Liturgi: Sebuah pemaparan singkat ditinjau dari perspektif teologi GBI (Sikap Teologis GBI)
Gereja Bethel Indonesia
Pada umumnya kata liturgi lebih banyak digunakan dalam tradisi Kristen sehingga tentu saja makna katanya lebih cocok kalau diambil dari bahasa Alkitab, yakni bahasa Ibrani dan Yunani. Kata liturgi berasal dari kata Ibrani “sharath” dan “abodah” serta kata Yunani “latreia” dan “leitourgia”, yang berarti kerja bersama, artinya ada harmoni. Kerja bersama yang dimaksudkan di sini mengandung makna kerja bersama dalam peribadatan kepada Allah. Hal itu hendak menjelaskan bahwa harus ada keteraturan dalam rangka memastikan terciptanya harmoni di dalam ibadah. Di samping itu dapat pula diartikan “kebaktian”, “pelayanan”, “kerja”, yang artinya mirip dengan makna kata “pengabdian”. Kata pengabdian di sini dapat diartikan sebagai sebuah perbuatan baik berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat yang dilakukan dengan ikhlas kepada Allah sebagai objek dan pusat penyembahan kita.
Seperti yang sudah dikemukakan di atas bahwa ibadah orang percaya merupakan kegiatan yang sifatnya sakral sehingga perlu dikelola atau ditata secara baik dan teliti. Itulah sebabnya setiap penempatan unsur dan/atau aktivitas dalam liturgi tidak boleh kehilangan makna rohani atau pesan teologis. Untuk mewujudkan kondisi seperti itu diperlukan pemahaman teologi, kecermatan dan keterampilan menyusun liturgi dengan dasar narasi teologi kontekstual secara kritis, kreatif, inovatif, inspiratif, tersambung (connecting), dan alkitabiah.
Secara garis besar kegiatan ibadah Kristen, termasuk di lingkungan Gereja Bethel Indonesia dapat dilakukan dalam beberapa jenis, yakni: ibadah raya (biasanya dilakukan pada hari minggu atau pertengahan minggu), ibadah pemberkatan nikah, ibadah penyerahan anak, ibadah pengucapan syukur, ibadah baptisan air, ibadah rumah tangga atau keluarga, ibadah komsel, ibadah penghiburan, ibadah pemakaman, ibadah penahbisan, dan yang lainnya. Semua jenis ibadah tersebut harus diatur sedemikian rupa agar terlaksana dengan teratur dan penuh “kekhidmatan”. Bukan hanya itu, tetapi yang terpenting juga yakni seperti yang sudah dikemukakan di atas bahwa liturgi tidak boleh kehilangan pesan-pesan teologis, baik secara konsep maupun praxis .
Merujuk pada apa yang dikemukakan di atas, maka merupakan keharusan bagi para pemimpin gereja untuk menyusun tata “liturgi” ibadah secara baik dan benar. Secara khusus yang harus diperhatikan dengan serius adalah muatan teologi di dalam setiap unsur liturgi. Kemudian yang juga tidak kalah pentingnya adalah karakteristik masing-masing jenis ibadah yang diselenggarakan harus menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun liturgi ibadah, misalnya ibadah perjamuan kudus tentu berbeda dengan ibadah pengucapan syukur, dan yang lainnya.
Fondasi teologi tentang liturgi
Apapun jenis kegiatan pelayanan gerejawi harus dibangun dan dikelola di atas fondasi teologi Alkitabiah secara benar, jelas, dan komprehensif. Beberapa hal yang menjadi fondasi teologi mengenai liturgi adalah:
- Sebagai media pertemuan antara Allah dan umat
Tentu saja, liturgi tidak bisa disejajarkan dengan unsur firman Allah dalam ibadah tetapi walaupun demikian liturgi merupakan salah satu unsur ibadah yang bersifat substansial, karena salah satu substansi yang terkandung di dalam rumusan liturgi adalah sebuah ungkapan perjumpaan antara umat dengan Tuhan. Itulah sebabnya seringkali kata liturgi dimaknai juga sebagai tindakan drama simbolis. Liturgi ibadah dapat dijadikan sebagai wahana dialog antara umat dengan Tuhan.
Jadi, percakapan dua arah dalam iman antara Tuhan dengan umat dalam sebuah liturgi merupakan perwujudan actus aparte Dei, actus aparte populi, secara timbal balik. Hal lain yang juga penting dipahami yakni tindakan pada liturgi disebut juga katabatis (Allah yang menguduskan dan menyelamatkan manusia) dan anabatis (respon umat atas suara Allah). Karena itu dapat dikatakan bahwa inti dari ungkapan drama simbolis pada tata peribadatan yakni Tuhan menyatakan kasih karunia-Nya dengan karya penyelamatan dan firman bagi umat yang diberi lambang sakramen, kemudian umat tanggapi dengan doa syukur dan syafaat, pujian, pengakuan iman, persembahan, maupun kesanggupan umat hidup di bawah kedaulatan Tuhan atau hidup sesuai dengan kehendak Sang Hidup.
- Sebagai sarana berkumpulnya warga jemaat dalam unity
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa salah satu pengertian dari kata liturgy adalah bekerja bersama. Melalui keterlibatan dalam liturgy umat bisa tersadarkan dan sekaligus termotivasi untuk mewujudkan unity (satu kesatuan) di antara umat Allah sebagai tubuh Kristus (part of the body of Christ). Artinya, anggota-anggota jemaat yang datang berkumpul di dalam ruangan ibadah berubah menjadi persekutuan orang percaya.
- Sebagai sarana pelayanan
Liturgi mempunyai makna pelayanan yang mencakup pelayanan Kristus kepada umat untuk reaffirming anugerah keselamatan melalui Yesus Kristus, dan kehidupan kekal bersama Bapa di sorga. Kebersamaan dalam pelaksanaan liturgy menunjukkan bahwa umat bersama-sama melakukan pelayanan dalam persekutuan. Bertitik tolak dari pengertian ini, maka dapat dikatakan bahwa pembangunan Kerajaan Allah di atas muka bumi ini harus dimulai dari prinsip kebersamaan sebagai tubuh Kristus. Dengan demikian, dapat dikatakan juga bahwa peran aktif seluruh umat dalam bingkai kesatuan tubuh Kristus merupakan pilar utama pembangunan Kerajaan Allah di atas muka bumi ini.
- Sebagai sarana pembaharuan perjanjian anugerah
Pembaruan perjanjian anugerah seringkali diungkapkan di dalam salah satu unsur liturgi ibadah sakramen perjamuan Kudus di mana selalu ditegaskan bahwa keselamatan dari Bapa berpusat pada karya salib Tuhan Yesus Kristus. Peristiwa karya keselamatan itu selalu diperingati melalui perjamuan kudus dengan mengangkat roti dan anggur yang melambangkan tubuh dan darah Kristus untuk dimakan dan diminum oleh umat dalam rangka memperingati dan sekaligus memberitakan secara terus menerus kematian Tuhan Yesus di atas kayu salib untuk keselamatan umat manusia. Tetapi di samping itu juga, umat harus menyadari dan menghayati hidupnya sedang berada dalam suatu proses menuju kesempurnaan pada saat Tuhan Yesus datang pada kali kedua. Itu berarti bahwa keselamatan yang telah diterima itu harus dijaga dengan berpedoman pada tuntunan firman Allah dan Roh Kudus.
- Sebagai sarana ungkapan komitmen hidup warga jemaat
Ada kecenderungan gereja-gereja sekarang memahami liturgi sebatas tata kebaktian atau ibadah. Padahal dalam pengertian yang lebih luas liturgi dapat dimaknai sebagai pelayanan yang mencakup seluruh konteks kehidupan warga jemaat. Artinya, apa yang diperbuat atau dilakukan di dalam liturgi ibadah di gereja seharusnya hal itulah menjadi dasar dan pemberi arah bagi umat untuk menjiwai seluruh aktivitas kehidupan kesehariannya.
Liturgi kreatif kontekstual
Sejalan dengan perkembangan dalam segala aspek sehingga tidak bisa dihindari di mana telah terjadi pergeseran paradigma umat tentang liturgi ibadah. Kondisi seperti itu tampak jelas pada warga jemaat yang berasal dari gereja tradisional di kota megapolitan yang sudah tidak mau lagi beribadah di gerejanya sendiri, khususnya anak-anak muda. Mereka mulai merasa sudah tidak cocok lagi beribadah dalam corak tradisional karena corak ibadah gereja tradisional dianggap kurang memenuhi kebutuhan rohani dan batin mereka bahkan mereka menganggap tidak membangun religiositas. Kondisi seperti itulah mendorong mereka mencari corak ibadah yang sesuai dengan jiwa mereka. Tampaknya mereka lebih menyukai ibadah yang mengakomodir budaya kontemporer, dalam hal nyanyian, alat musik, genre music, performance of leader of worship maupun kehangatan fellowship-nya. Sepertinya pergeseran seperti ini didukung juga oleh perkembangan musik yang semakin canggih serta penemuan teknologi baru di dalam segala aspeknya.
Pada saat gereja arus utama (maksudnya gereja-gereja tradisional) menyadari fenomena yang dijelaskan di atas, maka secara perlahan-lahan mereka mulai mengakomodasi kultur popular tersebut dengan memberi penamaan baru yakni ibadah variatif atau ibadah alternatif atau biasa juga disebut ibadah kontemporer. Aspek-aspek kontemporer yang biasa digunakan antara lain musik, busana, bahasa, teknologi media visual, dan arsitektur dari bagian gereja yang letaknya di altar. Pada umumnya ibadah kontemporer dipandang sebagai suatu ibadah yang fokus pada penerimaan kebaruan dan sifat inovatif, pada penggunaan teknologi mutakhir yang bertujuan untuk meraih kaum muda yang kecewa dengan gaya ibadah tradisional.
Tentu saja tidak bisa dihindari bahwa adanya perubahan pola liturgi dalam ibadah di berbagai gereja telah menimbulkan perdebatan di kalangan para teolog dan/atau pelayan Tuhan. Terkait dengan hal tersebut maka nampaknya menarik memperhatikan komentar Long yang menggambarkan bahwa konteks beribadah dalam gereja dewasa ini adalah “perang gaya baru”, yaitu melakukan perang ibadah. Dalam situasi ini gereja-gereja yang melaksanakan model ibadah kontemporer tampil dengan wajah yang segar dalam berbagai bidang pelayanan yang peka pangsa pasar, peka dengan keinginan orang-orang masa kini, termasuk peka terhadap penataan ruang ibadah untuk menarik pengunjung gereja.
Tentu saja harus dipahami bahwa ibadah yang kreatif dan inovatif seharusnya menjadi karya yang berkualitas, yang terbaik dari umat (gereja) untuk diberikan kepada Allah dan dapat membangun umat sebagai umat yang berkenan kepada Allah. Tidak bisa dilupakan bahwa ibadah yang kreatif dan inovatif tetap harus memperhatikan keutuhan unsur-unsur utama liturgi, yaitu: komunikasi antara Allah dan umat (dialogis), Allah mewartakan kasih kepada manusia, tanggapan manusia atas kasih Allah, pengenangan sebagai perayaan kehadiran karya keselamatan Allah di dalam Kristus, seruan permohonan bagi turunnya Roh Kudus, dan lain sebagainya.
Fakta menunjukkan bahwa di antara sinode gereja yang “getol” melakukan inovasi liturgi ibadah adalah Gereja Bethel Indonesia. Bahkan karena adanya kebebasan berinovasi dalam menata liturgi ibadah sehingga tata liturgi ibadah di lingkungan GBI pun tidak ada keseragaman, walaupun sudah ada buku panduan liturgi ibadah yang dikeluarkan oleh BPH cq. Departemen Teologi dan/atau komisi yang terkait. Tetapi bagaimana pun juga tata liturgi ibadah yang kaya dengan kreativitas dan inovatif memiliki daya tarik yang unggul bagi warga jemaat, khususnya anak-anak muda. Benar memang bahwa yang terpenting adalah pesan teologi dari setiap unsur dalam ibadah harus jelas dan berbasis pesan Alkitab secara utuh.
Kesimpulan dan rekomendasi
- Tata liturgi ibadah tidak boleh kehilangan makna, pesan, dan perenungan teologis bagi umat.
- Tata liturgi ibadah adalah implementasi karya agung Tuhan yang konkret bagi persekutuan umat dengan Allah dan sesama umat-Nya.
- Tata liturgi ibadah merupakan proses sistematis dari umat untuk menghampiri Allah dalam kekudusan-Nya.
- Tata liturgi ibadah merupakan wujud persekutuan yang dinamis, karena itu unsur kreativitas dan inovasi yang relevan adalah suatu kekayaan ekspresi umat dalam rangka menyatakan responnya terhadap karya Allah yang telah menyelamatkannya.
- Tata liturgi ibadah harus peka dengan situasi konteks di mana ibadah itu dilangsungkan, misalnya dalam situasi pandemi COVID-19, dll.
- Panduan pedoman tata liturgi ibadah yang dikeluarkan oleh BPH harus menjadi acuan dasar bagi seluruh pimpinan GBI dalam menyusun tata liturgi ibadah.
Unsur-unsur utama dalam liturgi ibadah
Liturgi gereja pada umumnya | Liturgi GBI |
---|---|
|
|