Apakah Anda sedang 'memperalat' Tuhan? (Pdt Dr Drs Daniel Arief Sugianto, DPM)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari

Selamat pagi, Shalom, salam sejahtera bagi kita semua. Mari kita kuduskan waktu ini, sejenak kita mau pisahkan diri kita, tidak memikirkan yang lain, selain merenungkan apa yang akan disampaikan Dia kepada kita.

Matius 16:21-22, Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau."

Ini adalah sebuah pelajaran penting bagi kita semua. Yesus menyatakan sesuatu yang mengganggu kenyamanan murid-murid-Nya.

Tidak ada yang suka dengan topik penderitaan. Tidak ada yang setuju dengan topik aniaya. Itu topik yang kalau bisa, tidak mau dibicarakan murid-murid Tuhan. Mereka pada waktu itu sedang dalam kondisi menyenangkan. Pelayanan mereka penuh berkat, penuh dampak yang luar biasa. Orang sakit disembuhkan, bahkan sebelum perbincangan dalam ayat ini, mereka baru saja melihat mujizat Yesus memberi makan 4000 orang, orang yang dirasuki setan dibebaskan! Pelayanan mereka sedang naik daun! Orang sedang terkagum-kagum dengan kelompok Yesus dan murid-murid-Nya.

Sedang enjoy pelayanan begitu, sedang pelayanan yang demikian penuh dampak, tiba-tiba Yesus berkata bahwa sekarang waktunya masuk ke Yerusalem, dan di Yerusalem, Dia akan ditangkap, diserahkan kepada tangan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, bahkan akan dianiaya dan dibunuh di sana. Ini adalah pernyataan yang kontradiksi dengan apa yang sedang mereka alami saat itu!

Apakah kita sekedar memperalat Tuhan?

Petrus langsung saja menarik Yesus. Saudara bisa bayangkan, Petrus menarik dengan kasar, "tidak sopan" bahkan Yesus pun ditegor. Mungkin dia bilang, Engkau ini ngomong apa? Apa sih yang Guru katakan? Kita lagi pelayanan luar biasa kok tiba-tiba ngomong akan dianiaya di Yerusalem. Jelas murid-murid Tuhan tidak suka dengan apa yang namanya penderitaan, kesulitan, kesusahan, dan sebagainya. Dan bukankah reaksi yang sama ini seringkali jadi reaksi kita?

Bukankah murid-murid Tuhan di akhir zaman juga begitu anti dengan yang namanya penderitaan? Sampai hari ini, reaksi yang sama dengan murid-murid Yesus sering kita tunjukkan. Kalau berkat, kita langsung setuju, tapi kalau bicara penderitaan, pikul salib, harus hadapi kesulitan, bahkan aniaya, wah kita langsung bersikap "tidak sopan" seperti Petrus. Yesus kita tarik, dan kita tegor Yesus, "Apa-apaan ini? Apa yang Kaulakukan ini?"

Petrus ini mewakili kita. Apa yang dilakukan Petrus ini adalah apa yang sering kita lakukan juga. Kalau situasi enak, kita memuji Tuhan, tapi kalau tidak enak, kita kasar pada Tuhan.

Seolah-olah Petrus lebih hebat, bisa lebih benar penilaiannya dibandingkan Tuhan Yesus. Kita juga begitu kalau lagi susah, kita seolah-olah menyatakan, "Tuhan, Engkau salah mengizinkan ini terjadi. Seharusnya kan begini-begitu."

Kita mewarisi gelagat yang sama dengan yang dulu murid-murid Tuhan miliki. Ini sesuatu yang harus dibereskan. Ini sesuatu yang tidak boleh terus menjadi tradisi murid-murid Tuhan. Jangan ikut Tuhan mau enaknya saja. Petrus tidak kerasaan dengan yang namanya penderitaan, tidak bersahabat dengan rencana Tuhan masuk Yerusalem. Kita juga sering memiliki perasaan demikian.

Ini bukti kita hanya "memperalat" Tuhan. Kalau mau enaknya saja dari Tuhan, apa bedanya dengan seseorang dengan yang sedang memperalat Tuhan? Kita ternyata tidak fair, hanya memperalat Tuhan untuk segala sesuatu yang enak saja bagi kita. Apakah itu pantas untuk Yesus yang sudah mati bagi kita? Dia sudah memberikan segalanya untuk kita! Mari biarlah kita ikut Tuhan tidak hanya ingin yang enaknya saja. Kalau ada yang tidak enak Tuhan izinkan terjadi, masihkah kita menghargai, bersikap sopan, kepada Dia sebagai Tuhan dan Raja kita? Ketika masuk Yerusalem, menghadapi yang tidak enak, mungkin Saudara sedang dalam kondisi tidak enak sekarang, Tuhan seolah-olah memaksa kita menghadapi kesulitan, keadaan yang membuat kita menderita dan teraniaya. Di tengah situasi itu, apakah reaksi kita masih seperti Petrus, tidak sopan dengan Tuhan, menyalahkan Tuhan, tidak lagi menghargai Tuhan sebagai Tuhan dan Raja kita?

Kalau itu masih terjadi, saya mau yakinkan, itu harus dihentikan. Mari belajar menghormati dan mengasihi Dia dalam segala keadaan. Bukan hanya dalam keadaan baik. Kalau sekedar mengasihi Tuhan dalam keadaan baik, kita sekedar memperalat Tuhan. Kita tidak mengasihi Dia dengan sesungguhnya tapi memanipulasi Tuhan untuk kesenangan diri kita sendiri.

Paulus melatih diri jangan sampai menyerang Tuhan

Kisah 24:16, Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia.

Paulus berusaha supaya hatinya tetap murni dalam segala situasi, baik yang menyenangkan maupun tidak. Menggembirakan maupun mengecewakan. Berusaha supaya hati nuraninya tetap murni di hadapan manusia.

Kisah 24:16 (KJV), And herein do I exercise myself, to have always a conscience void to offence toward God, and toward men.

Dalam terjemahan KJV dikatakan bahwa Paulus exercise, melatih dirinya, agar void to offence toward God, jangan sampai menyerang Tuhan!

Ternyata ada orang yang nekad menyerang Tuhan. Malah banyak. Kadang kita saking kecewa, kita menyerang Tuhan dengan cara yang tidak sopan. Kita kadang menyerang kepada kebijakan Tuhan. Kita sering demikian. Tanpa sadar reaksi kita merupakan serangan terhadap Tuhan. Mungkin kita berkata, Tuhan ini gimana sih? Ngomong tok. Janji doang.

Tapi lihat, Paulus tidak mau seperti itu! Paulus mungkin belajar dari kasusnya Petrus juga. Tidak selamanya hidup itu enak. Paulus katakan, aku tahu apa itu kelimpahan, dan apa itu kekurangan, apa itu sukacita dan dukacita, bagiku tidak ada rahasia, semua pernah aku alami, jalani. Jadi, dalam semua situasi yang dihadapinya, dia melatih supaya dalam keadaan apapun, dia tidak menyerang Tuhan. Void, menghindari.

Mari latih diri kita supaya kita tidak menyerang Tuhan. Menyerang Tuhan sama saja dengan bunuh diri sebetulnya. Kalau mau menyerang lihat dulu dong siapa yang diserang. Buang-buang tenaga saja. Tuhan tidak bisa diintimidasi kok. Tuhan bukan anak kecil, yang gampang diintimidasi untuk mengikuti kemauan kita. Tidak bisa!

Paulus juga tidak otomatis jadi demikian. Dia juga harus melatih dirinya. Siapa sih memang kalau mau jujur yang suka dengan kesulitan? Normalnya memang tidak akan suka. Makanya Paulus melatih, karena kalau tidak dilatih, dia pun akan seperti Petrus tadi, saat tidak enak, menyerang Tuhan.

Ayub tetap sopan dengan Tuhan

Dalam Perjanjian Lama, kita juga melihat Ayub belajar dalam penderitaannya bersikap tetap sopan dengan Tuhan.

Ayub 22:21, Berlakulah ramah terhadap Dia, supaya engkau tenteram; dengan demikian engkau memperoleh keuntungan.

Sekalipun Tuhan itu baik, mati bagi kita, dan kita tidak meragukan pengorbanan-Nya, tapi masih banyak orang yang tidak ramah terhadap Tuhan, sebaliknya marah pada Tuhan. Saya sudah banyak lihat orang yang ngamuk sama Tuhan. Lalu Gereja dikacaukan, pekerjaan Tuhan dirusak, gara-gara ngamuk sama Tuhan. Marah sekali sama Tuhan.

Ayub sudah memprediksi itu. Ini tradisi, reaksi yang sudah menjadi tradisi turun menurun. Makanya dia berkata, marah sama Tuhan tidak ada untungnya. Bersikaplah ramah terhadap Dia! Marah pada Tuhan itu tidak ada positifnya. Berlakulah ramah terhadap Dia, khususnya dalam situasi yang tidak enak. Mungkin kita berkata, "Susah, Pak." Memang susah. Paulus juga merasa demikian, makanya perlu dilatih, itu tidak muncul dengan sendirinya. Maunya ngomel, tapi latih tetap mengucap syukur.

Ayat ini dalam versi New Amercan Standard Bible, dikatakan Yield now, be at peace with God, thereby good will come to you. Terjemahannya, Menyerahlah, berdamailah dengan Tuhan, sehingga yang baik akan datang kepadamu.

Menyerahlah, jangan gontok-gontokan dengan Tuhan, berdamai dengan Tuhan, jangan "berperang" dengan Tuhan.

Naik ke level yang lebih tinggi

Petrus kadung kaget dengan kata-kata menderita, padahal Yesus terakhir katakan dan dibangkitkan pada hari ketiga. Itu sudah tidak didengar.

Orang Kristen juga suka begitu, cepat kecewa, padahal ujung-ujungnya dari penderitaan itu, kita dibawa pada revival, kebangkitan, level yang lebih tinggi. Kita kadung kecewa, putus asa, cepat untuk nervous, shock, dan sebagainya. Akibatnya tidak lihat akhir dari rencana Tuhan untuk kita, karena awalnya tidak enak duluan, kita lupa akhirnya.

Memang di Yerusalem, Yesus menderita, tapi Dia juga dimuliakan. Ini tidak pernah dipikirkan Petrus. Saya dan Saudara juga begitu. Kalau ada kesulitan, kita cepat kecewa dengan kesulitan sehingga kita tidak bisa merenungkan hasil yang Tuhan siapkan.

Yakobus menghimbau kita melakukan sesuatu hari-hari ini.

Yakobus 1:2-4, Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.

Yesus pada ending-nya akan dimuliakan, diberi nama di atas segala nama, di mana? Juga di Yerusalem! Saat krisis kita sering menyalahkan Tuhan. Padahal, krisis itu menghasilkan. Tahan amarah kita, latih diri kita. Exercise yourself. Agar kita naik ke level yang lebih tinggi.

Penutup

Mari percayai Tuhan sepenuhnya. Dalam keadaan apapun yang mungkin mengecewakan, ada tantangan dari mimbar ini untuk mempercayai Tuhan sungguh-sungguh! Karena orang benar hidup karena percayanya, bukan karena apa yang dilihatnya. Mari mulai tradisi yang baik, apapun yang terjadi kita tetap menghormati, mengasihi Dia dengan segenap hati kita.

Haleluya!