Persembahan sulung (Sikap teologis)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
Logo OSP.png
Sikap teologis
GBI Jalan Gatot Subroto
Tanggal21 April 2020
PenulisPdt Chris Silitonga, MEd
Unduh Unduh OSP

Insan Pentakostal percaya bahwa Roh Kudus masih berbicara dan memberikan tuntunan kepada gereja dan para pemimpin gereja (Kisah Para Rasul 13:2-4; 14:17; 2 Korintus 13:13).

I. Visi untuk memberikan persembahan sulung

Tuntunan-tuntunan tersebut tentunya tidak akan bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran firman Tuhan (Efesus 5:10; 1 Yohanes 4:1). Inilah salah satu kekuatan yang menyebabkan gereja pentakosta hari-hari ini terus bertumbuh secara dinamis (Kisah Para Rasul 4:31).

Pdt Dr Niko Njotorahardjo sebagai Gembala Jemaat Induk GBI Jalan Jendral Gatot Subroto, Jakarta (selanjutnya: GBI Gatot Subroto) mendapatkan banyak tuntunan Roh Kudus dalam pelayanan penggembalaan, seperti Pemulihan Pondok Daud dan Pentakosta Ketiga. Pada awalnya beberapa tuntunan tersebut terdengar kontroversial namun di kemudian hari terbukti benar. Salah satu tuntunan tersebut adalah pelaksanaan pemberian Persembahan Sulung yang dilaksanakan dengan setia oleh keluarga besar GBI Gatot Subroto sejak tahun 2011. Adapun ayat yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan adalah Amsal 3:9-10.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah Persembahan Sulung yang dipraktekkan oleh GBI Gatot Subroto ini dapat dipertanggungjawabkan secara Alkitabiah? Apakah ada ayat-ayat ataupun prinsip-prinsip di dalam alkitab yang dapat membenarkan pelaksanaan Persembahan Sulung tersebut? Apakah secara khusus Amsal 3:9-10 dapat digunakan sebagai sentralitas dasar pelaksanaan pemberian persembahan sulung? Artikel ini akan memberikan pembahasan dan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas sehingga pada akhirnya akan didapatkan kesimpulan bahwa pelaksanaan pemberian persembahan sulung adalah benar dan alkitabiah.

II. Pemberian yang berhikmat

Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya.” (Amsal 3:9-10)

Amsal 3:9-10 merupakan satu bagian konteks dengan ayat 5-nya menyatakan: "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri."

Jika kita melihat keseluruhan perikop dalam Amsal 3:1-26, kita akan melihat bahwa salah satu bukti atau bentuk rasa percaya kita kepada Tuhan adalah memuliakan TUHAN dengan harta dan dengan hasil pertama dari segala penghasilan kita, yakni persembahan sulung. Beberapa orang mungkin akan bertanya: "Bagaimana mungkin kita bisa memenuhi kebutuhan hidup jika semua penghasilan kita berikan?" Di sinilah diperlukan hikmat Roh Kudus untuk dapat memahami dan melaksanakan apa yang Tuhan kehendaki. Di sisi lain insan Pentakostal percaya, jika kita taat mempraktekkan apa yang diperintahkan TUHAN ini, maka banyak hal yang selama ini menjadi pertanyaan atau keraguan akan disingkapkan oleh TUHAN. Ketaatan melangkah untuk memberikan persembahan sulung adalah bukti bagaimana kita tidak bersandar pada pengertian kita sendiri.

III. Persembahan Sulung dalam alkitab (reshiyt vs bikkurim)

Salah satu argumen yang paling banyak digunakan sebagai keberatan pelaksanaan pemberian persembahan sulung adalah dengan membandingkan Amsal 3:9 dengan Keluaran 23:19, Ulangan 26:2-11, dan Imamat 23:10. Keseluruhan ayat-ayat tersebut menggunakan terminologi persembahan sulung atau buah sulung.

III. A. Buah Sulung (Bikkurim)

Dalam kehidupan bangsa Israel seperti yang dituliskan dalam Perjanjian Lama kita menemukan ada banyak bentuk persembahan yang dibawa ke hadapan Tuhan. Salah satunya yakni Buah Sulung. Ayat tentang buah sulung itu kita temukan dalam: Keluaran 23:16,19; Imamat 23:10-11; Ulangan 26:1-2; Nehemia 10:35-36. Semua ayat-ayat tersebut berbicara tentang hal yang sama yaitu buah sulung atau yang juga disebut buah bungaran. Buah Bungaran atau Bikkurim adalah hasil pertama dari biji-bijian dan buah (roti – Keluaran 23:16; anggur – Bilangan 13:20; ara – Nahum 3:16), di mana sebagian porsi daripadanya diberikan kepada Tuhan sebagai persembahan ucapan syukur dan untuk mendukung kehidupan imam (bdk. Imamat 2:14; Bilangan 18:12-13)[1]. Bikkurim juga memiliki pengertian buah yang paling awal keluar/early fruits.[2]

Bikkurim memiliki pengertian persembahan yang dibawa ke hadapan imam dari sejumlah hasil panen pertama yang terbaik – bukan keseluruhan hasil panen, melainkan seberkas/sejumput -- untuk dipersembahkan kepada Tuhan dan imam memohonkan berkat Tuhan atasnya.

III. B. Persembahan Sulung (Reshiyt)

Selain daripada persembahan buah sulung itu, ada pula yang disebut sebagai persembahan persepuluhan (Ibrani: ma’aser), persembahan khusus (Ibrani: terumah) dan persembahan sulung. Persembahan Sulung ini berasal dari hasil pertama yang didapatkan dari segala bentuk penghasilan kita, entah dari pertanian, peternakan, atau pekerjaan apapun[3]. Dalam bahasa Ibrani digunakan kata: Reshiyth (first, beginning, best, chief). Kata reshiyth ini dapat kita temukan dalam ayat-ayat: Bilangan 18:12; Nehemia 10:37; Amsal 3:9; Yehezkiel 44:30.

Amsal 3:9 menggunakan kata ‘reshiyth’, yaitu kata yang sama juga dipakai dalam Nehemia 10:37, yang diartikan di sini sebagai persembahan yang sulung.

Nehemia 10:35, "Lagipula setiap tahun kami akan membawa ke rumah TUHAN hasil yang pertama dari tanah kami dan buah sulung segala pohon."

Nehemia 10:37, "Dan tepung jelai kami yang mula-mula (reshiyth), dan persembahan-persembahan khusus kami, dan buah segala pohon, dan anggur dan minyak akan kami bawa kepada para imam, ke bilik-bilik rumah Allah kami, dan kepada orang-orang Lewi akan kami bawa persembahan persepuluhan dari tanah kami, karena orang-orang Lewi inilah yang memungut persembahan-perse persepuluhan di segala kota pertanian kami. "

Jadi di ayat 35, mereka membawa Buah Sulung (bikkurim), seperti dalam poin III. A tapi di ayat 37, mereka menyerahkan:

  • Persembahan Sulung (reshiyt),
  • Persembahan Khusus (terumah), dan
  • Persembahan Persepuluhan (ma’aser).

Williamson menegaskan bahwa reshiyth dalam konteks Nehemia, harus dibedakan dari reshiyt dalam konteks Taurat. Reshiyt (yang pertama) dari Buah Sulung (bikkurim) seperti yang diamanatkan dalam Kitab Taurat (Keluaran 23:19; 34:26; Ulangan 26:1-11) dibawa ke dalam bait Allah (sanctuary, Ibr. bayith), sementara Persembahan Sulung (reshiyt) dibawa ke bilik-bilik (storerooms, Ibr. lishkah). [4] Telah terjadi pergeseran makna kata reshiyt. Terdapat kemungkinan adanya perbedaan volume persembahan yang dibawa. Hal ini diperkuat oleh Whybray yang berpendapat bahwa Amsal 3:9-10 menandakan keberadaan pertanian dalam skala besar, bukan skala personal seperti dalam Kitab Taurat. [5] Dengan demikian, tidaklah tepat untuk secara sempit membatasi pengertian reshiyt hanya sebagai “sebagian” atau “sejumput”.

Amsal 3:9 menggunakan kata רֵאשִׁית (reshiyth) yang aslinya berarti the first in place, time, order or rank. Kata tersebut juga digunakan dalam beberapa ayat, dan dengan mempelajarinya kita menjadi lebih memahami artinya:

  • Menarik untuk diperhatikan bahwa dalam Ulangan 26:2, Alkitab terjemahan NIV menggunakan kalimat: "take some of the first fruit of all that you produce..."
  • Alkitab Terjemahan Baru menggunakan kalimat: "maka haruslah engkau membawa hasil pertama dari bumi..." Namun dalam kalimat aslinya: וְלָקַחְתָּ֞ מֵרֵאשִׁ֣ית כָּל־ פְּרִ֣י הָאֲדָמָ֗ה (welaqahta meresith kal peri ha adamah). Kata: מֵרֵאשִׁ֣ית (meresith) berasal dari kata dasar רֵאשִׁית (reshiyth) yang origin-nya berarti the first in place, time, order, or rank. Terlihat bahwa terjemahan Alkitab Terjemahan Baru (TB), yaitu "hasil pertama" lebih mendekati pengertian bahasa aslinya dibandingkan dengan terjemahan NIV, yaitu "some" (sebagian).

    Bandingkan juga dengan terjemahan ISV di bawah ini:

  • Keluaran 23:19,
  • (ISV): You are to bring the best of the first fruits of your soil to the house of the LORD your God.”
    (NET): The first of the first fruits of your soil you must bring to the house of the LORD your God.”
    Kata best berasal dari kata Ibrani reshiyth, kata first fruits dari kata Ibrani bikkurim
  • Ulangan 26:2,
  • (ISV): Gather all the best first produce of the ground that you harvest from your land that the LORD your God is about to give you, place it in a basket, and bring it to the place where the LORD your God will choose to establish his name.”
    (NET): "You must take the first of all the ground’s produce you harvest from the land that the LORD your God is giving you, place it in a basket, and go to the place where He chooses to locate his name.”
    Kata first berasal dari kata Ibrani reshiyth, kata produce dari kata periy

Dari kedua ayat di atas, dapat diamati perbedaan pemakaian kata 'best/first' (reshiyt). Dalam Kitab Keluaran, reshiyt disandingkan dengan bikkurim (first fruit), di mana bikkurim itu sendiri telah memiliki pengertian sebagai buah yang paling awal keluar. Dalam Kitab Ulangan, reshiyt disandingkan dengan kata periy (produce), tidak lagi dengan bikkurim. Ini paling tidak memberikan indikasi adanya perluasan makna cakupan persembahan yang dimaksud; dari (lihat versi ISV) "best of the first fruit" menjadi "all the first produce".

Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa kata reshiyth memiliki arti yang lebih luas dari sekedar buah sulung, karena reshiyth bisa memiliki arti keseluruhan dari panen pertama maupun bagian yang terbaik dari panen pertama tersebut.

Berdasarkan pengertian ini, maka pandangan GBI Gatot Subroto untuk memaknai persembahan sulung sebagai “seluruh” memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan.

III. C. Pemberian persembahan dalam bentuk uang

Beberapa orang berpendapat apabila persembahan sulung dilakukan maka bentuk persembahan tersebut haruslah dalam bentuk asli hasil bumi seutuhnya. Pendapat ini juga berkata persembahan sulung dalam bentuk uang adalah salah. Apakah pendapat ini benar?

Pelaksanaan reshiyth mengalami perubahan/pergeseran/perkembangan dalam hal bentuk persembahannya itu sendiri:

  • Kata reshiyth dalam Bilangan 15:20 menyiratkan bahwa persembahan berasal dari hasil pertanian.
  • Kata reshiyth dalam Amsal 3:9 menandakan bahwa bentuk persembahan yang diberikan bukan lagi hanya sekedar hasil bumi, melainkan sudah berkembang menjadi "segala penghasilan". Ketika kita membaca kitab Amsal yang berkaitan dengan penghasilan, maka itu termasuk hasil pertanian (Amsal 3:10) dan segala pendapatan dalam bentuk apapun termasuk dalam bentuk mata uang (Amsal 8:19, 10:16; 2 Raja 12:4; 2 Tawarikh 15:18).[6]

Berdasarkan pengertian di atas memberikan persembahan sulung dalam bentuk hasil bumi adalah sah, dan memberikan dalam bentuk mata uang pun tidak salah.

III. D. Prinsip kesulungan dalam Perjanjian Baru

Roma8:23 BIS, “Dan bukannya seluruh alam saja yang mengeluh; kita sendiri pun mengeluh di dalam batin kita. Kita sudah menerima Roh Allah sebagai pemberian Allah yang pertama, namun kita masih juga menunggu Allah membebaskan diri kita seluruhnya dan menjadikan kita anak-anak-Nya”

Roma8:23 TB, "Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita."

Orang percaya menerima Roh Kudus yang tinggal di dalamnya sebagai pemberian pertama (sulung = Yun. aparche), sebagai pemberian/pemenuhan yang 'bulat/utuh' pada saat kita menerimanya, dan kita akan menerima kepenuhannya secara sempurna kelak dalam kemuliaan.

  • Roma16:5,
  • (TB): “Salam juga kepada jemaat di rumah mereka. Salam kepada Epenetus, saudara yang kukasihi, yang adalah buah pertama dari daerah Asia untuk Kristus.”
    (TL): “Salam juga kepada sidang jemaat yang di dalam rumahnya. Salam kepada Epainetus, yang kukasihi, yaitu buah sulung Kristus di tanah Asia.”
    Pada awal kunjungan rasul Paulus ke Asia didapatkan buah sulung (aparche) dari pelayanannya. Pada kunjungan-kunjungan berikutnya ada lebih banyak lagi orang-orang yang dimenangkan bagi Tuhan Yesus dan pada akhirnya seluruh Asia mendengar tentang Yesus (Kisah Para Rasul 19:10).
  • Wahyu 14:4,
  • (TB): “Mereka adalah orang-orang yang tidak mencemarkan dirinya dengan perempuan-perempuan, karena mereka murni sama seperti perawan. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi. Mereka ditebus dari antara manusia sebagai korban-korban sulung bagi Allah dan bagi Anak Domba itu.”
    Pada kedatangan Yesus yang kedua kali orang Israel sebagai umat pilihan Allah sebanyak 144.000 sebagai buah sulung (aparche) yang diselamatkan, sementara Tuhan menghendaki semua orang Israel diselamatkan sesuai dengan Roma11:26 (TB): "Dengan jalan demikian seluruh Israel akan diselamatkan, seperti ada tertulis: "Dari Sion akan datang Penebus, Ia akan menyingkirkan segala kefasikan dari pada Yakub."

Jadi dalam ayat-ayat ini kata aparche menyatakan sesuatu yang penuh/bulat, yang terjadi pada kurun waktu awal, yang pada akhirnya menuju kepada kepenuhan yang sempurna ketika waktunya genap. Principle Based Hermeneutics[7] dari aparche dalam konteks persembahan sulung dapat memberikan landasan pemahaman bahwa penghasilan/keuntungan yang kita terima secara 'bulat/utuh' di bulan pertama adalah yang sulung dari keseluruhan berkat yang Tuhan sediakan bagi kita sepanjang tahun tersebut.

IV. Persembahan Sulung sebagai respon atas kasih karunia Allah

Banyak orang berpendapat persembahan sulung hanya merupakan bagian dari Perjanjian Lama yang sudah tidak lagi berlaku bagi orang Kristen masa kini. Argumentasi yang sering diangkat adalah bahwa tidak adanya perintah tentang persembahan sulung di dalam Perjanjian Baru. Pendapat tersebut juga mengatakan bahwa oleh karena kasih karunia Allah di Perjanjian Baru maka kita tidak perlu lagi melakukan persembahan sulung sebagaimana diajarkan di Perjanjian Lama. Apakah argumentasi ini benar?

IV. A. Prinsip yang melandasi Persembahan Sulung dalam Perjanjian Lama

Persembahan sulung diberikan dari hasil pertanian di tanah perjanjian dan merupakan sebuah respon atas kasih karunia Allah kepada bangsa Israel.

Ulangan 6:10-11, 17,
(10) Maka apabila TUHAN, Allahmu, telah membawa engkau masuk ke negeri yang dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepadamu--kota-kota yang besar dan baik, yang tidak kaudirikan;
(11) rumah-rumah, penuh berisi berbagai-bagai barang baik, yang tidak kauisi; sumur-sumur yang tidak kaugali; kebun-kebun anggur dan kebun-kebun zaitun, yang tidak kautanami--...
(17) Haruslah kamu berpegang pada perintah, peringatan dan ketetapan TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu;

Ternyata melakukan perintah, termasuk perintah persembahan sulung, adalah sebuah respon atas anugerah Tuhan. Hal ini dipertegas dengan empat kali perkataan ‘yang tidak’. Ketika Tuhan menggenapi janji-Nya kepada Israel yang tidak mendirikan, tidak mengisi, tidak menggali dan tidak menanami; di situlah nyata kasih karunia Tuhan.

Jadi, prinsip Kasih Karunia sangat kuat mendasari pemberian persembahan sulung dalam Perjanjian Lama.

IV. B. Sesuatu yang lebih besar dari Persembahan Sulung sudah dilakukan di dalam Perjanjian Baru

Persembahan Sulung tidak lagi diperintahkan secara eksplisit dalam Perjanjian Baru. Apakah ini karena perintah tersebut tidak lagi berlaku?

Mari kita melihat cerita mengenai Jemaat di Makedonia (2 Korintus 8). Paulus berencana untuk mengajak jemaat di Korintus menabur untuk gereja mula-mula yang ada di Yerusalem. Untuk itu, Paulus menceritakan kepada orang-orang Korintus tentang kehidupan jemaat di Makedonia.

  1. Kepada jemaat di Makedonia telah dianugerahkan kasih karunia (2 Korintus 8:1). Bagaimana kasih karunia ini dinyatakan?
  2. Kasih karunia dinyatakan ketika mereka dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan dan sangat miskin (2 Korintus 8:2), mereka memberi “menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka” (2 Korintus 8:3).
  3. Mereka bahkan mendesak kepada Paulus, supaya mereka beroleh kasih karunia untuk memberi kepada gereja di Yerusalem (2 Korintus 8:4)
  4. Atas dasar apa yang telah diperbuat oleh orang-orang Makedonia, Paulus menasehatkan orang-orang Korintus supaya mereka juga “kaya dalam pelayanan kasih ini”. Di dalam alkitab NIV, hal ini disebutkan sebagai act of grace, tindakan atau perbuatan yang didasari kasih karunia.
  5. Selanjutnya, Paulus meminta supaya orang Korintus juga melakukan hal yang sama seperti orang Makedonia karena “kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.” (2 Korintus 8:9)

Pesan utama dari cerita di atas adalah bahwa kasih karunia Tuhan Yesus Kristus memberdayakan orang-orang yang seharusnya tidak mampu memberi (‘miskin’) untuk memberi bahkan melampaui kemampuan mereka (‘kaya’). Pemberian yang melampaui kemampuan jelaslah secara kuantitatif maupun kualitatif melebihi persembahan sulung. Bandingkan dengan cerita janda miskin yang memberi dua peser, yang juga adalah seluruh nafkahnya (Markus 12:42-44).

Jadi kita melihat bahwa dengan prinsip Kasih Karunia yang melandasi persembahan sulung, orang-orang Kristen masa kini dapat meneladani orang-orang Makedonia dalam hal kasih karunia memberi yang memberdayakan kita untuk memberikan persembahan sulung.

V. Prinsip pastoral dalam memberikan Persembahan Sulung

Kata ibadah dalam bahasa Ibrani adalah “äbodah” (ibadah-bahasa Arab). Secara harafiah memiliki arti bakti, hormat, penghormatan. Cronbach menjelaskan kata ibadah sebagai suatu “sikap dan aktivitas" yang mengakui dan menghargai seseorang (atau yang ilahi). Dapat juga diterangkan sebagai suatu hidup yang menghormati dan menghargai seseorang atau yang ilahi itu. Termasuk di dalamnya adalah kesalehan (yang diatur dalam suatu tata cara), yang akibatnya nampak dalam tingkah laku dan aktivitas kehidupan sehari-hari. [8]

Jadi ibadah di sini adalah bentuk ekspresi dan sikap hidup yang penuh pengabdian (penyerahan diri) kepada yang ilahi, yang dampaknya terlihat dalam perilaku yang benar. Ada beberapa kata lain atau ungkapan yang dipakai untuk ibadah. Kata kerja "äbad" (Bahasa Ibrani) berarti melayani atau mengabdi, seperti pengabdian/pelayanan yang utuh dari seorang hamba kepada tuannya. Jadi ada dua kata kunci dalam pemahaman ibadah itu, yaitu sikap hormat (yang mengagungkan) dan sikap melayani (juga dalam kehidupan).

Pengertian di atas sejalan dengan Paul Enns yang menerangkan bahwa konsep dasar dari ibadah adalah pelayanan atau pengabdian seutuhnya dari hidup orang percaya kepada Allah, yang diwujudkan dalam bentuk penyembahan (worship) maupun dalam tingkah laku (work/witness) orang percaya terhadap dunia di sekitar orang percaya. [9]

  1. Persembahan sebagai salah satu bentuk ekspresi dalam ibadah
  2. Alkitab dari awal memaparkan hubungan Allah dan ciptaan-Nya, manusia, sebagai hubungan yang interaktif dan hidup. Sejak manusia pertama, tokoh-tokoh Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru, dapat ditemukan salah satu bagian peran manusia adalah memberikan persembahan. Robert E. Webber dalam Worship Old and New, menunjukkan bahwa sejak Adam, Kain dan Habel, Abraham, Nuh, bangsa Israel di Sinai, lalu di Kanaan dan terus berlanjut hingga Perjanjian Baru, korban persembahan berperan penting dalam menunjukkan bakti dan pelayanan kepada Tuhan[10] Baik dalam bentuk korban binatang, tuaian, barang hingga uang. Persembahan adalah salah satu ekspresi yang tidak dapat diwakili dan bersifat personal. Memang Alkitab mengajarkan pula tentang korban persembahan kolektif, namun pemahaman itu tetap berangkat dari hubungan personal seorang manusia dan Penciptanya.

    Gereja Perjanjian Baru mengajarkan hal ini turun temurun, agar semua generasi dapat berinteraksi dengan Tuhan. Jemaat diajar untuk mengungkapkan ekspresinya dalam pujian penyembahan, persembahan, doa, hingga ketaatan dan kesetiaan dalam kehidupan sehari-hari. Persembahan Sulung hanya salah satu bentuk dari ekspresi-ekspresi yang tercantum dalam Alkitab. Tujuannya agar lewat ibadah ini Tuhan dan jemaat berpaut dan memiliki hubungan yang karib.

  3. Hubungan dengan Tuhan
  4. Sekali lagi, sebagai bagian dari ibadah, maka persembahan adalah bentuk interaksi rohani dengan Tuhan. Persembahan bukan restitusi atas dosa, tetapi ungkapan hati yang bersukacita karena sudah ditebus. Paulus menulis dalam 2 Korintus 9:7 bahwa orang percaya harus memberi dengan sukacita dan sukarela. Dengan persembahan, orang percaya dapat mengungkapkan respon pribadinya terhadap kasih Tuhan, mengekspresikan rasa syukur dan terimakasih untuk semua yang sudah ia terima di masa lampau, dan mengungkapkan iman atas janji Tuhan yang ada di masa depan. 1 Timotius 6:6 berkata “Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.” Sebagai bagian dari ibadah, memberi persembahan adalah iman atas kecukupan penyediaan kehidupan dari Tuhan di masa depan. Ini semua tidak bisa sembarangan di wakilkan atau dikolektifkan, karena memberikan persembahan akan menguatkan hubungan pribadi dengan Tuhan.

  5. Disiplin rohani
  6. 1 Timotius 4:7-8; Titus 2:12

    Paulus dalam 1 Timotius 4:7-8 mengatakan “… Latihlah dirimu (AMP: discipline yourself) beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang.” Persembahan sebagai bagian dari ibadah adalah bentuk latihan yang Tuhan berikan supaya orang percaya menerima janji Tuhan di hidup ini maupun di hidup yang akan datang.

    Di kitab yang lain, Paulus juga menuliskan bahwa “Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini” (Titus 2:12). Latihan dan disiplin rohani yang diberikan Tuhan, kita sadari atau tidak, akan mendidik orang percaya meninggalkan kefasikan, meninggalkan keinginan duniawi, belajar hidup bijaksana dan belajar hidup adil yang semuanya adalah ibadah kepada Tuhan.

    Memberikan persembahan sulung adalah suatu bentuk disiplin rohani yang sangat komprehensif karena dilakukan dengan cara mempersiapkan persembahan pada saat seseorang dalam konteks pekerjaan/penghidupan sehari-hari. Dan kemudian apa yang sudah dipersiapkan tersebut dipersembahkan sebagai bentuk penyembahan dalam ibadah (1 Korintus 16:2-3).

  7. Proses
  8. Keseluruhan hal di atas dalam pelaksanaannya merupakan sebuah proses. Semua proses itu dirangkai dalam firman dan ketetapan yang diberikan Tuhan kepada umat-Nya sebagai bagian dari perjalanan kehidupan rohani kita bersama dengan Dia.

  9. Proses mengungkapkan respons
  10. Seperti yang telah dibahas di atas, memberikan persembahan baik persembahan sulung maupun persembahan yang lain adalah respon terhadap kasih karunia Tuhan. Respon itu tidak muncul otomatis, ada proses untuk mengungkapkannya. Itulah sebabnya setiap momen memberikan persembahan merupakan momen khusus dalam interaksi umat kepada Tuhan.

  11. Proses melepaskan/bergumul
  12. Dalam hal meninggalkan kefasikan dan keinginan duniawi, Tuhan melibatkan dan meletakkan persembahan dalam berbagai bentuk, termasuk persembahan sulung. Apa yang telah diperoleh lewat usaha dan kerja, bagaimanapun akan menimbulkan rasa memiliki. Secara daging, melepaskan hak atas semua memang tidaklah mudah. Tuhan melatih kita mulai dari perkara kecil, hingga bisa dipercaya dalam perkara yang lebih besar. Disiplin memberikan persembahan adalah bagian dari proses orang percaya untuk lepas dari cinta akan dunia, cinta uang, cinta diri sendiri dan kebergantungan terhadap semuanya itu. Tuhan ingin mengalihkan segala kebergantungan orang percaya hanya kepada Dia.

  13. Proses iman dan pertumbuhan rohani
  14. Salah satu tujuan akhir pertumbuhan rohani orang Kristen adalah kesempurnaan dalam gambar Kristus. Persembahan dalam segala bentuknya adalah bagian dari ibadah yang bila dilakukan dengan konsisten berkelanjutan akan berperan dalam pembentukan dan pertumbuhan rohani. Ibrani 12:2 menegaskan bahwa Kristus yang memberikan iman kepada orang percaya, Dia juga yang membawa iman itu kepada kesempurnaan. Tuhan memakai segala sesuatu termasuk ibadah dan persembahan supaya orang percaya bisa menggenapi kehendak dan rencana-Nya yaitu menjadi serupa dengan diri-Nya (Roma 8:28-29).

“Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan
dengan muka yang tidak berselubung.
Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh,
maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya,
dalam kemuliaan yang semakin besar.”
(2 Korintus 3:18)

Bibliografi

  • Theological Wordbook of The Old Testament. Chicago, IL: Moody Publisher, 1980
  • Kohler-Baumgartner, The Hebrew and Aramaic Lexicon of The Old Testament. Leiden, Netherlands: Brill Academic Publishers, 2001.
  • Waltke, Bruce K., The Book of Proverbs, New International Commentary on The Old Testament. Grand Rapids, MI: Eerdmans Publishing, 2004.
  • H. G. M. Williamson, Ezra-Nehemiah, World Biblical Commentary. Grand Rapids, MI: Thomas Nelson Inc, 1985.
  • Roger Norman Whybray, Wealth and Poverty in the Book of Proverbs. Sheffield, UK: Sheffield Academic Press, 1990.
  • New Bible Dictionary. Leicester, IL: InterVarsity Press, 1967.
  • Timothy M. Pierce, Enthroned on Our Praise: An Old Testament Theology of Worship. Nashville, TN: B&H Academics, 2008.
  • A. Cronbach, Worship in Old Testament, The Interpreter's Dictionary of The Bible. Nashville, TN: Abingdon Press, 1982.
  • Paul Enns, The Moody Handbook of Theology: Buku Pegangan Teologi. Malang: Literatur SAAT. 2006.
  • Robert E. Webber, Worship Old and New. Grand Rapids, MI: Zondervan Publishing House, 1982.
  • Amplified Bible. Zondervan & Lockman Foundation, 2015.
  • New English Translation Bible. Biblical Press, L. L. C, 2017.
  • International Standard Version Bible. ISV Foundation, 2011.
  • Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Seri Life Application Study Bible. Editor umum: Dr. Kenneth Kentzer. Malang: Penerbit Gandum Mas.
  • Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Seri The Full Life Study Bible. Editor umum: Dr. Donald C. Stamps. Malang: Penerbit Gandum Mas, 2013.
  • CSB Apologetics Study Bible. Editor umum: Dr. Kenneth D. Boa. Nashville, TN: Holman Bible Publishers, 2017.

Catatan kaki

Lihat pula