama-sama tetapi tidak terkait dalam hubungan sebab-akibat[6]. Seperti halnya kita sering temui di sebuah taman ada seekor burung hampir selalu diikuti ada tupai pada waktu yang bersamaan. Tetapi bukan berarti keberadaan mereka tergantung satu dengan yang lainnya.[7] Terkait hubungan antara buah Roh dengan karunia Roh, David Lim menyatakan: “Buah Roh menjadi cara untuk memakai karunia Roh. Keseluruhan buah dibingkai dalam kasih, dan karunia apapun, bahkan dalam manifestasinya yang penuh, tidak berarti apapun tanpa kasih. Di lain pihak, kepenuhan Roh Kudus yang sejati pasti akan menghasilkan buah Roh; ini disebabkan oleh hidup yang bergairah dan diperkaya dalam persekutuan dengan Kristus.”[8]

IV. Apakah dampak buah Roh dalam kehidupan orang percaya?

Buah sebuah pohon tidak dinikmati oleh pohonnya sendiri. Daging dari buah tersebut dinikmati oleh binatang atau manusia yang memakannya. Demikian juga dengan buah Roh.

Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran (Efesus 5:8-9)

Orang percaya yang menghasilkan Buah Roh pasti akan berdampak kepada orang lain di sekitarnya. Rasul Paulus mengatakan orang yang menghasilkan buah adalah karena mereka hidup sebagai anak-anak terang. Nabi Yesaya menulis mengenai terang:

Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu (Yesaya 60:1)

Orang percaya dipanggil untuk menjadi terang karena kemuliaan Tuhan sudah kita dapatkan ketika Roh Kudus tinggal dalam hidup kita. Kita bukanlah sumber terang, tetapi sumber terang itu sudah tinggal di dalam kita. Oleh karena itu kita bisa menjadi saluran atau cerminan terang Tuhan dengan cara berbuah. Yesus berkata mengenai menjadi terang:

"Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga. (Matius 5:14-16)

Ternyata kita memang ditetapkan oleh Tuhan untuk menjadi terang yang dapat dilihat oleh orang lain seperti kota yang di atas gunung atau pelita di atas kaki dian. Artinya kita diselamatkan bahkan diberikan Roh Kudus untuk mendiami kita, supaya kita menjadi kesaksian bagi orang lain dengan tujuan mereka menjadi percaya dan memuliakan Tuhan. Menghasilkan buah Roh tujuan akhirnya adalah agar orang lain dapat menikmati buah dari kehidupan kita mengikut Yesus sehingga pada akhirnya mereka pun akan mengikut Yesus akibat kesaksian hidup kita. (RL)

Catatan kaki

  1. ^ Bdk. Yer 17:7-8. “Menghasilkan buah adalah model untuk hidup benar dalam literatur hikmat Perjanjian Lama. ... Perjanjian Baru, terutama Injil Matius, meminjam gambaran tersebut ... (Matius 3:8-10)” (‘Fruit, Fruitfulness’ dalam Leland Ryken, Dictionary of Biblical Imagery)
  2. ^ Ini adalah arti dalam bahasa Yunani klasik. Dalam Perjanjian Baru, parakletos tidak dipanggil oleh orang, melainkan diutus oleh Allah. Lihat G1456 dalam New International Dictionary of New Testament Theology, Abridged Edition.
  3. ^ David Guzik’s Enduring Word Commentary
  4. ^ Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan (Full Life Study Bible), cetakan ke-5, 1955
  5. ^ William Simmons menyatakan: “Sebagai insan Pentakosta, kita telah melakukan pekerjaan yang bagus dalam hal menekankan karunia Roh. Pentingnya buah Roh perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar.” (French L. Arrington & Roger Stronstad, Life in the Spirit New Testament Commentary, 1014)
  6. ^ William W. Menzies & Robert P. Menzies, Spirit and Power: Foundations of Pentecostal Experience, 206-207.
  7. ^ Alkitab tidak mengaitkan buah Roh dengan karunia sebagai bukti kepenuhan Roh... Ini bukan menyanggah konsekuensi praktis dari pengaruh Roh Kudus dalam kehidupan Kristen, yang tercermin dalam keinginan yang kudus dan aspirasi yang kondusif untuk pertumbuhan rohani.” dalam Ervin, Spirit Baptism, 66; dikutip oleh Stanley Horton (ed), Systematic Theology: Revised Ed, chap 13, 40 of 65, Kobo.
  8. ^ David Lim, Spiritual Gifts dalam Stanley M. Horton (ed), Systematic Theology (Rev Ed), Chap 14, 53 of 65, Kobo.

Lihat pula